Amar dan Nahi
A.Pendahuluan
Seorang mufassir dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Quran harus mengetahui
kaidah-kaidah dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an. Kaidah tafsir adalah suatu
aturan atau pedoman-pedoman dasar yang harus dipenuhi oleh seorang mufassir
dalam menafsirkan suatu ayat dalam Al-Qur’an, termasuk adab dan syarat-syarat
seorang mufassir[1].
Seorang mufassir harus berpedoman kepada aturan-aturan tersebut. Dengan
mengetahui kaidah-kaidah tersebut seorang mufassir tidak terjadi kekeliruan atau
penyimpangan dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Quran karena sesuai dengan
Al-Qur’an dan Hadits.
Seorang mufassir juga harus mengetahui
pembagian kaidah-kaidah tafsir tersebut. Kaidah tafsir terbagi menjadi tiga
yaitu Pertama: Kaidah dasar tafsir seperti contoh penafsiran ayat
Al-Quran dengan ayat Al-Qur’an lainya, ayat Al-Qur’an dengan Hadits Nabi,
perkataan sahabat atau yang disebut juga dengan tafsir bi al-matsur atau
tafsir bi al-riwayah. Kedua: Kaidah umum tafsir yaitu kaidah-kaidah
yang dikaitkan dengan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan tafsir tersebut seperti
Nahwu, Sharaf, Balaghah dan lain sebagainya. Ketiga: Kaidah khusus yaitu
seperti pembahasan tentang dhamir, isim nakirah dan makrifah, pengulangan isim,
mufrad dan jamak, sinonim, pertanyaan dan jawaban dan lain sebagainya[2].
Selain kaidah-kaidah tersebut seorang
mufassir juga harus mengetahui kaidah-kaidah ushul fiqih. Kaidah-kaidah yang
berhubungan dengan penggalian hukum dengan mengunakan dalil-dalil terperinci.
Seorang mufasir sangat penting untuk mengetahui kaidah tersebut yaitu
memudahkan untuk menafsirkan ayat Al-Quran juga tidak salah dalam mengambil
suatu hukum dari ayat-ayat tersebut. Contoh kaidah-kaidah ushul fiqih seperti
Amr dan Nahi, Amm dan Khass, Manthuq dan Mafhum, Mutlaq dan Muqayyad, Mujmal
dan Mubayyan dan lain sebagainya.
Dalam pembahasan berikutnya akan
dibahas tentang salah satu kaidah usul fiqih yang harus diketahui oleh seorang
mufassir dalam menafsirkan Al-Qur’an yaitu kaidah Amr dan Nahi. Pembahasan
mengenai pengertian Amar, Bentuk-Bentuk, Contoh-Contoh yang menunjukkan kepada
amar beserta dengan kaidahnya. Dan juga mengenai tentang Nahi, Bentuk-bentuk
Nahi serta Kaidah-kaidah Nahi tersebut. Sehingga seorang mufassir dapat membedakan
antara Amar dan Nahi dan hal tersebut sangat penting untuk diketahui karena
berhubungan dengan penggalian suatu hukum.
B.Pengertian
Amar dan Bentuk-Bentuk Amar
1.Pengertian
Amar
Lafaz
Amar secara bahasa الامر yang berarti perintah atau suruhan. Amar
adalah kebalikan dari Nahi yaitu yang berarti larangan. Sedangkan secara
istilah, para ulama banyak yang mendefinisikan Amar tersebut diantaranya:
امر هو يطلب به الآعلى ممن هوأدنى منه فعلا غير كفٍ
Amar
adalah suatu lafaz yang dipergunakan oleh orang yang lebih tinggi derajatnya
kepada orang yang lebih rendah untuk meminta bawahannya mengerjakan suatu pekerjaan
yang tidak boleh ditolak[3].
امر هو استدعاء الفعل بالقول على وجه الاستعلاء
Amar
adalah suatu lafaz yang digunakan oleh seorang atasan meminta untuk melakukan
suatu pekerjaan kepada bawahannya[4].
امر هو طلب الفعل على وجه الاستعلا اى ان الامر يكون اعلى من المأمور
Amar
adalah suatu lafaz yang digunakan oleh seorang untuk mengerjakan suatu
pekerjaan, dan oang menyuruh itu lebih tinggi kedudukannya daripada orang yang
disuruhnya[5].
Berdasarkan beberapa definisi amar
tersebut dapat kita simpulkan adalah lafaz amar yaitu suatu lafaz yang
dipergunakan oleh orang yang lebih tinggi derajatnya kepada orang yang lebih
rendah untuk meminta bawahannya mengerjakan suatu pekerjaan yang harus
dikerjakannya.
2.Bentuk-Bentuk
Lafaz Amar
Lafaz yang menunjukkan kepada amar atau
perintah tersebut mempunyai beberapa bentuk diantaranya:
a.
Fiil
Amar, seperti[6]:
وَآتُواْ النَّسَاء صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً -٤
Artinya:”Dan berikanlah mahar kepada wanita yang kamu nikahi
sebagai pemberian dengan penuh kerelaan (Q.S.An-Nisa’:4)
b.
Fiil
Mudhari’ yang diawali oleh لام
الامر
seperti:
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ
-١٠٤
Artinya:”Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebaikan (Q.S.Ali Imran:104)
c.
Masdar
pengganti Fi’il, seperti:
وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً -٨٣
Artinya:”Dan berbuat baiklah kepada
ibu bapak (Q.S.Al-Baqarah:83)
-Menggunakan lafaz faradha:
قَدْ عَلِمْنَا مَا فَرَضْنَا عَلَيْهِمْ فِي أَزْوَاجِهِمْ
وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ لِكَيْلَا يَكُونَ عَلَيْكَ حَرَجٌ وَكَانَ اللَّهُ غَفُوراً
رَّحِيماً -٥٠
Artinya:”Sungguh kami telah mengetahui apa yang Kami wajibkan
kepada mereka tentang istri-istri mereka (Q.S.Al-Ahzab:50)
-Menggunakan lafaz kutiba:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ
الصِّيَامُ -١٨٣
Artinya:”Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu
berpuasa (Q.S.Al-Baqarah:183)
-Menggunakan lafaz amara:
إِنَّ اللّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤدُّواْ الأَمَانَاتِ
إِلَى أَهْلِهَا -٥٨
Artinya: “Sesungguhnya Allah
memerntahkanmu untuk menyampaikan amanah (Q.S.An-Nisa’:58)
C.Kaidah-Kaidah
Amar dalam Al-Qur’an
Kaidah-kaidah Amar dalam Al-Qur’an
adalah ketentuan-ketentuan yang dipakai oleh Para ulama dalam menentukan suatu
hukum yaitu yang terdapat dalam Al-Qur’an. Para ulama merumuskan kaidah-kaidah
amar tersebut dalam beberapa kaidah, yaitu:
1.Kaidah Pertama
الأمر المطلق يقتضى الوجوب الا لصارف
Kaidah
pertama menyatakan bahwa pada dasarnya amar (perintah) itu menunjukkan kepada
wajib dan tidak menunjukkan kepada selain wajib kecuali dengan qarinah-qarinah
tertentu[8].
Sebahagian Ulama mengatakan:
الاصل فى الامر للوجوب ولا
تدل على غيره الا بقرينة
Amr
pada dasarnya menunjukkan arti wajib, kecuali adanya qarinah-qarinah tersebut
yang memalingkan arti wajib tersebut.
Contoh lafaz amar yang menunjukkan kepada wajib:
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَأَطِيعُوا
الرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ -٥٦
وَاعْبُدُواْ اللّهَ وَلاَ تُشْرِكُواْ بِهِ شَيْئاً
وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً -٣٦
Contoh lafaz amar yang menunjukkan
kepada selain wajib karena qarinah-qarinah tertentu:
a.
Nadb
( الندب ) anjuran seperti:
فَكَاتِبُوهُمْ إِنْ عَلِمْتُمْ فِيهِمْ خَيْراً
-٣٣
Artinya:”Hendaklah kamu buat
perjanjian dengan mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka,(Q.S.An-Nur:33)
b.
Ibahah
( الاباحة ) boleh dikerjakan dan ditinggalkan, seperti:
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ
وَابْتَغُوا مِن فَضْلِ اللَّهِ -١٠
Artinya:”Apabila shalat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu
di bumi,carilah karunia Allah (Q.S.Al-Jumu’ah:10)
c.
Irsyad
(الارشاد ) membimbing atau memberi petunjuk, seperti:
وَأَشْهِدُوْاْ إِذَا تَبَايَعْتُمْ -٢٨٢
Artinya:”Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli
(Q.S.Al-Baqarah:282)
d.
Tahdid
( التهديد ) mengancam atau menghardik, seperti:
اعْمَلُوا مَا شِئْتُمْ -٤٠
Artinya:”Perbuatlah apa yang kamu kehendaki (Q.S.Fushilat:40)
e.
Ta’jiz
( التعجيز ) menunjukkan kelemahan, seperti:
فَأْتُواْ بِسُورَةٍ مِّن مِّثْلِهِ -٢٣
Artinya:”Maka buatla satu surat saja yang semisal dengan Al-Qur’an
(Q.S.Al-Baqarah:23)
Contoh-contoh tersebut menunjukkan kepada
selain wajib karena adanya qarinah yang menyebabkan berpaling dari makna
aslinya.
2.Kaidah Kedua
الامر
بالشيء يستلزم النهي عن ضده
Amr atau perintah terhadap sesuatu
berarti larangan akan kebalikannya.
Amr merupakan suatu lafaz yang
mempunyai makna perintah. Oleh karena itu, Perintah berhubungan untuk tuntutan
atau harus dikerjakan, sedangkan larangan adalah untuk ditinggalkannya.
Perintah adalah kebalikan dari larangan[9].
Sebagai contoh:
وَاعْبُدُواْ اللّهَ
artinya:”Sembahlah
Allah.”
Perintah mentauhidkan Allah atau
menyembah Allah berarti larangan mempersekutukan Allah.
3.Kaidah Ketiga
الامر يقتضى الفور الا بقرينة
Perintah itu
menghendaki segera dilaksanakan kecuali ada qarinah-qarinah tertentu yang
menyatakan jika suatu perbuatan tersebut tidak segera dilaksanakan.
Contoh lafaz amar yang menghendaki
segera dilakukan:
وَسَارِعُواْ إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ
-١٣٣
فَاسْتَبِقُواْ الْخَيْرَاتِ -١٤٨
Berdasarkan ayat
tersebut Allah memerintahkan kepada hamba-Nya untuk bersegeralah melakukan
pekerjaan yang baik dan berlomba-lombalah dalam hal kebaikan.
Contoh lafaz amar yang tidak menghendaki segera dilakukan karena
adanya qarinah tertentu:
وأذن في الناس بالحج -٢٧
Artinya:”Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji
(Q.S.Al-Hajj:28)
Dalam Hadist Nabi SAW. dinyatakan:
ان الله كتب
عليكم الحج فحجوا
Artinya:”Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepadamu ( untuk
melaksanakan ) haji, maka berhajilah kamu.”
Jumhur Ulama sepakat bahwa perintah
mengerjakan sesuatu yang berhubungan dengan waktu, maka harus dikerjakan sesuai
dengan waktu yang telah ditetapkan dan tidak boleh diluar waktu. Bila dikerjakan
diluar waktunya, maka tidak dibolehkan oleh syara’[10].
4.Kaidah Keempat
الاصل فى المر
لا يقتضى التكرار
Pada dasarnya
perintah itu tidak menghendaki pengulangan ( berkali-kali mengerjakan
perintah), kecuali adanya qarinah atau kalimat yang menunjukkan kepada
pengulangan.
Para ulama mengelompokkan menjadi 3 yaitu:
a.
Perintah tersebut dikaitkan dengan
syarat, seperti:
وَإِن كُنتُمْ جُنُباً
فَاطَّهَّرُواْ -٦
Artinya:”Jika kamu berjunub maka,
mandilah.”(Q.S.Al-Maidah:6)
b.
Perintah tersebut dikaitkan dengan
illat, dengan kaidah:
الحكم يد ور مع
العلة وجودا و عدما
“Hukum itu
ditentukan oleh ada atau tidak adanya illat.”
Seperti hukum rajam sebab melakukan zina. Firman Allah:
الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ
مِّنْهُمَا مِئَةَ جَلْدَةٍ -٢
Artinya:”Wanita dan laki-laki yang berzina maka deralah
masing-masing seratus kali” (Q.S.An-Nur:2)
c.
Perintah tersebut dikaitkan dengan
sifat atau keadaan yang berlaku sebagai illat, seperti kewajiban shalat setiap
kali masuk waktu.
أَقِمِ الصَّلاَةَ
لِدُلُوكِ الشَّمْسِ -٧٨
Artinya:”Kerjakanlah shalat dari
sesudah matahari tergelincir.”(Q.S.Al-Isra’:78)
Dari paparan tersebut menyatakan bahwa
berulangnya kewajibannya itu dihubungkan dengan berulangnya sebab. Dalam kaitannya
dengan masalah ini, oleh karena itu, para ulama menetapkan kaidah.
D.Pengertian
Nahi dan Bentuk-Bentuk Nahi
1.Pengertian
Nahi
Lafaz nahi secara bahasa adalah النهي yang berarti larangan[11].
Sedangkan menurut istilah para ulama mendefinisikan nahi sebagai berikut:
النهي هو طلب الترك من الاعلى الى ادنى
Nahi
adalah tuntutan meninggalkan sesuatu yang datangnya dari orang yang lebih
tinggi tingkatannya kepada orang yang lebih rendah tingkatannya[12].
النهى هو الاقتضا ء كف عن فعل
النهي هو قول الذي يستد عي
به القاىل ترك الفعل ممن هو دونه
Nahi adalah
suatu lafaz yang digunakan oleh seseorang yang tinggi tingkatannya kepada yang
rendah tingkatannya untuk meninggalkan suatu pekerjaan[14].
Jadi, Nahi adalah suatu lafaz yang mengandung makna tuntutan
meninggalkan sesuatu perbuatan. Nahi yaitu larangan, meninggalkan suatu
perbuatan yang dilarang untuk melakukannya.
2.Bentuk-Bentuk
Lafaz Nahi
Ungkapan yang menunjukkan kepada lafaz
Nahi itu ada beberapa bentuk yaitu:
a.
Fiil
Mudhari’ yang disertai dengan La Nahiyah,seperti:
لاَ تُفْسِدُواْ فِي الأَرْضِ -١١
b.
Lafaz-lafaz
yang memberikan pengertian haram atau perintah untuk meninggalkan sesuatu
perbuatan, seperti:
وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
-٢٧٥
E.Kaidah-Kaidah
Nahi dalam Al-Qur’an
1.Kaidah
Pertama
النهي يقتضى التهريم والفور والدمام الا لقرينة
النهي يقتضى التهريم هذا هو الاصل الذي دل عليه
النقل و اللغة
والفور هذا هو اظهر من ان يستدل عليه, ذلك ان لشيء يجب اجتنابه بمجرد
تحريم له
والدمام اي حتى يرد دليل يرفعه
الا لقرينة فاذا جاءت
القرينة الدلة على ان النهي للتنزيه مثلا فانه يصا ر اليها
Nahi
menghendaki atau menunjukkan haram, segera untuk dilarangnya, kecuali ada qarinah-qarinah tertentu yang
tidak menghendaki hal tersebut[15].
Contoh
lafaz nahi yang menunjukkan haram:
Q.S. Al-An’am:151 وَلاَ تَقْتُلُواْ
أَوْلاَدَكُم مِّنْ إمْلاَقٍ –١٥١
Q.S.Al-Isra’:37 وَلاَ تَمْشِ فِي
الأَرْضِ مَرَحاً -٣٧
Q.S.Ali Imran 130 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ الرِّبَا أَضْعَافاً مُّضَاعَفَةً -١٣٠
Lafaz nahi selain menunjukkan haram
sesuai dengan qarinahnya juga menunjukkan kepada arti lain[16],
seperti:
a.
Doa
( الدعاء ) seperti:
رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا
إِن نَّسِينَا -٢٨٦
Artinya:”Wahai Tuhan kami janganlah
Engkau menyiksa kami, jika kami lupa (Q.S.Al-Baqarah:286)
b.
Irsyad ( الارشاد ) memberi petunjuk seperti:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَسْأَلُواْ
عَنْ أَشْيَاء إِن تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ -١٠١
Artinya:”Wahai orng-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan
(kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu akan menyusahkanmu
(Q.S.Al-Maidah:101)
c.
Tahqiq
( التحقير) menghina seperti:
لاَ تَمُدَّنَّ
عَيْنَيْكَ إِلَى مَا مَتَّعْنَا بِهِ -٨٨
Artinya:”Janganlah sekali-kali kamu
menunjukkan pandanganmu kepada kenikmatan hidup (Q.S.Al-Hijr:88)
d.
Ta’yis
( للتاييس ) menunjukkan putus asa seperti:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
كَفَرُوا لَا تَعْتَذِرُوا الْيَوْمَ -٧
Artinya:”Janganlah kamu
mengenukakan udzur pada hari ini (Q.S.At-Tahrim:7)
e.
Tahdid
( التهديد ) mengancam seperti:
لا تطع امرى
2.Kaidah Kedua
النهي يقتضى الفساد مطلقا
Pada dasarnya larangan itu
menghendaki fasad ( rusak) secara mutlak.
Sebagaimana
Rasulullah SAW. bersabda:
كل امر
ليس عليه امرنا فهو رد
Artinya:
“Setiap perkara yang tidak ada perintah kami, maka ia tertolak”.
Contohnya:
Q.S.Al-Isra’:32 وَلاَ تَقْرَبُواْ
الزِّنَى إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاء سَبِيلاً -٣٢
Q.S.Al-Maidah:3 حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ
الْمَيْتَةُ وَالْدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ -٣
3.Kaidah Ketiga
الاصل
في النهي المطلق يقتضي التكرار في جمع الازمنة
Pada dasarnya larangan yang mutlak
menghendaki pengulangan larangan dalam setiap waktu.
Apabila ada larangan yang tidak
dihubungkan dengan sesuatu seperti waktu atau sebab-sebab lainnya, maka
larangan tersebut menghendaki meninggalkan yang dilarang itu selamanya[17].
Namun bila larangan itu dihubungkan dengan waktu, maka perintah larangan itu
berlaku bila ada sebab, Seperti: Q.S.An-Nisa’:43
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُواْ لاَ تَقْرَبُواْ الصَّلاَةَ وَأَنتُمْ سُكَارَى -٤٣
Artinya:”Janganlah
kamu shalat sedang kamu dalam keadaan mabuk”. (Q.S.An-Nisa’:43)
F.Penutup
Hakikat pengertian amr (perintah)
adalah lafaz yang dikehendaki supaya orang mengerjakan apa yang dimaksudkan.
Bentuk lafaz amar bermacam-macam diantaranya, fiil amar, fiil mudhari’ yang
diawali lam amar, masdar pengganti fiil, dan beberapa lafaz yang mengandung
makna perintah seperti, kutiba, amara, faradha. Kaidah-kaidah
amar dalam Al-Qur’an yaitu seperti kaidah pertama seperti pada dasarnya amar
(perintah) itu menunjukkan kepada wajib dan tidak menunjukkan kepada selain
wajib kecuali dengan qarinah-qarinah tersebut. Qarinah-qarinah tersebut seperti
ibahah, nadb, irsyad, tahdid, ta’jiz yang memalingkan makna asalnya yaitu
wajib.
Kaidah kedua amar adalah Amr atau
perintah terhadap sesuatu berarti larangan akan kebalikannya. Kaidah ketiga amar
yaitu perintah itu menghendaki segera dilaksanakan kecuali ada qarinah-qarinah
tertentu yang menyatakan jika suatu perbuatan tersebut tidak segera
dilaksanakan. Kaidah keempat adalah Pada dasarnya perintah itu tidak
menghendaki pengulangan ( berkali-kali mengerjakan perintah), kecuali adanya
qarinah atau kalimat yang menunjukkan kepada pengulangan. Para ulama
mengelompokkan menjadi 3 perintah
tersebut dikaitkan dengan syarat, perintah dikaitkan dengan illat, perintah
dikaitkan dengan sifat atau keadaan yang bersifat illat.
Sedangkan Nahi adalah suatu lafaz yang mengandung makna tuntutan meninggalkan
sesuatu yang datangnya dari orang yang lebih tinggi tingkatannya kepada orang
yang lebih rendah tingkatannya. Bentuknya yaitu fiil yang didahului oleh la
nahiyah, beberapa lafaz yang mengandung makna nahi. Kaidah nahi yaitu pada
dasarnya larangan itu menunjukkan kepada haram kecuali ada qarinah-qarinah
tertentu. Pada dasarnya larangan itu menghendaki fasad ( rusak) secara
mutlak. Pada dasarnya larangan yang mutlak menghendaki pengulangan larangan
dalam setiap waktu. Bagi para mufassir sangat penting untuk mengetahui
kaidah-kaidah tersebut karena memudahkan dalam menafsirkan Al-Quran terutama
ayat-ayat yang berhubungan dengn penggalian suatu hukum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar