Senin, 14 Januari 2019

USHUL FIQIH TENTANG (naskh dan mansukh)



BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Nasakh merupakan pembatalan pelaksanaan hukum dengan hukum lain yang datang kemudian. Ada perbedaan pendapat tentang ada tidaknya nasakh dalam Al-Qur’an. Ada ulama yang mengatakan tidak ada nasak dalam Al-Qur’an,tetapi ada pula yang mengatakan bahwa ada nasak dalam Al-Qur’an serta mereka juga mengemukakan dalil yang mendukungnya.
Untuk lebih jelasnya dalam makalah ini akan dibahas tentang nasakh,hakikat,dan permasalahannya.
B.     RUMUSAN MASALAH
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini yaitu:
1.      Apakah pengertian nasakh?
2.      Apa syarat-syarat nasakh?
3.      Apa macam-macam nasakh?
4.      Apasajakah permasalahan dalam naskh dan mansukh?
C.    TUJUAN PENULISAN
1.      Untuk membahas tentang pengertian nasakh
2.      Untuk membahas tentang syarat-syarat nasakh
3.      Untuk membahas tentang macam-macam nasakh
4.      Untuk membahas tentang permasalahan dalam naskh dan mansukh
D.    MANFAAT PENULISAN
1.      Untuk mengetahui tentang pengertian nasakh
2.      Untuk mengetahui tentang syarat-syarat nasakh
3.      Untuk mengetahui tentang macam-macam nasakh
4.      Untuk mengetahui tentang permasalahan dalam nasikh dan mansukh

BAB II
PEMBAHASAN
AN-NASKH
A.    Pengertian
Secara bahasa nasakh berarti mempunyai banyak arti diantaranya:
1.      menghapus. [1]
2.      Menghilangkan atau meniadakan
3.      Pengalihan,seperti pengalihan bagian harta warisan.
4.      Mengganti atau menukar sesuatu dengan yang lain
5.      Menyalin,mengutip atau memindahkan apa yang ada dalam buku[2]

Menurut istilah sebagaimana di kemukakan oleh Muhammad Abu Zara :

Artinya : “Membatalkan pelaksanaan hukum dengan hukum yang datang kemudian”.
Menurut ulama mutaqaddimin,nasakh adalah menyangkut hukum syar’I (menghapus)hukum syara’ dengan hukum syara’ yang lain.
Menurut ulama mutaakhirin diantaranya adalah sebagaimana di ungkapkan oleh Quraish Shihab:nasakh terbatas pada hukum yang dating kemudian, guna membatalkan,mencbut, membatalkan, atau menyatakan berakhirnya pemberlakuan hukum terdahululu , hingga ketentuan hukum yang ada yang di teteapkan terakhir.  
Nasak juga berarti membatalkan pengamalan dengan sesuatu hukum syara’ dengan dalil yang datang kemudian daripadanya.[3]Sedangkan Mansukh adalah yang dibatalkan, dihapus, dipindahkan
Ada beberapa istilah yang di temukan dalam pembahasan nasakh. Pertama nasikh artinya yang menghapus(hukum yang datang kemudian) damn mansukh artinya yang di hapus, yang dibatalkan, dipindahkan (hukum lama). Dalam nasakh sebenarnya hukum lama masih berlaku seandainya tidak ada hukum baru yang menghapusnya. Dan orang yang pertama membahas masalah nasakh adalah imam Syafi’i. beliau memasukkan nasakh sebagai penjelasan hukum bukan mengosongkan atau menghapus nas dari hukum. Ulama fiqh sepakat bahwa nasakh dapat terjadi pada sunnah contohya hadis tentang ziarah kubur.
Dalam hadis ini pertamanya Nabi melarang ziarah kubur tapi kemudian di nasakh oleh hadis beliau juga yang menghapus hukum hadis pertama., sehingga kesimpulannya ziarah kubur itu boleh. Adapun nasakh dalam ayat Al-Qur’an terjadi perbedaan pendapat:
1.      Abu Muslim Al-Asfihani berpendapat bahwa tidak terdapat nasakh dalam Al-Qur’an. Ada dua alas an penting yang di kemukakan olehAbu Muslim, pertama seandainya ada maka terjadi pembatalan hukum dalam Al-Qur’an. Kedua, hukum dalam Al-Qur’an itu bersifat abadi sampai hari kiamat.
2.      Jumhur ulama berpendapat bahwa terdapat nasakh dalam Al-Qur’an. Pendapat kedua mendasarkan pendapatnya, pertama kepada ayat Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 106:
مَا نَنسَخْ مِنْ آيَةٍ أَوْ نُنسِهَا نَأْتِ بِخَيْرٍ مّنْهَا أَوْ مِثْلِهَا أَلَمْ تَعْلَمْ أَنّ اللّهَ عَلَىَ كُلّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Artinya: Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. tidakkah kamu mengetahui bahwa Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?
Kedua, bahwa realitas sejarah menunjukkan telah terjadi nasakh dalam Al-Qur’an seperti ayat tentang warisan menasakh ayat tentang wasiat. Imam Syuyuti telah meneliti lebih kurang 20 ayat Al-Qur’an yang di nasakh hukumnya. Ketiga, ayat Al-Qur’an suran An-Nahl ayat 101:
وَإِذَا بَدَّلْنَا آيَةً مَكَانَ آيَةٍ ۙ وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا يُنَزِّلُ قَالُوا إِنَّمَا أَنْتَ مُفْتَرٍ ۚ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ
Artinya : Dan apabila Kami letakkan suatu ayat di tempat ayat yang lain sebagai penggantinya Padahal Allah lebih mengetahui apa yang diturunkan-Nya, mereka berkata: "Sesungguhnya kamu adalah orang yang mengada-adakan saja". bahkan kebanyakan mereka tiada mengetahui.
            Kata tabdil yang dimaksud pada ayat diatas adalah mengganti hukum.
Cara mengetahui nasakh dan mansukh :
1.      Keterangan tegas dari nabi atau sahabat
2.      Kesepakatan umat tentang menentukan ayat ini nasak dan ayat ini mansukh
3.      Mengetahui mana yang dahulu dan kemudian turunya dalam perspektif sejarah.[4]
Adapun manfaat nasakh mansukh adalah agar pengetahuan tentang hukum tidak menjadi kacau dan kabur
B.     Syarat- Syarat Nasakh
Muhammad Abu Zahrah menjelaskan syarat- syarat yang harus dipenuhi Nashakh adalah :
1.      Hukum yang di nasakh itu tidak disertai dengan keterangan yang mengidentifikasi bahwa hukum itu berlaku secara abadi. Maka tidak boleh menasakh ayat tentang jihad dan hadis tentang jihad.[5]
2.      Ayat yang di nasakha bukan termasuk kepada perkara yang menurut pemikiran yang jernih dapat diketahui kebaikan dankeburukannya. Seperti iman kepada Allah, berbakti kepada kedua orang tua, adil, zalim, dan berdusta.
3.      Ayat yang menasakh atau yang menghapus datangnya belakangan. Karena hakikat nasakh itu mengakhiri pemberlakuan hukum yang di nasakh.
4.      Jika kedua nash, baik ayat yang menasakh dan yang di nasakh tidaka dapat dikompromikan.


C.     Macam- macam nasakh
Khalid Ramadhan hasan dalam kitabnya Mu’kjam fi Ushul Fiqih ,embagi nasakh menjadi 4 jika dilihat dari segi nasikh atau yang menghapus :
1.           Al-Qur’an di nasakh oleh Al-Qur’an : contohnya ayat yang berbicara tentang seruan membakar semangat duapuluh orang mukmin yang sabar akan mengalahkan musuh sebanyak dua ratus orang terdapat dalam surat Al-Anfal ayat  65 :

 يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ حَرِّضِ الْمُؤْمِنِينَ عَلَى الْقِتَالِ إِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ عِشْرُونَ صَابِرُونَ يَغْلِبُوا مِائَتَيْنِ وَإِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ مِئَةٌ يَغْلِبُوا أَلْفًا مِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَفْقَهُونَ (65)

Artinya : Hai Nabi, Kobarkanlah semangat Para mukmin untuk berperang. jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. dan jika ada seratus orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti[623].[6]

Kemudian ayat diaatas di nasakh atau dihapus dengan ayat lain yang menegaskan bahwa membakar semangat 100 orang yang sabar akan mengalahkan musuh sebanyak 200 orang terdapat dalam surat Al-Anfal ayat 66 :
الْآَنَ خَفَّفَ اللَّهُ عَنْكُمْ وَعَلِمَ أَنَّ فِيكُمْ ضَعْفًا فَإِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ مِئَةٌ صَابِرَةٌ يَغْلِبُوا مِائَتَيْنِ وَإِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ أَلْفٌ يَغْلِبُوا أَلْفَيْنِ بِإِذْنِ اللَّهِ وَاللَّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ (66
Artinya :  Sekarang Allah telah meringankan kepadamu dan Dia telah mengetahui bahwa padamu ada kelemahan. Maka jika ada diantaramu seratus orang yang sabar, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang kafir; dan jika diantaramu ada seribu orang (yang sabar), niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ribu orang, dengan seizin Allah. dan Allah beserta orang-orang yang sabar.
2.      Al-Qur’an di nasakh oleh As-Sunnah
Contohnya ayat tentang wasiat untuk kedua orang tua dan kerabat telah dihapus hukum- hukumnya oleh hadis Nabi :”Ketahuilah bahwa tidaka ada wasiat bagi ahli waris. Contoh lain ayat tentang “hukum cambuk(jilid) bagi laki- laki dan perempuan yang berzina dengan 100 kali cambuk di nasakh oleh hadis tentang rajam “rajam bagi pelaku yang berzina.”
3.      As-Sunnah di nasakh oleh Al-Qur’an
Contoh hadis nabi yang menyatakan “Menghadap ke baitul maqdish ketika shalat selama 16-17 bulan.”(H.R.Bukhari). lalu ketentuan itu dihapus oleh Al-Qur’an sutar Al- Baqarah ayat 144 yang menyerukan shalat menghadap ke Baitullah atau Mekah.

قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاء فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَ حَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوْا وُجُوْهَكُمْ شَطْرَهُ وَ إِنَّ الَّذِيْنَ أُوْتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُوْنَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَّبِّهِمْ وَ مَا اللهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُوْنَ
Artinya :sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit[96], Maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu berada, Palingkanlah mukamu ke arahnya. dan Sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.

4. As-Sunnah di nasakh oleh As-sunnah
Seperti larangan berziarah kubur pada waktu permulaan Islam. Kemudian Rasul dengan hadisnya yang lain membolehkan ziarah kubur setelah masyarakat mengetahui hakikat ziarah kubur (H.R.Muslim)

Artinya : “dulu aku(nabi) melarang kalian untuk ziarah kubur, sekarang berziarah kuburlah kamu.”(H.R. Muslim)

D.    Hikmah Nasakh
Menurut Abdul Wahab Khallaf hikmah adanya nasakh antara lain :
1.      Hukum Allah diturunkan untuk merealisasikan kepentingan hidup manusia. Kepentingan hidup manusia selalu berubah disebabkan bergantinya waktu dan tempat maka nasakh sebagai salah satu jalan untuk memperjelas hukum, hasilnya akan sejalan dengan kepentingan hidup manusia dimana saja manusia hidup.
2.      Keadilan dalam pembentukan hukum diperlukan adanya tahapan, sehingga manusia tidak merasa kaget dantidak merasa berat. Seperti proses kpengharaman khamar.

E.     Kaidah- Kaidah yang Berkaitan dengan Nasakh
1.      Dalil qath’i tidak dapat dihapus oleh dalil zhanni.
Dalil qath’i hanya terdapat dalam Al-Qur’an, hadis, serta sebagian ijma’. Sedangkan dalil zhanni seperti qiyas, istihsan, maslahah mursalah, urf, dan syar’u manqablana.
2.      Yang menghapus diperbolehkan asalkan lebih ringan, atau sepadan dengan yang dihapus. Contoh, iddah perempuan yang ditinggal mati suaminya masa iddah nya adalah setahun.
وَالَّذِ ينَ يُتَوفَّوْنَ مِنكُمْ وَيَذَ رُونَ أَزْوَجًا وَصِيَّةً لِّأَزْوَجِهِمْ مَّتَعًا إِلىَ الْحَوْلِ غَيْرَ إِخْرَاجٍ فَإِ نَّ خَرَجْنَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِي مَا فَعَلْنَ فِى أَنْفُسِهِنَّ مِنْ مَّعْرُ وفٍ وَاللهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Artinya : Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan isteri, hendaklah Berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya). akan tetapi jika mereka pindah (sendiri), Maka tidak ada dosa bagimu (wali atau waris dari yang meninggal) membiarkan mereka berbuat yang ma'ruf terhadap diri mereka. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Kemudian dhapus dengan iddah selama empat bulan sepuluh hari(QS. Al-Baqarah ayat 234)
وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجًا يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا ۖ فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا فَعَلْنَ فِي أَنْفُسِهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۗ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Artinya : Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah Para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari. kemudian apabila telah habis 'iddahnya, Maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.

3.      Yang mengahpus boleh lebih berat dari yang dihapus. Hal ini didasari oleh Al-Qur’an QS. Al-Baqarah ayat 106, tetapi sebagian ulama ada yang tidak membolehkan. Contoh. Pengahpusan puasa Asy-Syura dengan puasa ramadhan

4.      Ijma’ dan qiyas tidak dapat dijadikan sebagai penghapus(nasikh)
Hukum Islam dapat menasakh hukum yang berlaku pada umat sebelum Islam. Hal ini menunjukkan bahwa nasakh memang dibutuhkan dikarenakan adanya perubahan zaman dan tempat. Sehingga perlu hukum yang sejalan dengan zaman dan tempat. Hukum umat terdahulu yang telah dinasakh oleh Islam, seperti orang Yahudi dibolehkan menikah dengan perempuan tanpa batas, maka Islam menghapus hukum tersebut dan diganti dengan kebolehan menikah dengan perempuan maksimal empat. Diharamkan bagi orang- orang Yahudi sebagian makanan seperti, binatang yang berkuku, sapi, domba, dan lemak kedua binatang tersebut.






BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Nasakh adalah membatalkan pelaksanaan hukum yang lama dengan hukum yang dating kemudian. Nasikh adalah yang menghapus(hukum yang datang kemudian) dan mansukh artinya yang di hapus, yang dibatalkan, dipindahkan (hukum lama). Dalam nasakh sebenarnya hukum lama masih berlaku seandainya tidak ada hukum baru yang menghapusnya.
B.     SARAN
Kami  sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca,agar untuk kedepannya kami sebagai makalah dapat mencapai kemajuan untuk meningkatkannya dari yang sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA
Abidin Ahmad, Zainal Ushul Fiqih, Jakarta,  Bulan Bintang, Jakarta
Sapiudin,Ushul Fiqh,JKencana Prenada Group, Jakarta, 2011
Anawar,Abu,ulumul qur’an
Chirzin, Muhammad Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an

[1] Sapiudin,Ushul Fiqh,Jakarta Kencana Prenada Group, Jakarta, 2011,Hal 396
[2]Abu Anwar,Ulumul Qr’an
[3]Zainal Abidin Ahmad, Ushul Fiqih, Jakarta,  Bulan Bintang, Jakarta, hal. 128
[4] Muhammad Chirzin,Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an
[5]Ibid,hal 238
[6] Ibid,239

Tidak ada komentar:

Posting Komentar