BAB I
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Manusia sebagaimana disebutkan Ibnu Khaldun memiliki panca indara
(anggota tubuh), akal pikiran dan hati sanubari. Ketiga potensi ini
harus bersih, sehat, berdaya guna dan dapat bekerja sama secara
harmonis. Untuk menghasilkan kondisi seperti itu ada tiga ilmu yang
berperan penting. Yang pertama, fiqih berperan dalam membersihkan dan
menyehatkan penca indra dan anggoa tubuh. Istilah yang digunakan fiqih
untuk untuk pembersihan dan penyehatan panca indra dan anggota tubuh ini
disebut thoharoh (besuci). Karena fiqih banyak berurusan dengan dimensi
lahiriyah manusia. Kedua filsafat berperan dalam menggerakan,
menyehatkan dan meluruskan akal pikiran. Karenanya filsafat banyak
berurusan denga metafisik manusia, dalam rangka menghasilkan
konsep-konsep yang menjelaskan inti tentang sesuatu. Ketiga tasawuf
berperan dalam membersihkan hati sanubari. Karenanya tasawuf banyak
berhubungan dengan dimensi batin manusia.
Adanya tiga potensi yang dimiliki manusia itu dapat dilihat dari isyarat yang terkandung dalam firman Alloh SWT sebagai berikut:
Artinya: “Katakanlah: "Dia-lah yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi
kamu pendengaran, penglihatan dan hati". (tetapi) Amat sedikit kamu
bersyukur.” (QS. Al-Mulk. 23)
1.2. Tujuan
Tasawuf sebagaimana akan dijelaskan di bawah ini berurusan dengan
penyucian al-fuad (hati sanubari) agar ia tetap jernih, dan dengan
jernihnya hati sanubaru akan memancarkan akhlak yang mulia. Dan
disinilah hubungan subtansial antara akhlak dan tasawuf.
1.3. Sistematika
Agar makalah ini mudah dipahami oleh pembaca, maka kami membuat sistematika penulisan makalah ini sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Pendahuluan berisikan latar belakang, identifikasi masalah, tujuan dibuatnya makalah dan sistematika penulisan makalah.
BAB II PEMBAHASAN
Pembahasan berisikan teori-teori yang digunkan dalam pembuatan makalah.
BAB III PENUTUP
Merupakan bab terakhir yang berisikan kesimpulan dari pembahasan serta pengajuan usulan dan saran-saran seta kritik.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Tasawuf
Dari segi bahasa tasawuf berarti sikap mental yang selalu memelihara
kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorbann untuk
kebaikan dan selalu bersikap bijaksana. Sikap yang demikian itu pada
hakikatnya adalah akhlak yang mulia
Adapun pengertian tasawuf dari segi istilah atau pendapat para ahli amat
bergantung pada sudut pandang yang digunakan masing-masing. Selama ini
ada tiga sudut pandang yang digunakan para ahli untuk mendefinisikan
tasawuf, yaitu sudut pandang manusia sebagai makhluk terbatas, manusia
sebagai makhluk yang harus berjuang, dan manusia sebagai makhlauk yang
ber-Tuhan. Jika dilihat dari sudut pandang sebagai makhluk yang
terbatas, maka tasawuf dapat didefinisikan sebagai upaya mensucikan diri
dengan cara menjauhkan pengaruh kehidupan dunia, dan hanya memusatkan
perhatian kepada Alloh SWT.
Selanjutnya jika sudut pandang yang digunakan manusia sebagai makhluk
yang harus berjuang, maka tasawuf dapat diartikan sebagai upaya
memperindah diri dengan akhlak yang bersumber dari ajaran agama dalam
rangka mendekatkan diri kepada Alloh SWT. Dan jika sudut pandang yang
digunakan manusia sebagai makhluk yang ber-Tuhan, maka tasawuf dapat
diartikan sebagai kesadaran fitrah (ke-Tuhanan) yang dapat megarahkan
jiwa agar tertuju kepada kegiatan-kegiatan yang dapat menghubungkan
manusia dengan Tuhan.
Jika tiga definisi tasawuf tersebut di atas satu dan lainnya
dihubungkan, maka segera tampak bahwa tasawuf pada intinya adalah upaya
melatih jiwa dengan berbagai kegiatan yang dapat membebaskan diri dari
pengaruh kehidupan dunia, sehingga tercermin akhlak yang mulia dan dekat
dengan Alloh SWT. Dengan kata lain tasawuf adalah bidang kegiatan yang
berhubungan dengan mental rohaniah agar selalu dekat dengan Tuhan.
Inilah hakikat tasawuf.
2.1. Sumber Tawawuf
1. Unsur Islam
Secara umum ajaran islam mengatur kehidupan yang bersifat lahiriah dan
jasadiah, dan kehidupan yang bersifat batiniah. Pada unsur batiniah
itulah kemudian lahirlah tasawuf. Unsur kehidupan tasawuf ini mendapar
perhatian yang cukup besar dari sumber ajaran islam, Al-Qur’an dan
Al-Hadits serta prkatek kehidupan nabi dan para sahabatnya.
2. Unsur Luas Islam
Dalam berbagai literatur yang ditulis para orientalis barat sering
dijumpai uraian yang menjelaskan bahwa tasawuf Islam dipengaruhi oleh
adanya unsur agam masehi, unsur Yunani, unsur Hindu/Budha, dan unsur
Persia. Hal ini secara akademik bisa saja diterima, namun secara aqidah
perlu kehatia-hatian. Para orientalis barat menyimpulkan bahwa adanya
unsur luar Islam masuk kedalam tasawuf itu disebabkan karena secara
historis agama-agama tersebut telah ada sebelum Islam, bahkan banyak
dikenal oleh masyarakat Arab yang kemudian masuk Islam. Akan tetapi kita
dapat mengatakan bahwa boleh saja orang-orang Arab terpengaruhi oleh
agama-agama tersebut, namun tidak secara otomatis mempengaruhi kehidupan
tasawuf, karena para penyusun ilmu tasawuf atau orang yang kelak
menjadi sufi itu bukan berasal dari mereka itu. Dengan demikian adanya
unsur luar Islam yang mempengaruhi tasawuf Islam itu merupakan masalah
akademik bukan masalah aqidah Islamiah. Karenanya boleh diterima dengan
sikap yang sangat kritis dan objekyif.
Unsur-unsur luar Islam yang mempengaruhi tasawuf Islam itu selanjutnya akan dijelaskan sebagai berikut:
a. Unsur Masehi
Orang Arab sangat menyukai cara kependetaan, khususnya dalam hal latihan
jiwa dan ibadah. Atas dasar ini tidak mengherankan jika Van Kromyer
berpendapat bahwa tasawuf adalah buah dari unsur agama Nasrani yang
terdapat pada zaman jahiliyah. Hal ini diperkuat pula oleh Gold Ziher
yang mengatakan bahwa sikap fakir dalam Islam adalah merupakan cabang
dari agama Nasrani. Selanjutnya Noldicker mengatakan bahwa pakaian wol
kasar yang kelak digunakan para sufi sebagai lambang kesederhanaan hidup
adalah pakaian yang biasa digunakan oleh para pendeta. Sedangkan
Nicholson mengatakan bahwa istilah-istilah tasawuf itu berasal dari
agama Nasrani, dan bahkan ada yang mengatakan bahwa aliran tasawuf
berasal dari agama Nasrani.
Unsur-unsur tasawuf yang diduga mempengaruhi tasawuf Islam adalah sikap
fakir. Menurut keyakinan Nasrani bahwa Isa bin Maryam adalah seorang
yang fakir, dan Injil juga disampaikan kepada orang yang fakir. Isa
berkata :” Beruntunglah kamu orang-orang miskin, karena bagi kamu lah
kerajaan Alloh. Beruntung lah kamu orang-orang yang lapar karena kamu
akan kenyang.” Selanjutnya sikap tawakal kepada Alloh dalam soal
penghidupan terlihat pada, peranan syaikh yang menyerupai pendeta,
bedanya pendeta dapat menghapus dosa, selibasi, yaitu menahan diri tidak
kawin karena kawin di anggap dapat mengalihkan perhatian dari Kholiq,
dan penyaksian, dimana sufi dapat menyaksikan hakikat Alloh dan
mengadakan hubungan dangam Alloh.
b. Unsur Yunani
Kebudayaan Yunani yaitu filsafatnya telah masuk pada dunia dimana
perkembangannya dimulai pada akhir Daulah Umayah dan puncaknya pada
Daulah Abbasiyah, metode berpikir filsafat Yunani ini juga telah ikut
mempengaruhi pola berpkir sebagian orang Islam yang ingin berhubungan
dengan Tuhan. Kalau pada bagian uraian dimulai perkembangan Tasawuf ini
baru dalam taraf amaliah (akhlak) dalam pengaruh filsafat Yunani ini
maka uraian-uraian tentang tasawuf itu pun telah berubah menjadi tasawuf
filsafat.
Apabila diperhatikan memang cara kerja dari filsafat itu adalah segala
sesuatu diukur menurut akal pikiran. Tetapi dengan munculnya aliran
filsafat Neo Platonis menggambarkan, bahwa hakikat tertinggi hanya dapat
dicapai lewat yang diletakan Alloh pada hati setiap hamba setelah
seseorang itu membersihakn diri dari pengaruh materi. Ungkapan Neo
Platonis : “kenal lah dirimu dengan dirimu” diambil oleh para sufi dan
diantara sufi berkata : “siapa yang mengenal dirinya maka dia mengenal
Tuhannya”.
c. Unsur Hindu/Budha
Antara tasawuf dan sistem kepercayaan agama Hindu dapat dilihat adanya
hubungan seperti sikap fakir, darwisy. Al-Birawi mencatat bahwa ada
persamaan antara cara ibadah dan mujahadah antara tasawuf dan Hindu.
Kenudian pula paham reinkarnasi (perpindahan roh dari satu badan ke
badan yang lain), cara kelepasan dari dunia versi Hindu/Budha dengan
persatuan diri dengan mengingat Alloh.
Salah satu maqomat Sufiah al-fana tampaknya ada persamaan dengan ajaran
tentang Nirwana dalam agama Hindu. Gold Ziher mengatakan bahwa ada
hubungan persamaan antara tokoh Shidarta Gautama dengan Ibrahim bin
Adham tokoh sufi.
Menurut Qomar Kailani pendapat-pendapat ini terlalu ekstrim sekali
karena kalau diterima bahwa ajaran tasawuf itu berasal dari Hindu/Budha
berarti pada zaman Nabi Muhammad telah berkembang ajaran Hindu/Budha itu
ke Mekkah. Padahal sepanjang sejarah belum ada kesimpulan seperti itu.
d. Unsur Persia
Sebenarnya antara Arab dan Persia itu sudah ada hubungan sejak lama
yaitu hubungan dalam bidang politik, pemikiran, kemasyrakatan dan
sastra. Akan tetpai belum ditemukan dalil yang kuat yang menyatakan
bahwa kehidupan rohani Persia telah masuk ke tanah Arab. Yang jelas
adalah bahwa kehidupan kerohanian Arab masuk ke Persia itu terjadi
melalui ahli-ahlitasawuf di dunia ini. Namun barang kali ada persamaan
antara istilah zuhd di Arab dengan istilah zuhd menurut agama Manu dan
Mazdaq dan hakikat Muhammad menyerupai paham Harmuz (Tuhan Kebaikan)
dalam agama Zarathustra.
Dari semua uraian ini dapatlah disimpulkan bahwa sebenarnya tasawuf itu
besumber dari ajaran Islam itu sendiri mengingat yang dipraktekan Nabi
dan para sahabat. Hal ini dapat dilihat dari azas-azasnya, semua
berlandaskan pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Akan tetapi tidak bisa
dipungkiri bahwa setelah tasawuf itu berkembang menjadi pemikiran dia
mendapat pengaruh dari filsafat Yunani, Hindu, Persia dan lain
sebagainya, dan hal ini tidak hanya terjadi dalam bidang tasawuf saja
melainkan dalam bidang lainnya.
Sumber-sumber yang menggambarkan bahwa tasawuf Islam seolah-olah bukan
berasal dari ajaran Islam, biasnya berasal dari Barat. Di dalam berbagai
literatur yang ditulis para orientalis Barat kita menjumpai uraian
seperti itu. Hal ini di sebabkan karena mereka mengidentikan ajaran
Islam sebagaimana ajaran non Islam, yitu ajaran yang dibangun
berdasarkan hasil pemikiran logika yang dipengaruhi oleh situasi sosial
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Setelah kita mengetahui pangertian dan asal usul tasawuf, kita
dapat menyimpulkan bahwa atas wuf itu adalah sikap diri dalam
memelihara kesucian untuk mendapat rido Alloh SWT. dan tasawuf ini
ternyata bersumber dari Islam, bukan dari yang lain, meskipun ada
pengaruh dari luar Islam, tapi hal itu tidak mendominasi.
3.2. Saran
Semoga setelah membaca makalah ini kita bisa semakin mendekatkan
diri kepada Alloh SWT, salah satunya dengan memperdalam ilmu tasawuf
yang bertujuan untuk mensucikan diri. Semoga makalah ini bermanfaat,
khususnya bagi kami sebagai penulis, umumnya bagi semua pembaca. Amin
PUSTAKA
Nata Abuddin, Akhlak Tasawuf. Rajawali Pers.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar