Pendahuluan
Secara
garis besar, sebagaimana perkembangan awalnya, perjalanan tasawuf dalam
menuju kemapanannya tidak lepas dari pengaruh agama-agama filsafat dan
budaya di setiap zaman yang berbeda-beda. Oleh karenanya, para peneliti
membaginya menjadi tiga bagian: tasawuf dieni, tasawuf falsafi dan
tasawuf dieni wa falsafi atau tasawuf falsafi wa dieni.
Disebut tasawuf dieni, karena nampak di dalamnya perpaduan antara agama-agama, baik agama-agama samawi ataupun agama-agama kuno belahan Timur.Sedangkan tasawuf falsafi, tasawuf yang sudah dikenal di belahan timur dan belantara khazanah filsafat Yunani dan Eropa di zaman pertengahan dan modern.Adapun tasawuf ketiga merupakan campuran antara tasawuf agama-agama dan tasawuf falsafi. (Sayyid Muhammad ‘Aqîl bin ‘Ali al-Mahdali, hal. 31).Kemudian para peneliti tasawuf mengembangkan lebih rinci lagi mengenai pembagian ini, dimana dalam konteks Islam, tasawuf dibagi lagi menjadi empat bagian: tasawuf sunni, tasawuf falsafi, tasawuf salafi dan tasawuf amali atau tasawuf ashhâbut thuruq.(Lihat Sayyid Muhammad ‘Aqîl, hal. 32)
Disebut tasawuf dieni, karena nampak di dalamnya perpaduan antara agama-agama, baik agama-agama samawi ataupun agama-agama kuno belahan Timur.Sedangkan tasawuf falsafi, tasawuf yang sudah dikenal di belahan timur dan belantara khazanah filsafat Yunani dan Eropa di zaman pertengahan dan modern.Adapun tasawuf ketiga merupakan campuran antara tasawuf agama-agama dan tasawuf falsafi. (Sayyid Muhammad ‘Aqîl bin ‘Ali al-Mahdali, hal. 31).Kemudian para peneliti tasawuf mengembangkan lebih rinci lagi mengenai pembagian ini, dimana dalam konteks Islam, tasawuf dibagi lagi menjadi empat bagian: tasawuf sunni, tasawuf falsafi, tasawuf salafi dan tasawuf amali atau tasawuf ashhâbut thuruq.(Lihat Sayyid Muhammad ‘Aqîl, hal. 32)
1. Tasawuf Qur’ani
Karena
tasawuf merupakan jalan menuju Allah,untuk mendekatkan diri kepada
Allah,maka rujukan pertama dan terutama yang harus dilihat adalah
Alqur’an yang merupakan surat cinta dari Allah untuk umat manusia.
Dengan memahami nilai-nilai yang ada dalam Alqur’an dan
mengaplikasikannya dalam kehidupan maka di harapkan seseorang itu akan
lebih dekat dengan Allah. Tasawuf yang mengacu kepada nilai-nilai
alqur’an dalam usahanya untuk mendekatkan diri kepada Allah disebut
Tasawuf Qur’ani.
Sahl
at-Tusturi pernah mengatakan: “Pokok ajaran kami adalah berpegang teguh
kepada Al-Qur’an, mengamalkan sunnah, makan makanan yang halal,
mencegah menyakiti orang lain, menjauhi yang tidak baik, bertaubat dan
menunaikan hak-hak. Lalu Imam an-Nawawi mengatakan: “Pokok ajaran
tarikat tasawuf ada lima: bertakwa kepada Allah baik tersembunyi ataupun
terang-terangan, mengikuti sunnah baik perkataan ataupun perbuatan,
berpaling dari akhlak tercela dihadapan atau dibelakang, ridha terhadap
pemberian Allah sedikit ataupun banyak dan kembali ke jalan Allah dalam
suka dan duka. Imam Ahmad pun menasihati anaknya (Abdullah bin Ahmad):
“Wahai anakku wajib bagimu duduk bersama mereka, yaitu suatu kaum yang
dapat memberikan kepada kita banyaknya ilmu, taqarrub kepada Allah
(murâqabah), timbulnya rasa takut, hidup zuhud dan tingginya cita-cita,
seraya beliau mengatakan: “Lâ a’lamu aqwâman afdhalu minhum” (aku tidak
tahu ada kaum yang lebih utama daripada mereka).” (Sayyid al-Murâbith
bin Abdurrahman al-Abyîri, Al-Firaqul Islâmiyyah bainal Qadîm wal
Hadîts, 2007, hal. 148)
2. Tasawuf Sunni
Asketisme(zuhud)
adalah cikal bakal tumbuhnya tasawuf,sedangkan kemunculan asketisme
sendiri adalah bersumber dari ajaran islam. Pemahaman dan pengalaman
asketisme yang berkembang sejak abad pertama hijriah,benar-benar
berdasarkan islam,baik yang bersumber dari Alqur’an,Sunnah maupun
kehidupan sahabat nabi.
Asketisme
yang tadinya tidak lebih dari sesuatu yang bersifat praktis dalam
kehidupan,kemudian berkembang menjadi konsep-konsep yang
sistematis-teoritis dengan tetap berpegang teguh kepada Alqur’an dan
Sunnah serta kehidupan para sahabat. Di sisi lain,asketisme sebagai ide
yang berakar pada ajaran islam,lebih terfokus pada pembicaraan dan
pembinaan moral,baik moral kepada Allah maupun moral kepada diri sendiri
serta kepada sesama umat manusia.
Sulit
dipastikan waktu yang tepat tentang kapan peralihan asketisme ke
sufisme,tetapi yang pasti,bahwa sufisme yang awal adalah sufisme yang
tetap konsisten dan komitmen dengan prinsip-prinsip islam. Oleh karena
sifat-sifatnya yang demikian maka tasawuf tipe yang awal dapat diterima
sebagian besar ulama terutama para ulama yang tergolong Ahlusunnah.
Inilah salah satu sebab tasawuf tipe ini dinamakan tasawuf sunni.
Yang
dimaksud tasawuf sunni adalah tasawuf yang dibatasi sumber
pengambilannya dari kitabullâh dan sunnah, dimana mereka menyelaraskan
segala sesuatu atas pertimbangan keduanya. Maka tidak salah kalau
dikatakan pertimbangan tasawufnya adalah pertimbangan syari’ah.Bermula
dari hidup zuhud, lalu menjadi seorang shûfi dan berhenti pada akhlak.
Gambaran puncak tasawuf ini disempurnakan oleh Abu Hamid al-Ghazali,
maka jadilah tasawuf ini bagian dari thariqat ahlus sunnah wal
jama’ah.Sejauh mana tasawuf ini menjadikan sumber ajaran?, kalaulah
istilah ini disetujui, maka akan ditemukan ayat-ayat Al-Qur’an yang
mengisyaratkan bahwa ‘negeri akhirat lebih baik dibandingkan dunia.’
Demikian pula dengan hadits-hadits Rasulullah mengenai pentingnya zuhud,
dimana zuhud merupakan elemen dasar (the basic element) metodologi umum
pendidikan seorang muslim. (Lihat Muhammad as-Sayyid al-Galind dalam
Min Qadhaya at-Tasawuf fî Dhauil Kitâb was Sunnah)
Diantara sufi yang berpengaruh dari aliran tasawuf sunni dengan pokok-pokok ajarannya ialah sebagai berikut
· Hasan Al Bashri
Dasar
pendiriannya yang paling utama adaalah zuhud terhadap kehidupan dunawi
sehingga ia menolak segala kesenangan dan kenikmatan duniawi.
· Rabiah Al Adawiyah
Ia
merupakan orang pertama yang mengajarkan al hubb dengan isi dan
pengertian yang khas tasawuf.Cinta murni kepada Tuhan merupakan puncak
ajarannya dalam tasawuf yang pada umumnya dituangkan melalui syair-syair
dan kalimat-kalimat puitis.
· Dzu Al Nun Al Misri
Jasanya
yang paling besar dan menonjol dalam dunia tasawuf adalah sebagai
peletak dasar tentang jenjang perjalanan sufi menuju Allah,yang disebut
Al maqomat. Beliau banyak memberikan petunjuk arah jalan menuju
kedekatan dengan Allah sesuai dengan Pandangan sufi.
· Abu Hamid Al-Ghazali
Inti
tasawuf Al Ghazali adalah jalan menuju Allah atau ma’rifatullah. Oleh
karena itu,serial Al maqomat dan al ahwal,pada dasarnya adalah rincian
dari metoda pencapaian pengetahuan mistis.
3. Tasawuf ‘Amali
Yang
disebut tasawuf ‘amali adalah Keseluruhan rangkaian amalan lahiriah dan
latihan olah batiniah dalam usaha untuk mendekatkan diri kepada
Allah,yaitu dengan melakukan macam-macam amalan yang terbaik serta
cara-cara beramal yang paling sempurna. Menurut para sufi,ajaran agama
itu mengandung dua aspek,lahiriah dan bathiniyah. Secara rinci,kedua
aspek tersebut dibagi kedalam empat bidang sebagai berikut:
a) Syari’at,diartikan
sebagai kualitas amalan lahir formal yang ditetapkan dalam ajaran agama
melalui Alqur’an dan Sunnah. Syari’at adalah hukum-hukum formal atau
amalan lahiriah yang berkaitan dengan anggota jasmaniah
manusia,sedangkan syari’at sebagai fiqih dan syari’at sebagai tasawuf
tidak dapat dipisahkan karena yang pertama adalah sebagai wadahnya dan
yang kedua sebagai isinya. Kerna itu ditegaskan, Seorang yang salik
tidak mungkin memperoleh ilmu batin tanpa mengamalkan secara sempurna
amalan lahiriahnya.
b) Thariqot,kalangan
sufi mengartikan thariqat sebagai seperangkat serial moral yang menjadi
pegangan pengikut tasawuf dan dijadikan metoda pengarahan jiwa dan
moral.
c) Hakikat,dalam
dunia sufi hakikat diartikan sebagai aspek bathin dan dari
syari’at,sehingga dikatakan hakikat adalah aspek yang paling dalam dari
setiap amal,inti dan rahasia dari syariat yang merupakan tujuan
perjalanan salik.
d) Ma’rifat,berarti
pengetahuan atau pengalaman. Dalam istilah tasawuf,diartikan sebagai
pengenalan langsung tentang Tuhan yang diperoleh melalui hati sanubari
sebagai hikmah langsung dari ilmu hakikat.
Ada
pula pendapat yang menyatakan bahwa Yang dimaksud tasawuf ‘amali,
adalah pola tasawuf yang dilakukan para penganut tarekat (ashhâbut
turuq) seperti mengedepankan mujâhadah, menjauhkan sifat tercela,
memutuskan hubungan dengan yang lain dan menghadap Allah dengan sepenuh
cita-cita.
Dalam pelaksanaannya, ada beberapa kaidah dan adab yang dirinci secara klasikal seperti hubungan murid dengan gurunya, ‘uzlah, khalwat, al-jû’ (berlapar-lapar), as-sahr (bermalam-malam/ begadang), as-shumt (berdiam diri) dan dzikir
Dalam pelaksanaannya, ada beberapa kaidah dan adab yang dirinci secara klasikal seperti hubungan murid dengan gurunya, ‘uzlah, khalwat, al-jû’ (berlapar-lapar), as-sahr (bermalam-malam/ begadang), as-shumt (berdiam diri) dan dzikir
4. Tasawuf Akhlaqi
Pada
mulanya tasawuf itu ditandai dengan ciri-ciri psikologis dan
moral,yaitu pembahasan analisis tentang jiwa manusia dalam upaya
menciptakan moral yang sempurna. Dalam pandangan sufi,ternyata manusia
depedensia kepada hawa nafsunya. Manusia dikendalikan oleh
dorongan-dorongan nafsu pribadi,bukan manusia yang mengendalikan hawa
nafsunya. Kenikmatan hidup di dunia menjadi tujuan,bukan lagi sebagai
jembatan emas menuju kebahagiaan sejati.efek dari pandangan hidup
seperti ini emnuju kearah pertentangan manusia dengan sesama
manusia,sikap ethnosentrisme,egoisme,persaingan tidak sehat,sehingga
manusia lupa kepada eksistensialnya sebagai hamba Allah. Karena ekspresi
manusiawinya sebagian besar dihabiskan untuk persoalan-persoalan duniawi,menyebabkan ingatan dan perhatiannya jauh dari Tuhan..
Menurut
orang sufi,Untuk merehabilitir sikap mental yang tidak baik tidak akan
berhasil apabila terapinya hanya dari aspek lahiriah saja. Itulah
sebabnya,pada tahap-tahap awal memasuki kehidupan tasawuf,seorang
kandidat diharuskan melakukan amalan dan latiha yang cukup
berat,tujuannya adalahuntuk menguasai hawa nafsu,untuk menekan hawa
nafsu sampai ke titik terendah dan bila memungkinkan mematikan hawa
nafsu itusama sekali.
Sistem pembinaan akhlak itu mereka susun sebagai berikut:
v Takhalli,yakni mengosongkan diri dari sikap ketergantungan terhadap duniawi
v Tahalli,membiasakan diri dengan sifat dan sikap serta perbuatan yang baik
v Tajalli,terungkapnya nur gaibbagi hati
v Munajat,melaporkan diri kehadirat Allah atas segala aktifitas yang dilakukan
v Zikrul maut,ingatan yang berkepanjangan tentang mati akan memancing rasa keTuhanan yang semakin dalam.
Tokoh-tokohnya tasawuf akhlaki ini antara lain:
- Haris Al Muhasabi(w.243 H) adalah salah seorang sufi yang populer dalam pembahasan tasawuf akhlaki melalui konvergensi antara
syariat dan akhlak. Ia menegaskan bahwa segala sesuatu mempunyai
substansi,substansi manusia dan akal budi yang disertai moralitas dan
substansi akal adalah kesabaran.
- Al Sirri Al Saqathi( w.257 H) pendapatnya yang populer ialah
bahwa kekuatan yang paling tangguh ialah kemampuan mengendalikan diri.
Seseorang yang mampu mengendalikan dirinya ,niscaya tidak akan sanggup
mengendalikan orang lain.
- Al Kharraj(
w.277 H) ,orang pertama yang menulis konsep-konsep dasar tentang
sifat-sifat terpuji yang kemudian menjadi rujukan sufi-sufi selanjutnya.
- Sahl Al Tutsuri ( w. 293 H) dengan ajarannya yang rinci tentang ikhlash serta hal-hal yang merusak perbuatan.
5. Tasawuf Salafi
Yang
dimaksud tasawuf salafi adalah tasawuf yang digagas oleh sekumpulan
tokoh ulama salaf seperti Ibnu Taimiyyah dan muridnya Ibnu Qayyim
al-Jauziyyah. Corak tasawuf ini menyerupai tasawuf sunni dalam segala
urusannya, terutama dalam pentingnya berpegang terhadap kitâbullah dan
sunnah, serta dalam hal tercelanya faham ittihad, hulul, wihdatul wujud,
maqâmat dan ahwal.
Sebenarnya, istilah tasawuf salafi merupakan istilah pembelaan dari kelompok shûfi yang ingin menegaskan bahwa tidak benar orang yang berpendapat bahwa sumber tasawuf itu berasal dari luar Islam dengan mengedepankan Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Qayyim sebagai tokoh penggagasnya, sehubungan keduanya merupakan tokoh puritanisme Islam. Hal ini dapat dilihat dari pembelaan Syaikh Muhammad Zaki Ibrahim (pendiri dan syaikh tarikat al-‘Asyirah al-Muhammadiyah al-Syadziliyyah dan komisi pembaruan sufi serta ikatan tarikat-tarikat yang ada di Mesir). Menurutnya: “Dasar-dasar tasawuf terdapat dalam Al-Qur’an dan sunnah. Hal ini tak dapat dipungkiri, bahkan oleh mereka yang agak minim tentang Islam. Tak ada seorang pun dari kalangan Muslim yang mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah hasil kutipan dari kitab suci Budha, Majusi, dan Rahbaniyyah. Pendapat yang mengatakan bahwa tasawuf bersumber dari ajaran selain Islam adalah sebuah pendapat yang sembrono, berlebih-lebihan dan penuh kebohongan.Jika yang dimaksud dengan tasawuf adalah filsafat yang asing dari akidah dan syari’at, maka hal tersebut memang benar, namum filsafat tersebut tidak ada hubungannya dengan tasawuf Islami.Jika ada yang menjadikan mereka (para ahli filsafat) sebagai dasar untuk menghujat dan menghukumi kesesatan tasawuf dengan sebab kesesatan perilaku beberapa oknum yang mengatas namakan tasawuf, maka hal tersebut merupakan sebuah pemutar balikan fakta yang sebenarnya. Menghukumi seseorang atas kesalahan orang lain adalah satu perbuatan yang tercela.” (Lihat Muhammad Zaki Ibrahim, Tasawuf Salafi, 2002, hal.13)
Sebenarnya, istilah tasawuf salafi merupakan istilah pembelaan dari kelompok shûfi yang ingin menegaskan bahwa tidak benar orang yang berpendapat bahwa sumber tasawuf itu berasal dari luar Islam dengan mengedepankan Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Qayyim sebagai tokoh penggagasnya, sehubungan keduanya merupakan tokoh puritanisme Islam. Hal ini dapat dilihat dari pembelaan Syaikh Muhammad Zaki Ibrahim (pendiri dan syaikh tarikat al-‘Asyirah al-Muhammadiyah al-Syadziliyyah dan komisi pembaruan sufi serta ikatan tarikat-tarikat yang ada di Mesir). Menurutnya: “Dasar-dasar tasawuf terdapat dalam Al-Qur’an dan sunnah. Hal ini tak dapat dipungkiri, bahkan oleh mereka yang agak minim tentang Islam. Tak ada seorang pun dari kalangan Muslim yang mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah hasil kutipan dari kitab suci Budha, Majusi, dan Rahbaniyyah. Pendapat yang mengatakan bahwa tasawuf bersumber dari ajaran selain Islam adalah sebuah pendapat yang sembrono, berlebih-lebihan dan penuh kebohongan.Jika yang dimaksud dengan tasawuf adalah filsafat yang asing dari akidah dan syari’at, maka hal tersebut memang benar, namum filsafat tersebut tidak ada hubungannya dengan tasawuf Islami.Jika ada yang menjadikan mereka (para ahli filsafat) sebagai dasar untuk menghujat dan menghukumi kesesatan tasawuf dengan sebab kesesatan perilaku beberapa oknum yang mengatas namakan tasawuf, maka hal tersebut merupakan sebuah pemutar balikan fakta yang sebenarnya. Menghukumi seseorang atas kesalahan orang lain adalah satu perbuatan yang tercela.” (Lihat Muhammad Zaki Ibrahim, Tasawuf Salafi, 2002, hal.13)
6. Tasawuf Falsafi
Yang
dimaksud dengan tasawuf falsafi adalah yang bercampur didalamnya antara
dzauq shûfiyyah dan nadzhar ‘aqliyyah (perasaan terdalam kaum shûfi dan
nalar akal/ filsafat) dengan sumber yang berbeda-beda.Ini merupakan
pendapatnya Abul Wafa’ al-Ghanîmi at-Taftâzani, sedangkan DR.‘Ali Sami
an-Nasyâr berpendapat bahwa tasawuf ini merupakan campuran antara
makna-makna Islam dan falsafat kuno yang dalam falsafat zhahirnya
Islami, sementara dalamnya tidak Islami.(Sayyid Muhammad ‘Aqîl, hal.
12).
Para penganut tasawuf macam ini diantaranya adalah Suhrawardi al-Maqtûl (550-580 H.), Ibnu ‘Arabi (560-638 H.), Ibnu Sab’in (614-669 H.) dan yang lainnya.
Para penganut tasawuf macam ini diantaranya adalah Suhrawardi al-Maqtûl (550-580 H.), Ibnu ‘Arabi (560-638 H.), Ibnu Sab’in (614-669 H.) dan yang lainnya.
Berkembangnya
tasawuf sebagai jalan dan latihan untuk merealisir kesucian batin dalam
perjalanan menuju kedekatan dengan Allah,juga menarik perhatian para
pemikir muslim yang berlatar belakan teologi dan filsafat.dari kelompok
inilah yang tampil sebagai sufi yang filosofis dan filosof yang sufis.
Konsep-konsep tasawuf mereka disebut tasawuf falsafi yakni tasawuf yang
kaya dengan pemikiran-pemikiran filsafat. Ajaran filsafat yang paling
banayak di pergunakan dalam analisis tasawuf adalah paham emanasi neo
platonisme dalam semua variasinya.
Selain
Abu Yazid Al Bhustami ,tokoh teosofi yang populer dalam kelompok ini
dapat ditunjuk Masarrah(w.381 H) dari Andalusi dan sekaligus sebagai
perintis.berdasarkan pemahamannya tentang teori emanasi ia
berpendapat,bahwa melalui jalan tasawuf manusia dapat membebaskan
jiwanya dari cengkeraman badani (materi) dan memperoleh sinar ilahi
secara langsung (ma’rifat sejati). orang kedua yang mengkombinasikan
teori filsafat dengan tasawuf dapat disebut Suhrawardi al Maqtul(w.578
H) yang berkebangsaan Persia atau Iran. Berangkat dari teori emanasi ia
berpendapat,bahwa dengan melalui usaha keras dan sungguh-sungguh seperti
apa yang dilakukan para sufi,seseorang dapat membebaskan jiwanya dari
perangkap ragawi untuk kemudian dapat kembali ke pangkalan pertama yakni
alam malakut atau alam ilahiyat. Konsepsi lengkap teori ini kemudian
dikenal dengan nama al Isyraqiyah yang ia tuangkan dalam karya tulisnya al Hikmatul Isyraqiyah. Bersumber dari prinsip yang sama al Hallaj(w.308 H) mengformulasikan teorinya dalam doktrin al Hulul,yakni perpaduan insan dengan Tuhan secara Rohaniyah atau antara Mahluk dengan Al Khaliq.
7. Neo Sufisme
Terminologi
Neo sufisme pertamakali di munculkan oleh pemikir muslim kontemporer
yakni Fazlur Rahman dalam bukunya” Islam”. Kemunculan istilah itu tidak
begitu saja diterima para pemikir muslim ,tetapi justru memancing
polemik dan diskusi yang luas. Sebelum Fazlur,sebetulnya di Indonesia
Hamka telah menampilkan istilah tasawuf modern dalam bukunya “ Tasawuf Modern ”
tetapi dalam buku ini tidak ditemui kata Neo-Sufisme. Keseluruhan isi
buku ini,terlihat adanya kesejajaran prinsip-prinsipnya dengan tasawuf
Al Ghazali kecuali dalam hal ‘uzlah. Kalau al Ghazali mensyaratkan uzlah
dalam penjelajahan menuju kualitas hakikat maka Hamka justru
menghendaki agar seseorang pencari kebenaran hakiki tetap aktif dalam
berbagai aspek kehidupan bermasyarkat.
Menurut
fajlur Rahman,perintis apa yang ia sebut sebagai neo sufisme adalah
ibnu Taimiyah(w.728 H) yang kemudian diteruskan oleh muridnya Ibnu
Qoyyim,yaitu tipe tasawuf yang terintegrasi dengan syari’ah. Apabila
benar demikian ,maka muatan dari yang disebut neo sufisme itu sudah
sejak abad 8 H ,tapi kenapa baru abad dua puluh ini diangkat sebagai neo
sufisme.Kebangkitan kembali sufisme di dunia islam dengan sebutan neo
sufisme,nampaknya tidak bisa dipisahkan dari apa yang disebut sebagai
kebangkitan agama sebagai penolakan terhadap kepercayaan yang berlebihan
kepada sains dan teknologi selaku produk era modernisme.
Neosufisme
mengalihkan pusat pengamatan kepada rekonstruksi sosio moral masyarakat
muslim,sedangkan sufisme terdahulu terkesan lebih bersifat individual
dan “hampir” tidak melibatkan diri dalam hal-hal kemasyarakatan. Oleh
karena itu karakter keseluruhan neisme adalah puritanis dan aktivis.
Sikap
puritanis pendukung neo sufisme menyebabkan berseberangan dengan
paradigma sufisme terdahulu yang mengarahkan pengikutnya untuk membenci
duniawi sehingga mereka pasif. Berlainan dengan neo sufisme,yang malahan
mendorong dan memotivasi pengikutnya agar aktif dan kreatif dalam
kehidupan ini,baik yang bersifat karya-karya praktis maupun dalam
kreatifitas intelektual. Menurut al Qusyasyi(w.1071 H),sufi yang
sebenarnya bukanlah yang mengasingkan diri dari masyarakat,tetapi sufi
yang yang teteap aktif dalam kehidupan masyarakat dan melakukan amar
ma’ruf nahi mungkar demi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat.
Penutup
Demikianlah
sejarah menunjukkan,bahwa sufisme tidak pernah tercerabut dari akar
keislaman. Maka seirama dengan abad kebangkitan umat islam,bangkit pula
gerakan spiritualis islam,yang oleh Fajlur Rahman dinamai’neo
sufisme”,sufisme baru.secara umum terlihat,bahwa ciri utama neo sufisme
ini adalah,penekanan pada motif moral melalui penerapan metode zikir dan
muraqabah guna “ mendekati “ Allah . tata aturan konsentrasi harus
disejajarkan dengan doktrin syariah dan bertujuan untuk memperkukuh
keimanan dalam akidah yang benar dan kemurnian hati.selain dari itu,
gejala sufisme baru ini adalah menanamkan kembali sikap positif pada
duniawi. Dan yangterpenting,nampaknya gerakan ini –sampai batas
tertentu- mengakui kebenaran klaim sufisme intelektual ,dan menerima
ilham intuitif atau al kasyf tetapi tingkat kebenarannya tidak otomatis
mutlak.
Islam
tidak mungkin di aktualkan hanya dengan kecanggihan
rasional,sebagaimana tidak mungkinnya bila hanya dengan kelembutan hati
nurani. Islam akan bisa difahami dan diaktualkan secara utuh dengan
mengerahkan segenap ekspresi insani,yang esoteris,yang garang dan yang
lembut.
Wallahu ‘alam bisshawab.
Saat
diskusi berlangsung,tepatnya ketika makalah telah selesai
dipresentasikan beberapa peserta diskusi mengajukan beberpa pertanyaan diaantaranya:
· Joko arizal mempertanyakan perbedaan tasawuf Qur’ani dan tasawuf salafi serta perbedaan tasawuf falsafi dan theosofi.
· Jawaban:
perbedaan theosofi dan tasawuf falsafi ialah bahwa theosofi merupakan
filsafat ketuhanan yang mengakui eksistensi Tuhan dengan mengemukakan
bukti-bukti keberadaan Tuhan,jadi theosofi hanya bersifat menjabarkan
tentang Tuhan yang berangkat darikeragu-raguan akan adanya
Tuhan.sedangkan tasawuf falsafi berangkat dari kepatuhan terhadap Tuhan
yang kemudian menjadikan filsafat sebagai jalan untuk mendkatkan diri
kepada Tuhan.
· Ahmad Hayat menanyakan periodisasi Tahun tasawuf pada tahap awal,serta penjelasan tentang tokoh tasawuf sunni
· Jawaban: masalah
periodisasi bisa dibaca sendiri di buku-buku tasawuf dan mengenai tokoh
sunni yang tidak dijelaskan secara rinci karena memang pada
makalah-makalah selanjutnya akan dibahas secara lebih mendalam. Jadi
pada makalah ini hanya dibahas secara singkat saja.
· M. Luthfi Ghozali mengajukan
pertanyaan bagaimana pandangan para tokoh tentang konsep mursyid dalam
tasawuf dan mengapa di indonesia tasawuf identik dengan thariqot
· Jawaban: mursyid dibutuhkan untukmembimbing murid menjalani ajaran tasawuf agar tak tersesat dalam mempelajari tasawuf.
· Wildan menanyakan apa dasar pemikiran yang melatar belakangi timbulnya neosufisme
· Jawaban: neosufisme
muncul sebagai akibat dari penolakan terhadap kepercayaan yang
berlebihan terhadap sains dan teknologi yang merupakan produk era
modernisme. Selain itu neo sufisme juga menolak paham para sufi
terdahulu yang mengasingkan diri dari masyarkat dan hanya beribadah
untuk kehidupan akhirat,paham neosufisme mengajarkan bahwa kita harus
amar ma’ruf nahi munkar dalam membina masyarakat.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Prof.H.A. Rivay siregar.Tasawuf:dari sufisme klasik ke neo sufisme. Jakarta. Raja Grafindo Persada.2002
Ahmad bin Abdul Aziz al-Hushain dan DR Abdullah Musthofa Numsuk, Kesesatan Sufi, Tasawuf Ajaran Budha (terj.), Jakarta: Pustaka As Sunnah, tahun 2004.
Ahmad bin Abdul Aziz al-Hushain dan DR Abdullah Musthofa Numsuk, Kesesatan Sufi, Tasawuf Ajaran Budha (terj.), Jakarta: Pustaka As Sunnah, tahun 2004.
Muhammad As-Sayyid al Galind, Tasawuf Dalam Pandangan Al Qur’an dan As-Sunnah (terj.), Jakarta : Cendikia Sentra Muslim, tahun 2003
Salim bin Ied Al Hilali, Jama’ah-Jama’ah Islam Ditimbang Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, Solo : Pustaka Imam Bukhori, tahun 1989
Muhammad Zaki Ibrahim, Tasawuf Salafi, Jakarta : Hikmah, tahun 1989
Wahiduddin Khan, Kritik Terhadap Ilmu Fiqih, Tasawuf dan Ilmu Kalam (terj.), Jakarta : Gema Insani Press, tahun 1994
Wahiduddin Khan, Kritik Terhadap Ilmu Fiqih, Tasawuf dan Ilmu Kalam (terj.), Jakarta : Gema Insani Press, tahun 1994
Shalih bin Fauzan Ali Fauzan, Heboh Tasawuf (terj.), Sukoharjo : Darul Iman, tahun 2003
Abuddin Nata, MA, Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf, Jakarta: Rajawali Press, tahun 1993
Asmaran AS, MA.,Pengantar Studi Tasawuf, Jakarta : Rajawali Pers, tahun 2004
Asmaran AS, MA.,Pengantar Studi Tasawuf, Jakarta : Rajawali Pers, tahun 2004
Tidak ada komentar:
Posting Komentar