Sahabat Cerpi pada kesempatan kali ini CeramahPidato.Com akan berbagi artikel mengenai Ceramah Puasa 2015 atau Ceramah Ramadhan 1436 H, judulnya adalah Masyarakat Madani Dalam Perspektif Quran, simaklah.
Seperti halnya term ilmia lainnya, istilah dan konsep masyarakat madani (MM) menjadi objek pembahasan kontroversial. Di antara pakar muslim memandang bahwa masyarakat madani awal (zaman Rasul dan Khulafa Rasyidin). Misalnya, Mun’im A. Sirry yang mengindentikkan masyarakat Madani dengan menerjemahkan karya Dr. Akram Dhiyauddin Umar yang berjudul Madinan society at the Time of the prophet, In Charcteristic and Organisation dengan judul masyarakat madani.demikian pula Nurcholish Madjid yang juga memandangkan MM dengan civil society. Beberapa penulis lainnya membedakan antara keduanya secara tajam. Misalnya Muhammad Hikam As.
Untuk memperoleh tambahan gambaran yang mungkin lebih memperluas, berikut beberapa aspek kajian konsep masyarakat Madani.
Madani dan Madinah
Di antara Alquran kata madinah dipergunakan 17 kali. Dengan menelusuri ayat-ayat tersebut dapat diketahui bahwa kata (الْمَدِينَةِ) tidaklah khusus merujuk kepada kota Madinah Rasul saw. (QS. Al-Taubah: 101,120:QS. Al-Ahzab: 60;QS Al-Munafiqun:8), tetapi juga merujuk kepada ibu kota Mesir zaman Musa (QS Al-A’raf:123; QS Al-Qashash: 15,18 dan 20;QS Al-Hijr:67); kota Diksus atau Antakiah (QS Al-Kahf:82); ibu kota Tsamud (QS Al-Naml:48); ini memberikan isyarat bahwa makna madaniah dapat ditelusuri lebuh jauh dengan memperhatikan makna dasarnya. Dalam Alquran ditemukan pula kata madyan yang berakar kata dari kata yang bermakna ‘’menaati, melayani, mambalas, memberi utang’’ dan menjadi sumber kata din (aturan agama) dan dayn (utang). Menilik bentuknya, kata tersebut adalah isim makan (nama yang menunjukkan tempat), dan hal ini dapat diartikan dengan makna ‘’tempat komunitas yang mengikuti dan menaati aturan-aturan atau agama’’. Kata Din sendiri dalam Alquran tidak dikhususkan dengan konsep Islam, tetapi juga mencakup aturan-aturan yang hidup dan ditaati dalam masyarakat.
Dari sini dapat dikemukakan bahwa identifikasi masyarakat Madani dengan masyarakat Yasnrib zaman Rasulullah saw atau zaman Khulafa Rasyidin masih perlu dipertanyakan akurasinya. Demikian pula halnya penegasan bahwa negara Madani wujud nyata untuk pertama kalinya dalam sejarah Umat manusia merupakan hasil usaha utusan Tuhan untuk Akhir Zaman, Nabi Muhammad saw. Meskipun begitu, masyarakat Yasrib tersebut dapat diterima sebagai masyarakat Madani yang paling baik (ideal) dan yang teburuk adalah masyarakan jahiliyah seperti masyarakat di bawah pemerintahan Fir’aun zaman Musa as. Juga masyarakat arab pra-Islam. Ini berimplikasi bahwa masyarakat Madani bukanlah suatu masyarakat statis, tetapi mengalami dinamika perkembangan dan kemunduran. Perkembangan terjadi melalui reformasi yang dilaksanakan oleh para Rasul dan mencapai titik ideal pada masa Nabi Muhammad saw. Masyarakat ideal tersebut mengalami kemunduran menjelang berakhirnya pemerintahan Khulafa Rasyidin.
Pada sisi lain, masyarakat madani juga disamakan dengan civil society yang bermakna masyarakat berperadaban. Dalam hal ini, madaniah diartikan bahwa peradaban (al-hadharah). Konsep civil society diketahui bersumber dari Yunani, khususnya negara Athera yang diperintah secara demokrasi oleh warga sipil dan ini berhadapan dengan negara Spata yang diperintah kekuatan militer. Dengan begitu tentu sajaa konsep sivil society dapat disamakan secara mutlak dengan masyarakat madani.
Hubungan antar civil society dalam arti masyarakat berperadaban (madani) dengan masyarakat madani dapat dipahami jika kata din diartikan ketaatan pada aturan-aturan yang hidup dalam masyarakat seperti dikemukakan. Konsep-konsep yang terkandung di sini adanya tertib sosial politik dan masyarakat yang disiplin berdasarkan kesadaran bukan karena tekanan kekuasaan penguasa.
Dalam istilah Alquran, masyarakat madani-seperti yang dikehendaki Islam-adalah masyarakat sentosa dan sejahtera atau tatatentram kartaraharja. Ungkapan ini ditemukan dalam Q.s Sabba’34:15 dan memberikan gambaran keadaan negara Saba yang di perintah oleh Nabi Sulaiman bersama permainsurinya. Namun, setelah pemerintahan mereka berlalu, masyarakat meninggalkan aturan-aturan dan ajaran agama sehingga kemudian mereka dihancurkan Tuhan.
Indikator masyarakat tersebut adalah keserasian kehidupan, kebajikan dan keadilan. Allah swt. Berfirman di dalam Q.s Al-Nahl 16:90-95
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ ۚ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
وَأَوْفُوا بِعَهْدِ اللَّهِ إِذَا عَاهَدتُّمْ وَلَا تَنقُضُوا الْأَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمُ اللَّهَ عَلَيْكُمْ كَفِيلًا ۚ إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُونَ
وَلَا تَكُونُوا كَالَّتِي نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِن بَعْدِ قُوَّةٍ أَنكَاثًا تَتَّخِذُونَ أَيْمَانَكُمْ دَخَلًا بَيْنَكُمْ أَن تَكُونَ أُمَّةٌ هِيَ أَرْبَىٰ مِنْ أُمَّةٍ ۚ إِنَّمَا يَبْلُوكُمُ اللَّهُ بِهِ ۚ وَلَيُبَيِّنَنَّ لَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَا كُنتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ
وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَٰكِن يُضِلُّ مَن يَشَاءُ وَيَهْدِي مَن يَشَاءُ ۚ وَلَتُسْأَلُنَّ عَمَّا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
وَلَا تَتَّخِذُوا أَيْمَانَكُمْ دَخَلًا بَيْنَكُمْ فَتَزِلَّ قَدَمٌ بَعْدَ ثُبُوتِهَا وَتَذُوقُوا السُّوءَ بِمَا صَدَدتُّمْ عَن سَبِيلِ اللَّهِ ۖ وَلَكُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
وَلَا تَشْتَرُوا بِعَهْدِ اللَّهِ ثَمَنًا قَلِيلًا ۚ إِنَّمَا عِندَ اللَّهِ هُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
Yang artinya:
Ayat-ayat di atas menunjukkan bahwa allah menegaskan empat perintah dan empat larangan-Nya, yaitu 1) perintah berbuat adil berhadapan larangan berbuat kekejian, 2) perintah berbuat kebajikan terhadap larangan berbuat kemungkaran,3) perintah memenuhi hak-hak kerabat terhadap larangan pembangkangan dan 4). Perintah memenuhi perintah Tuhan berhadapan larangan merusak perjanjian tersebut dengan jalan merusak sumpah yang dikuatkan dengan nama Allah; merusak persatuan yang telah dikokohkan dan menjual perjanjian Tuhan dengan harga murah (kehidupan duniawi).
Lebih lanjut, tujuan yang hendak dicapai dapat terwujud dengan tiga langkahstrategis: 1) tegaknya pemerintahan yang stabil dan 2) aktualisasi kehidupan beragama dan 3) mewujudkan dan memelihara kedamaian. Hal ini dapat dilihat di dalam Q.s . al-Nur 24:55, berbunyi:
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا ۚ يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا ۚ وَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
Yang artinya:
Di sini Allah memberikan janji kepada orang-orang beriman dan beramal saleh untuk memperoleh istikhlaf di bumi, dan kemantapan kehidupan beragama serta kedamaian. Dari ayat ini dipahami bahwa ketiga unsur tersebut merupakan strategi untuk mencapai asasi dan kodrati kehidupan manusia, yakni beribadah kepada Allah tanpa menyekutukannya dengan sesuatu. Dengan kata lain ketiga langkah strategis ini sekaligus merupakan tujuan antara bagi kehidupan manusia.
Hal lain yang perlu ditegaskan adalah adanya anggapan bahwa dalam konsep ini, masyarakat bersifat majemuk (pluralisme), tidak berkaitan dengan negara dan berada di liar sistem pemerintahan/negara. Dengan begitu ia sebagai obyek dan juga pengawas yang berdiri di hadapan pemerintah. Tentu saja hal ini perlu diklarifikasi. Kare apa yang terlihat dalam masyarakat Yasrib (medinah) tidak mendukungnya.
Bagaiman struktur masyarakat madinah dapat diketahui dari dua klausu; pertama piagam madinah. Klausul berdasarkan aturan-atiran yang di sampaikan oleh Rasulullah saw. Mere itu terdiri atas kaum muslimin Quraisy dan Anshar serta orang-orang (Yahudi) yang bergabung dengan mereka. Sedangkan klausul 2 menyatakan bahwa warga masyarakat madinah adalah satu umat (komunitasi) berhadapan umat lainnya.
Kedua klusul ini ternyata mengandung dua asas kemasyarakatan: asas kesatuan dan asas keragaman. Asas kesatuan bertumpu pada aturan-aturan agama yang dibawah oleh Rasulullah saw. Sedangkan asas keragaman berdasarkan keragaman etnis dan kultur mereka. Dengan ungkapan lain berhadapan dengan dunia luar warga masyarakat madinah adalah satu kesatuan, tetapi ke dalam, keberadaan kelompok-kelompok etnis dan kultur tetap diakui. Di antara kedua asas tersebut, maka asas kesatuan yang lebih mendasar dibanding dengan asas keragaman. Hal itu terlihat ketika kau Yahudi menyalahi perjanjian, dalam hal ini ketaatan kepada tertib hukum yang ada, maka Rasulullah mengusir mereka keluar lingkungan madinah.
Di dalam Alquran asas kesatuan-dengan ungkapan persaudaraan-ditemukan dalam Q.s. Al-Hujurat 49:10, berbunyi:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Yang artinya:
Ayat tersebut menegaskan bahwa orang-orang beriman itu bersaudara, karena itu wajib sesama mereka memelihara dan memperbaiki hubungan yang ada di antara mereka. Dalam ayat yang lain ditegaskan larangan memushui orang-orang yang beriman, shalat dan menunaikan zakat karena mereka itu adalah saudara sendiri.
Sedangkan asas beragama bertumpuk pada etnis ditemukan dalam Q.s. al-Hujurat 49;13, berbunyi:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Yang artinya:
Ayat ini menegaskan pengakuan Alquran atas adanya kebangsaan dan kekuatan yang berbeda agar manusia dapat bergaul satu sama lain dengan baik. Meskipun begitu kedudukan yang mulia dalam pandangan dan hukum Tuhan adalah ketakwatan.
Penutup
Sebagai penutup tulisan ini, beberapa kesimpulan dapat dikemukakan sbb:
Masyarakat madani sebagai istilah masih perlu di kaji ulang untuk kepentingan operasionelisasi ke dalam wujud nyata. Kenyataan menunjukkan istilah tersebut dipergunakan dala berbagai konsep yang berbeda, bahkan kontradik. Lebih-lebih lagi jika istilah masyarakat madani dipadankan dengan civil society, yang meskipun memiliki kemiripan tetapi juga memiliki perbedaan.
Masyarakat madani-sepanjang kajian ini – adalah masyarakat yang prikehidupannya bertujuan kesejahteraan dan kesentosan bagi warganya. Untuk mencapai tujuan tersebut masyarakat madani memiliki kemandirian, bebas dari penguasaan masyarakat lainnya dan berupa menegakkan tertib hukum secara mantap dan dinamis.
Masyarakat madani yang ideal diatur berdasarkan norma-norma agama dan hukum qanuni. Karena itu ia adalah sebuah kesatuan umat. Meskipun begitu, Islam mengakui dan menghargai keragaman (pluralitas) dan memberikan kedudukan dan hak seimbang dengan kewajiban masing-masing warga.
Untuk mewujudkan masyarakat madani seperti yang diidamkan Indonesia Baru perlu kesediaan pimpinan umat untuk tampil sebagai rabbani, pemimpin yang mengendalikan masyarakat dengan memiliki dua kriteria: a) kemampuan ilmiah yang utuh (kognitif,afektif dan motoris) dan b) komitemen terhadap kesejahteraan rakyat; dan dengan meninggalkan sifat-sifat yang bukan saja tidak sejalan tetapi bertentangan dengan Alquran dan hadis sehingga mamiliki akhlak katakwaan dan menjauhi kedurhakaan.[cp]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar