KAIDAH TENTANG MUJMAL DAN MUBAYYAN
Disusun guna memenuhi Tugas
Mata kuliah : khowait Tarsir
Dosen pengampu : Shofaussamawati,M.Ag
Disusun oleh :
1. Moh. Pujihono : 312038
2. Mukhammad. Ulil Aidi : 312039
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN USHULUDDIN
PROGAM STUDI TAFSIR HADIST
TAHUN AKADEMIK 2013
KAIDAH TENTANG MUJMAL DAN MUBAYYAN
I. PENDAHULUAN
Al-Quran merupakan sumber hukum bagi umat Islam sekaligus mu’jizat bagi Nabi Muhammad Saw yang diberikan oleh Allah Swt. Al-Quran berisi berbagai informasi keilmuan dan mengayomi segala bentuk kemaslahatan manusia Selain itu keotentikan isinya juga tidak bisa diragukan lagi. Semua yang terkandung di setiap ayat-ayatnya mengandung kebenaran dan tidak ada kesalahan sedikit pun.
Keindahan bahasanya sudah tidak dipungkiri lagi, mengungguli ahli-ahli bahasa mana pun di dunia. Bahasa Al Quran merupakan bahasa yang mengandung nilai kesusteraan yang sangat tinggi. Oleh karena itu, diperlukan kaidah-kaidah tertentu untuk memahami isi yang terkandung di dalamnya. Diantara kaidah-kaidah tersebut adalah memahami ayat-ayat yang terdapat pertanyaan dan jawaban.
Apabila kita perhatikan, banyak sekali di dalam Al quran ayat yang pasti maknanya, tetapi tidak sedikit juga ayat-ayat Al-Quran yang membutuhkan penjelasan dan penafsiran dalam memaknai ayat-ayat tersebut, oleh karena itu penulis mencoba untuk menjelaskan sedikit tentang : Mujmal Dan Mubayyan dalam Al-Qur’an.
II. RUMUSAN MASALAH.
1. Bagaimanakah definisi mujmal dalam al-qur’an.?
2. Bagaimanakah contoh-contoh mujmal dan mubayyan dalam al-qur’an.?
3. Bagaimana seorang mukallaf beramal dengan kaidah-kaidah mujmal dan mubayyan ?
4. Apa kaidah yang berhubungan dengan mujmal dan mubayyan ?
5. Apa macam-macan bayan terhadap mujmal?
III. PEMBAHASAN
A. Definisi Mujmal (المجمل) :
1. Mujmal secara bahasa : (المبهم والمجموع) mubham (yang tidak diketahui) dan yang terkumpul
Secara istilah : ما يتوقف فهم المراد منه على غيره، إما في تعيينه أو بيان صفته أو مقداره
“Apa yang dimaksud darinya ditawaqqufkan terhadap yang selainnya, baik dalam ta’yinnya (penentuannya) atau penjelasan sifatnya atau ukurannya.”
Contoh: lafadz yang masih memerlukan lainnya untuk menentukan maknanya:
kata ” rapat ” dalam bahasa Indonesia misalnya memiliki dua makna: perkumpulan dan tidak ada celah.
Contoh yang membutuhkan dalil lain dalam ta’yinnya : Firman Allah ta’ala :
وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلاثَةَ قُرُوءٍ
“Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’” (Al-Baqoroh : 228)
Quru’ (القرء) adalah lafadz yang musytarok (memiliki beberapa makna) antara haidh dan suci, maka menta’yin salah satunya membutuhkan dalil.
Contoh yang membutuhkan dalil lain dalam penjelasan sifatnya: Firman Allah ta’ala :
وَأَقِيمُوا الصَّلاة
“Dan dirikanlah sholat” (Al-Baqoroh : 43)
Maka tata cara mendirikan sholat tidak diketahui (hanya dengan ayat ini), maka membutuhkan penjelasan.
Contoh yang membutuhkan dalil lain dalam penjelasan ukurannya : Firman Alloh ta’ala :
وَآَتُوا الزَّكَاةَ
“Dan tunaikanlah zakat” (Al-Baqoroh : 43)
Ukuran zakat yang wajib tidak diketahui (hanya dengan ayat ini), maka membutuhkan penjelasan.
B. Definisi mubayyan (المبيَّن) :
Mubayyan secara bahasa (etimologi) : (المظهر والموضح) yang ditampakkan dan yang dijelaskan. Sedangkan secara terminologi Mubayyan adalah seperti yang didefinisikan oleh al-Asnawi sebagai berikut :
“Mubayyan adalah lafaz yang jelas (maknanya) dengan sendirinya atau dengan lafaz lainya”.
Ada yang mendifinisikan Mubayyan sebagai berikut:
ما يفهم المراد منه، إما بأصل الوضع أو بعد التبيين
“Apa yang dapat difahami maksudnya, baik dengan asal peletakannya atau setelah adanya penjelasan.”
Contoh yang dapat difahami maksudnya dengan asal peletakannya : lafadz langit (سماء), bumi (أرض), gunung (جبل), adil (عدل), dholim (ظلم), jujur (صدق). Maka kata-kata ini dan yang semisalnya dapat difahami dengan asal peletakannya, dan tidak membutuhkan dalil yang lain dalam menjelaskan maknanya.
Contoh yang dapat difahami maksudnya setelah adanya penjelasan :
Firman Alloh ta’ala :
اقيمو الصلاة وَآتُوا الزَّكَاةَ
“Dan dirikanlah sholat dan tunaikan zakat” (Al-Baqoroh : 43)
Maka mendirikan sholat dan menunaikan zakat, keduanya adalah mujmal, tetapi pembuat syari’at (Allah ta’ala) telah menjelaskannya, maka lafadz keduanya menjadi jelas setelah adanya penjelasan.
Dalam hubungannya dengan Mubayyan , maka dapat kita pahami ada tiga hal disini. Pertama adanya lafaz yang mujmal yang memerlukan penjelasan atau disebut Mubayan (yang dijelaskan). Kedua ada lafaz lain yang menjelaskan lafaz yang Mujmal tadi atau disebut Mubayyin (yang menjelaskan. Dan yang ketiga adanya penjelasana atau disebut Bayan.
C. Beramal dengan Dalil yang Mujmal:
Seorang mukallaf wajib bertekad untuk beramal dengan dalil yang mujmal ketika telah datang penjelasannya.
Nabi Muhammad Saw telah menjelaskankan semua syari’atnya kepada umatnya baik pokok-pokoknya maupun cabang-cabangnya, sehingga beliau meninggalkan ummat ini di atas syari’at yang putih bersih malamnya seperti siangnya, dan beliau tidak pernah sama sekali meninggalkan penjelasan (terhadap syari’at) ketika dibutuhkan.
Dan penjelasan Nabi shollallohu alaihi wa sallam itu berupa perkataan atau perbuatan atau perkataan dan sekaligus perbuatan (hadits)
Contoh penjelasan beliau shollallohu alaihi wa sallam dengan perkataan : Pengkhobaran beliau tentang nishob-nishob dan ukuran zakat, sebagaimana dalam sabdanya shollallohu alaihi wa sallam :
فيما سقت السماء العشر
“Apa-apa (pertanian) yang diairi dengan air hujan zakatnya adalah 1/10″
Sebagai penjelasan dari firman Alloh ta’ala yang mujmal :
وَآتُوا الزَّكَاةَ
“Dan tunaikanlah zakat” (Al-Baqoroh : 43).
Contoh penjelasan beliau shollallohu alaihi wa sallam dengan perbuatan : perbuatan beliau dalam manasik di hadapan ummat sebagai penjelasan dari firman Allah ta’ala yang mujmal :
وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْت
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah” (Ali Imron :97)
Dan demikian juga sholat kusuf (gerhana bulan) dengan sifat sholatnya, dalam kenyataannya hal ini merupakan penjelasan terhadap sabda Nabi shollallohu alaihi wa sallam yang mujmal :
فإذا رأيتم منها شيئاً فصلوا
“Jika kalian melihat sesuatu darinya maka sholatlah”. (Muttafaqun alaihi).
Contoh penjelasan beliau shollallohu alaihi wa sallam dengan perkataan dan sekaligus perbuatan : penjelasan beliau shollallohu alaihi wa sallam tentang tata cara sholat, sesungguhnya pejelasan beliau adalah dengan perkataan dalam hadits al-musi’ fi sholatihi (orang yang jelek dalam sholatnya), dimana beliau shollallohu alaihi wa sallam bersabda :
اذا قمت إلى الصلاة، فأسبغ الوضوء، ثم استقبل القبلة فكبر......…
“Jika engkau akan sholat maka sempurnakanlah wudhu, kemudian menghadaplah ke qiblat lalu bertakbirlah….”, al-hadits.
Dan penjelasan beliau adalah dengan perbuatan juga, sebagaimana dalam hadits Sahl bin Sa’ad As-Sa’idi rodhiyallohu anhu bahwa Nabi shollallohu alaihi wa sallam berdiri di atas mimbar lalu bertakbir (takbirotul ihrom), dan orang-orangpun bertakbir di belakang beliau sedangkan beliau berada di atas mimbar…., Al-Hadits, dan dalam hadits tersebut : “kemudian beliau menghadap kepada orang-orang dan berkata :
إنما فعلت هذا؛ لتأتموا بي، ولتعلموا صلاتي
“hanya saja aku melakukan ini supaya kalian mengikuti gerakanku dan supaya kalian mengetahui sholatku”.
D. Kaidah Yang Berhubungan Dengan Mujmal Dan Mubayyan
a. تَأْخِيْرُ الْبَيَانِ عَنِ وَقْتِ الْحَاجَةِ لاَيَجُوْزُ
Artinya’’Mengakhirkan penjasan pada saat dibutuhkan tidak dibolehkan’’
يا رسول ا لله انئ امراة استحاض فلا اطهر افادع الصلا ة فقال لها ص م . لا انما ذالك
عرق و ليست بالحيضة فاذا اقبلت الحيضة فدعى الصلاة و اذا ادبرت فاغسلى عنك الدم و صلى , ( متفق عليه Contoh:Ketika Fatimah binti hubaisy bertanya kepada rasulullah:’’ya rasulullah saya ini wanita yang berpenyakit (istihadhoh) yang belum mandi.apakah saya harus sholat’’nabi menjawab:Darah itu hannya keringat biasa bukan haid.Dari hadits ini dapat dipahami darah istikhadhoh tidak mewajibkan mandi besar.
b. تَأخِيْرُ البَيَانِ عَنْ وَقْتِ الخِطَابِ يَجُوْزُ
Artinya’’Mengahirkan penjelasan pada saat diperintahkan sesuatu dibolehkan’’
Contoh:perintah tentang sholat,puasa,zakat,dan haji.Semuanya dijelaskan secara bertahap dan mendetail.Tidak langsung dijelaskan tapi penjelasannya diakhirkan.
E. Macam-macam bayan (penjelasan) terhadap lafazh mujmal :
para Ulama Ushul membuat kategori daripada penjelasan atau Bayan tersebut. Ulama Syafiiyah membagi bayan kepada 7
macam sebagai berikut :
1. Penjelasan dengan perkataan ,
contohnya, Allah SWT menjelaskan lafaz سبعة ( tujuh ) pada surat al-Baqarah ayat 196, tentang jumlah hari puasa bagi yang tidak mampu membayar dam (hadyu) pada haji Tamattu’. Dalam bahasa Arab lafaz tujuh sering ditujukan kepada arti ‘banyak’ yang bisa lebih dari tujuh. Untuk menjelaskan ‘tujuh’ itu betul-betul tujuh maka Allah SWT mengiringi dengan firman-Nya “itu sepuluh hari yang sempurna”.
2. Penjelasan dengan mafhum perkataan,
contohnya, firman Allah SWT dalam surat al-Isra’ ayat 23, tentang larangan mengatakan اف”ah” kepada kedua orang tua. Mafhum dari ayat tersebut adalah melarang seseorang anak menyakiti orang tuanya, seperti memukul dan lain-lain, karena mengucapkan “ah” saja tidak boleh, apalagi memukul.
3. Penjelasan dengan perbuatan,
contoh. Rasulullah SAW menjelaskan perintah mendirikan shalat, dalam ayat al-Quran, lalu Rasulullah SAW mencontohkan cara melakukan shalat tersebut.
4. Penjelasan dengan Iqrar “pengakuan”
contohnya, Rasulullah melihat Qayis shalat dua raka’at sesudah shalat Subuh, maka Rasulullah bertanya kepada Qayis, lalu Qayis menjawab dua raka’at itu adalah shalat sunat fajar. Rasulullah tidak melarang. Ini menunjukkan dibolehkan shalat sunat sesudah shalat Subuh.
5. Penjelasan dengan Isyarat,
contohnya penjelasan Rasulullah SAW tentang jumlah hari dalam satu bulan. Beliau mengangkat kesepuluh jarinya tiga kali, yakni 30 hari. Kemudian mengulanginya sambil membenamkan ibu jarinya pada kali yang terakhir. Maksdunya bahwa bulan itu kadang-kadang 30 hari atau kadang-kadang 29 hari.
6. Penjelasan dengan tulisan,
contohnya Rasulullah SAW menyuruh juru tulis beliau menuliskan hukum-hukum mengenai pembagian harta warisan dan lain-lain.
7. Penjelasan dengan qiyas,
contohnya Rasulullah SAW menjawab seorang penanya melakukan haji untuk ibunya yang sudah meninggal. Rasullullah bertanya, ‘bagaimana kalau ibumu punya hutang, apa kamu bisa membayarnya?. Hadits tersebut menqiyaskan mengganti haji orang tua dengan membayar hutangnya.
Apabila terdapat perkataan mujmal baik dalam qur’an maupun hadits, maka kita tidak menggunakannya, sehingga dating penjelasan. Seperti kata salat, zakat, haji, dan lain-lain yang dijelaskan oleh Nabi SAW. Tentang cara-cara melakukannya. Demikian pula tentang batas-batas harta yang terkena zakat.
f. Hikmah menggunakan mujmal
Mujmal adalah salah satu bagian dari mutasha}bi>h. lafad mujmal memiliki beberapa faidah yang sangat besar manfaatnya diantaranya ialah[6]:
1. Mengandung hikmah yaitu menguji, merangsang akal untuk berpikir bagi setiap orang yang memikirkanya
2. Memperoleh derajat ilmu serta mendapat kemuliaanya
3. Memperlihatkan kadar jerih payah dalam mencari kebenaran
4. Menambah ketenangan hati (iman) karena akan mengetahui bahwa al-quran benar-benar berasal dari Allah SWT.
IV. KESIMPULAN
Dari penjelasan sedikit diatas Dapat kita simpulkan,
1. Mujmal secara bahasa : (المبهم والمجموع) mubham (yang tidak diketahui) dan yang terkumpul.
2. Mujmal dapat dijelaskan sebagai berikut. Pertama, al-Mujmal adalah lafazh atau kata yang tidak jelas ( global ) artinya. Kedua disamping tidak jelas artinya, tidak pula terdapat petunjuk atau qorinah yang menjelaskan arti global dari kata tersebut. Jadi ketidak jelasan atau kesamaran arti kata al-Mujmal berasal dari kata itu sendiri bukan karena factor eksternal dari luar kata tersebut. Ketiga, jalan untuk mengetahui maksud Mujmal tidak dalam batas kemampuan akal manusia, tetapi satu-satunya jalan untuk memahami adalah melalui penjelesan dari yang me-mujmalkan atau dalam hal ini Syari’.
3. Ulama Ushul fiqih sependapat bahwa lafaz yang Mujmal tidak bisa dijadikan sebagai hujjah, sebelum ada dalil lain yang menjelaskannya.
4. Mubayyan secara bahasa : (المظهر والموضح) yang ditampakkan dan yang dijelaskan.
5. Menurut istilah Ulama Ushul fiqih Mubayyan adalah apa yang dapat difahami maksudnya, baik dengan asal peletakannya atau setelah adanya penjelasan.
6. Ulama Ushul fiqh sependapat bahwa tidak boleh ada penundaan bayan dari waktu pelaksanaannya. Alasannya, tidak mungkin Allah SWT mengungkap suatu hukum yang mujmal kemudian masuk waktu pelaksanaannya, sementara bayan terhadap hukum yang mujmal itu belum ada. Hal ini tidak pernah dan tidak akan dijumpai dalam syari’at Islam.
7. Lafaz Mujmal yang telah diberi penjelasan tidak lagi dikategorikan lafaz yang mubham.
V. PENUTUP
Mungkin sedikit pemaparan yang bisa kami uraikan perihal tentang Mujmal dan Mubayyan, pada dasarnya sangatlah banyak kaidah-kaidah tentang itu,dan jika di uraikan pastilah banyak sekali. Akan tetapi hanya sedikit yang bisa kami sajikan untuk para pembaca, semoga bermanfaat dan menambah wawasan lagi buat kita, dan akhirnya, kritik dan saran dari semua selalu kami nantikan selalu, wallahu a‘lam
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar