KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji Syukur kehadirat Ilahi Rabbi –
Tuhan Yang Maha Esa, Penagsih dan Penyayang yang telah melimpahkan
rahmat dan karunianya kepada penulis sehingga tugas makalah “ Tasawuf
Pada Masa Klasik” dapat terselesaikan. Shalwat serta salam atas
junjungan nabi besar Muhammad SAW, sebagai USwtun khasanah, sosok model
ideal bagi sekalian manusi auntuk meraih kesuksesan dunia dan akherat.
Dapat terselesaikannya makalah ini tidak lepas dari dukungan, bantuan dan motivasi yang sifatnya spritual dan materil dari banyak pihak. Sehingga penulis mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya.
Demikian yang bissa penulis
sampaikan, dengan harapan semoga Allah SWT Senantiasa membalas segala
kebaikan mereka dan makalah ini dapat memberi manfaat sebaik-baiknya.
Amien
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Yogyakarta, 09 Oktober 2011
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
- A. Latar Belakang
Tasawuf adalah upaya melatih jiwa dengan
berbagai kegiatan yang dapat membebaskan dirinya dari pengaruh kehidupan
dunia, sehingga tercermin ahlak yang mulia dan dekat dengan Allah Swt.
Inilah esensi atau hakikat tasawuf itu sendiri.
Tasawuf bertujuan untuk memperoleh suatu
hubungan khusus langsung dari Tuhan. Hubungan yang dimaksud mempunyai
makna dengan penuh kesadaran. Bahwa manusia sedang berada di hadirat
Tuhan. Kesadaran tersebut akan menuju kontek komunikasi dan dialog
antara ruh manusia dengan Tuhan. Hal ini melalui cara bahwa manusia
perlu mengasingkan diri. Keberadaannya yang dekat dengan Tuhan akan
berbentuk “Ijtihad” (bersatu dengan Tuhan) demikian menjadi inti
persoalan “sufisme” baik pda agama Islam maupun diluarnya.
Disini pemakalah akan membahas tentang
pengertian dan tujuan tasawuf, serta tahanus nabi dan kehidupan
kerohanian para sahabat.Dan menjelaskan sumber-sumber ajaran tasawuf,
yang bertujuan agar semua mahasiswa dapat memahami asal-usul tasawuf itu
sendiri.
- B. Rumusan Masalah
1) Bagaimanakah karakteristik tasawuf pada masa Rasulullah SAW dan sahabat?
2) Bagaimanakh kondisi religius pada masa Rasulullah SAW dan Sahabat?
3) Bagaimanakah praktik tasawuf pada masa rasulullah dan sahabat?
4) Bagaimanakah perbedaan tasawuf pada masa rasulullah SAW, sahabat dan tasawuf modern?
- C. Tujuan Penulisan
1) Untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah ilmu tasawuf.
2) Untuk menjelaskan karaktristik tasawuf pada masa rasulullah dan sahabat.
3) Untuk menjelaskan kondisi religius pada masa rasulullah dan masyarakat.
4) Menjelaskan praktik tasawuf pada masa Rasulullah dan sahabat.
5) Untuk menjelaskan perbedaan taswuf pada masa rasulullah, sahabat dan tasawuf modern.
BAB II
PEMBAHASAN
- A. Pengertian dan Tujuan Tasawuf
Dari sejumlah bahas terdapat sejumlah
bahasa/istilah yang dihubungkan para ahli untuk menjelaskan tentang
tasawuf. Harun Nasution misalnya, ia menyebutkan lima istilah yang
berkenaan dengan tasawuf, yaitu Al-Suffah (orang yang ikut pindah dengan
nabi dari Mekkah ke Madinah). Saf (barisan), Sufi (suci), Sophos
(bahasa Yunani: hikmah) dan Suf (kain wol).[1]
Keseluruhan kata ini bisa saja dihubungkan dengan tasawuf. Yakni kata
al-Suffah (orang yang ikut pindah dengan Nabi dari Mekkah ke Madinah)
misalnya menggambarkan keadaan orang yang rela mencurahkan jiwa
raganya/harta benda semata-mata karena Allah. Mereka rela meninggalkan
semuanya di Mekkah untuk hijrah bersama Nabi ke Madinah. Selanjutnya
kata Saf (menggambarkan orang yang selalu berada di barisan depan dalam
beribadah dan melakukan kebajikan) demikian pula kata Sufi (suci)
menggambarkan orang yang selalu memelihara dirinya dari berbuat dosa dan
kata Sophos (hikmah) menggambarkan keadaan jiwa yang senantiasa
cenderung kepada kebenaran.[2]
Dari segi bahas dapat segera dipahami
bahwa tasawuf adalah sikap mental yang selalu memelihara kesucian diri,
beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebahagiaan dan selalu
bersikap bijaksana, sikap jiwa yang demikian itu pada hakikatnya adalah
Ahlak yang mulia.
Adapun pengertian tasawuf dari segi
istilah atau pendapat para ahli amat bergantung kepada sudut pandang
yang digunakan masing-masing.
Selama ini ada tiga sudut pandang yang
digunakan para ahli untuk mendefinisikan tasawuf yakni sudut pandang
manusia sebagai mahluk terbatas, manusia seabgai mahluk yang harus
berjuang dan manusia sebagai mahluk bertuhan.[3]
Pada intinya tasawuf adalah upaya melatih
jiwa dengan berbagai kegiatan yang dapat membebaskan dirinya dari
pengaruh kehidupan dunia, sehingga tercermin ahlak yang mulia dan dekat
dengan Allah Swt. Inilah esensi atau hakikat tasawuf itu sendiri.
Tasawuf bertujuan untuk memperoleh suatu
hubungan khusus langsung dari Tuhan. Hubungan yang dimaksud mempunyai
makna dengan penuh kesadaran. Bahwa manusia sedang berada di hadirat
Tuhan. Kesadaran tersebut akan menuju kontek komunikasi dan dialog
antara ruh manusia dengan Tuhan. Hal ini melalui cara bahwa manusia
perlu mengasingkan diri. Keberadaannya yang dekat dengan Tuhan akan
berbentuk “Ijtihad” (bersatu dengan Tuhan) demikian menjadi inti
persoalan “sufisme” baik pda agama Islam maupun diluarnya.[4]
Dengan demikian nampak jelas bahwa
tasawuf sebagai ilmu agama, khusus berkaitan dengan aspek-aspek moral
serta tingkah laku yang merupakan substansi Islam. Hakikat tasawuf
adalah keadaan lain yang lebih baik dan lebih sempurna, yakni suatu
perpindahan dari alam kebendaan kepada alam rohami.
Dalam rangka mensucikan jiwa demi
tercapainya kesempurnaan dan kebahagiaan hidup tersebut. Maka diperlukan
suatu latihan dari tahap satu ketahap lain yang lebih tinggi dan jalan
satu-satunya menurut semua sufi adalah dengan kesucian jiwa dan untuk
mencapai tingkat kesempurnaan dan kesucian jiwa itu sendiri memerlukan
pendidiakan dan latihan mental yang panjang dan bertingkat.[5]
Beberapa ayat dalam Al-Qur’an mengatakan bahwa manusia dekat sekali pada Tuhan, diantaranya:
Surat al-Baqarah ayat: 186:
#sÎ)ur y7s9r’y Ï$t6Ïã
ÓÍh_tã ÎoTÎ*sù ë=Ìs% ( Ü=Å_é& nouqôãy Æí#¤$!$# #sÎ) Èb$tãy (
(#qç6ÉftGó¡uù=sù Í< (#qãZÏB÷sãø9ur Î1 öNßg¯=yès9 crßä©öt
ÇÊÑÏÈ
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya
kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. aku
mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku,
Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah
mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.
- B. Pertumbuhan dan Perkembangan Tasawuf
- 1. Periode I Masa Rasulullah SAW. (13 Sebelum H – 11 H)
Awal tasawuf islam terjadi setelah
turunnya Al-Qur’an kepada nabi Muhammad SAW. Setelah Muhammad menjadi
Rasul Allah, mulailah beliau mengajak manusia membersihkan rohaninya
dari kotoran-kotoran nafsu amarah yang tidak sesuai dengan fitrah
aslinya. Beliau berdakwah menyeru manusia memperteguh tauhid dan
mempertinggi akhlaknya untuk mencapai keridhaan Allah.
Kehidupan Rasulullah sudah cukup menjadi
suri tauladan para sufi yang ingin menempuh jalan kebenaran. Rasulullah
menempuh hidupnya yang penuh liku-liku itu dengan iman yang mantap dan
ketabahan yang bergelora. Ketika perjuangan baru dimulai, tulang
punggung perjuanagan dakwahnya patah. Abu Thalib meninggal dan Khadijah
wafat pula, padahal beliau sangan butuh bantuan dari kedua orang ini.
Rasulullah menerima sgalanya dengan tabah dan tenang.
Kemuadian beliau mencoba pergi ke Thaif.
Dan sesampainya di sana, dakwahnya ditolak orang. Dia pulang membawa
luka dan derita, sampai kakinya berdarah akibat lemparan batu dari
penduduk Thaif yang sudah mengintainya di sepanjang jalan yang ia
lewati. Terasa letih dan pedih tubuhnya kena lemparan, dia akan
berhenti, tetapi pemuda-pemudi di sana membentak, terus berjalan !. Dia
meneruskan perjalanan di tengah-tengah kepungan ummat yang jahil itu.
Maka ia terima segalanya ini dengan tabah.
Pada suatu waktu beliau datang ke rumah
istrinya Aisyah, ternyata di rumah tidak ada apa-apa. Beliau terima
dengan sabar, ia kerjakan puasa sunnah. Beliau kemudian pergi ke masjid
dan bertemulah dengan Abu Bakar dan Umar. Beliau bertanya apakah
gerangan kalian berdua datang ke masjid? Kedua sahabat taadi menjawab : menghibur lapar, beliau pun mengatakan aku pun keluar untuk menghibur lapar.
Rasulullah SAW. Tidak membenci dunia,
tetapi beliau tidak mau terpengaruh oleh urusan dunia. Sahabat-sahabat
nabi pernah berhimpun di rumah Utsman bin Mazhun Al-Jumahy para sahanat
yang terdiri dari Ali, Abu Bakar, Abdullah bin mas’ut, Abu Zar, Salim
Maula, Abi Huzaifah, Abdullah bin Umar, Miqdad bin Aswad, Salman
Al-Farisi, Ma’qal bin Muqrin dan tuan rumah. Mereka bermusyawarah untuk
berpuasa siang hari, tidak tidur di atar kasur, tidak memakan daging dan
lemak, tidak mendekati istri, tidak memakai minyak wangi, akan memakai
wool kasar, akan meninggalkan dunia, akan mengembara di muka bumi. Maka
Rasulullah SAW. Berkata : “Sesungguhnya aku tidak menyuruh yang
demikian”. Lalu beliau bersabdah :
ان لاءنفسكم علىكم حق, فصو مواوافطروا
وقوموا وناموا, فاني اقوم وانام واصوم وافطر, فاكل ا للحم والدسم واتى
النساء. فمن رغب عن سنتى فليس مني. ثم جمع الناس وخطبهم فقال : مابال اقوام
حرموا النساء والطعام والطيب وشهوات الدنيا. اماانى لست امركم ان
تكونواقسيسين ورهبانا, فانه ليس فى دينى ترك اللحم ولااتخادالصوامع. وان
سياحة امتي الصوم ورهبا نيتهم الجهاد. واعبدواالله ولاتشركوابه شيئا, وحجوا
واعتمروا واقيمواالصلاة واتواالزكاة وصوموارمصان واستقيموا يستقم لكم,
فانماهلك من قبلكم بالتشديد, شددواعلى انفسهم فشددالله عليهم. فاولئك
بقاياهم فى الدياروالصوامع.
“Sesungguhnya ada hak kewajibanmu
terhadap dirimu, maka puasalah kamu dan berbuka, bangunlah dan beribadat
pada malam hari dan tidur, aku berpuasa dan berbuka, aku makan daging
dan lemak, aku datangi perempuan-perempuan. Barang siapa yang tidak suka
kepada sunnahku itu, maka tidaklah dia termasuk sebagian dari ummatku.
Kemudian dihimpunnya orang banyak lalu lalu ia berkhutbah dihadapan
mereka, katanya : apakah halnya dengan beberapa kaum, mereka
mengharamkan perempuan, makanan, wangi-wangian, tidur dan syahwat dunia ?
Ketahuilah bahwa aku tidak menyuruh kamu menjadi pendeta-pendeta dan
rahib-rahib. Maka sesungguhnya tidak ada di dalam agamaku meninggalkan
makan daging dan meninggalkan perempuan dan tidak pula membuat-buat
ibadat. Dan bahwasanya perlawatan ummatku ialah puasa dan rubbaniyyah
(kebiasaan) mereka adalah jihad. Sembahlah Allah dan jangan sekutukan
sesuatu dengan Dia. Kerjakanlah haji dan umroh, dirikanlah shalat,
keluarkan zakat, puasalah di bulan Ramadhan dan tetaplah atas yang
demikian, niscaya kamu akan dimantapkan. Sesunggguhnya orang-orang yang
dahulu dari pada kamu binasa sebab memberat-beratkan (urusan agama).
Mereka berat-beratkan atas diri mereka, lantas diberatkan pula oleh
Allah. Maka itulah peninggalan-peninggalan mereka pada gereja dan
tempat-tempat peribadatan”.
- 2. Periode II Masa Sahabat (11 H – 40 H)
Sahabat yang mencontoh langsung cara
hidup rasul, adalah manusia-manusia yang berakhlak mulia dan membaktikan
hidupnya untuk kepentingan agama.
Di waktu Rasul masih hidup, Abu Bakar
yang hartawan telah mengorbankan harta bendanya secara keseluruhan untuk
kepentingan agama. Pernah Raasul bertanya kepadanya “apalagi yang buat
engkau hai Abu Bakar?” Abu Bakar menjawab “cukup bagiku Allah dan
Rasul-Nya”. Abu Bakar termasyur dengan kedermawanannya, ketaatan,
tawadlu’, wara’ dan mempunyai pribadi yang mulia. Sehingga ia mendapat
tempat yang utama di hati Rasulullah.
Umar bin Khattab adalah seorang sahabat
yang berbudi tinggi, dia menyediakan malamnya untuk beribadat dan
siangnya untuk urusan negara. Meskipun ia seorang pemimpin negara, namun
pakaiannya biasa-biasa saja, rendah hati, wara’ dan berbudi luhur.
Pada suatu ketika ia berjalan malam hari
untuk melihat keadaan rakyatnya dengan mata kepalanya sendiri.Pada malam
itu beliau mendengar sayup-sayup tangisan bayi di sebuah gubuk tua.
Lantas beliau dekati gubuk tua. Lantas ia dekati gubuk tua itu dan
terlihatlah seorang wanita sedang memasak. Beliau tanyakan mengapa anak
itu menangis juga. Wanita itu menjawab bahwa ia sedang kelaparan dan
ingin makan, sedang ia sendiri tidak mempunyai makanan dan yang
dimasaknya itu hanya batu-batu biasa untuk menenangkan bayinya agar
tertidur. Kata wanita itu “Alangkah celakanya khalifah kami”. Setelah
mendengar itu, Umar yang terkenal garam terus pergi menuju gudang
makanan, diambilnya sekarung gandum dan dipikulnya di atas pundaknya
sendiri, kemudian ia sendiri pula yang memasaknya. Setelah masak gandum,
si anak pun diberi makan. Kemudian ia berpesan agar wanita itu datang
menghadap khalifah besoknya untuk untuk mengadukan nasibnya. Besok
harinya datanglah wanita itu menemui khalifah. Setelah bertemu, tenyata
laki-laki yang menolongnya malam tadilah yang berhadapan dengan dia.
Usman bin Affan adalah seorang hartawan
yang dermawan. Beliau telah memberikan sebagian dari hartanya untuk
kepentingan agama. Bila ia berada di rumah, tak pernah lepas Al-Qur’an
dari tangannya. Beliau kerap kali mentilawahkan Al-Qur’an dan memahami
kandungannya sampai larut malam.
Ali bin Abi Thalib termasyhur dengan
tawadlu’nya, beliau tidak malu memakai pakaian yang bertambal-tambal,
bahkan ia sendiri pulalah menambalnya. Sekali pernah beliau menjinjing
daging dari pasar. Lantas orang bertanya “apakah tuan tidakmalu membawa
daging itu ya Amiral mukminin?” beliau menjawab :yang kubawa ini adalah
barang halal, apa yang kumalukan terhadapnya!”.
Banyak tercatat di dalam sejarah tentang
keutamaan pribadi para sahabat. Mereka meneladan langsung akhlak
nabinya. Pribadi-pribadi mereka telah digembleng dan dikaderkan oleh
Rasulullah, menjadi manusia-manusia utama yang akan dicontoh dan ditiru
oleh ummat yang dibelakang mereka.[6]
- C. Karakteristik Tasawuf pada Masa Rasul dan Sahabat
Pada masa Rasulullah ialah berpegang teguhnya kaum muslimin dengan Al-Qur’an dan Sunnah Nabinya.
Sedangkan pada masa sahabat ialah :
1) Memegang teguh ajaran kerohanian yang dipetik dari Al-Qur’an.
2) Meneladani kehidupan Rasulullah SAW. Sepenuhnya.
3) Zuhud terhadap dunia.
4) Cinta dan mengharap segera bertemu dengan Allah SWT.
5) Para sahabat memiliki sifat
sabar, tawakkal, wara’, ridho dan sifat-sifat terpuji lainnya yang
merupakan cara penghidupan para sahabat.
- D. Gambaran dan Praktek Tasawuf pada Masa Rasul dan Sahabat
Seperti yang diceritakan pada pembahasan
sebelumnya. Rasulullah selama hayatnya menjadi tumpuan perhatian
masyarakat, karena sifat terpuji terhimpun pada dirinya. Bahkan beliau
merupakan lautan budi luhur yang tidak pernah kering-keringnya, kendati
diminum oleh semua makhluk yang memerlukan air. Sungguh sangat tepat
apabila dikatakan bahwa kehidupan Rasulullah merupakan khazanah daari
segala sifat dan amal perbuatan yang baik. Oleh karena itu, semua pola
kehidupan Rasulullah menjadi dasar utama bagi para ulama tasawuf.
Misalnya :
1) Rasulullah minimal membaca istighfar 70 kali setiap harinya.
2) Melaksanakan sholat dua pertiga malam yang tidak kurang dari delapan raka’at setiap harinya.
3) Dalam melaksanakan sholat
tahajjud, beliau tidak lebih dari sebelas raka’at, tetapi setiap sujud
lamanya sama dengan ketika sahabat membaca lima puluh ayat Al-Qur’an.
4) Sholat beliau penuh dengan khusyu’ dan thama’ninah yang sempurna.
Demikianlah contoh ringkasan amalan
sholat Rasulullah yang dilakukan secara kontinu. Apabila pada suatu
malam beliau berhalangan melakukan sholatnya yang demikian itu, maka
beliau segera mengganti dengan dua belas raka’at, hingga kekosongan pada
malam itu segera diisi pada besok paginya. Dengan demikian ibadat
beliau tidak pernah terganggu.[7]
Dalam hidup kerohanian (tasawuf) para
sahabat telah berusaha berbuat sesuai dengan tuntunan Rasulullah. Hidup
mereka penuh dengan sifat-sifat kesederhanaan, wara’, tawadhu’ dan
zuhud, semata-mata mengharap ridha dari Allah SWT. Berikut beberapa
contoh tasawuf yang diambil dari kehidupan para sahabat :
1) Kedermawanan Abu Bakar Ash-Shiddiq mengorbankan hartanya pada perang Tabuk.
2) Abu Bakar Ash-Shiddiq pernah hidup dengan sehelai kain saja.
3) Umar bin Khattab berpidato di
hadapan manusia, sedangkan beliau memakai kain dengan dua belas tambalan
dan baju empat tambalan dan tidak memiliki kain yang lain.[8]
4) Umar bin Khattab pernah terlambat
datang ke masjid, sehingga terlambat pula melaksanakan sholat fardhu
berjama’ah. Karena setiap sholat fardhu biasanya beliaulah yang menjadi
imam. Lalu ditanyakan oleh seorang temannya kenapa terlambat datang,
jawabnya : “Kain saya sedang dicuci dan tidak ada yang lainnya”.[9]
5) Dalam kehidupan Usman bin Affan
penuh dengan pengabdian setiap waktu, bahkan Kitabullah senantiasa
berada di tangannya dan demikian juga sewaktu beliau meninggal dunia
ditemukan Kitabullah di antara kedua tangannya.[10]
6) Ali bin Abi Thalib hidup dengan
pola sederhana. Pernah dalam satu bulan hanya memakan tiga buah kurma
setiap hari. Di dalam rumahnya hanya terdapat pedang, baju rantai dan
sehelai kain, kalau kain itu dijadikan tikar untuk tidur bersama
istrinya (Fatimah), tidak cukup untuk dijadikan selimut. Sebaliknya jika
dijadikan selimut maka tidak cukup untuk dijadikan tikar untuk tempat
tidur bersamanya.
7) Di dalam rumah sahabat Abu
‘Ubaidah bin Jarrah hanya ada satu pasu dan sepotong jana. Yang pertama
untuk tempat makanan dan untuk tempat wudhu saja, sedangkan sepotong
kain bulu itu untuk tempat duduk dan tempat tidur saya.[11]
Dari uraian di atas, sudah cukup untuk
dijadikan bukti tentang kekayaan dan keikhlasan para sahabat untuk
berjuang dan beramal shaleh. Abu Bakar Shiddiq mempergunakan semua
hartanya untuk sabilillah. Umar bin Khattab menginfaqkan hartanya untuk
sabilillah, Usman bin Affan pernah memikul beban atau perongkosan perang
Zaatil ‘Usyraa, begitu juga dengan Ali bin Abi Thalib dan lain-lainnya
telah berkorban untuk menegakkan agama Allah.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1) Tasawuf adalah upaya melatih jiwa
dengan berbagai kegiatan yang dapat membebaskan dirinya dari pengaruh
kehidupan dunia, sehingga tercermin ahlak yang mulia dan dekat dengan
Allah Swt. Inilah esensi atau hakikat tasawuf itu sendiri.
2) Tasawuf bertujuan untuk
memperoleh suatu hubungan khusus langsung dari Tuhan. Hubungan yang
dimaksud mempunyai makna dengan penuh kesadaran. Bahwa manusia sedang
berada di hadirat Tuhan. Kesadaran tersebut akan menuju kontek
komunikasi dan dialog antara ruh manusia dengan Tuhan. Hal ini melalui
cara bahwa manusia perlu mengasingkan diri. Keberadaannya yang dekat
dengan Tuhan akan berbentuk “Ijtihad” (bersatu dengan Tuhan) demikian
menjadi inti persoalan “sufisme” baik pda agama Islam maupun diluarnya.
3) Dan tentang
kehidupan nabi sendir juga terdapat petunjuk yang menggambarkan nya
sebagai seorang sufi, nabi Muhammad telah melakukan pengasingan dir ke
gua hira’ menjelang datangnya wahyu, dia menjauhi pola hidup kebendaan
dimana waktu itu orang arab terbenam di dalamnya, seperti praktek
perdagangan yang menggunakan segala cara yang menghalalkan. Selama di
gua hira’, yang ia kerjakan hanyalah tafakkur, beribadah dan hidup
sebagai seorang yang zahid, beliau hidup sederhana, terkadang mengenakan
pakaian tambalan, tidak memakan makanan / minuman kecuali halal dan
setiap malam senantiasa beribadah kepada Allah Swt. Sehingga siti aisyah
istri beliau bertanya “mengapa engkau berbuat begini ya rasulullah,
sedangkan Allah senantiasa mengampuni dosamu, nabi menjawab,” apakah
engkau tidak ingin agar aku menjadi hamba yang bersukur kepada Allah.
DAFTAR PUSTAKA
Darajat, Zakiah, Dra. 1982. Pengantar Ilmu Tasawuf. Suamatera Utara: IAIN SUMUT
Ali, Yunasril, Drs. 1987. Pengantar Ilmu Tasawuf. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya
Al-Badir, Moh. 1996. Ilmu dan Persepektif tasawuf Al- Ghazali. Jakarta: Karisma
Hilal, Ibrahim, 2007, Tasawuf antara Agama dan Filsafat, Bandung: Pustaka Hidayah
Nata, Abuddin, 1996, Akhlak tasawuf . Jakarta: Raja Grafindo Persada
SUMBER LAIN
(dikutip pada hari Minggu, Tanggal 09 Oktober 2011, pukul 16.02-20.20 WIB)
[1] Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dan Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1983) hal. 56-57
[2] Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996) hal. 279
[3] Abudin Nata, Op.Cit. hal. 180
[4] Achamd Mustofa, Akhlak Tasawuf (Bandung: Pustaka Setia, 2007) hal. 206
[5] Ahmad Mustofa, Akhlak tasawuf (Bandung: Pustaka Setia, 2007) hal. 208
[6] Pengantar Ilmu Tasawuf oleh DR. Zakiyah Daradjat
[7] Imam Muhyiddin bin Syaraf an-Nawawy : 401
[8] Qomar Kailany : 19
[9] H. Zainal Arifin Abbas :27
[10] Qamar Kailany : 19
[11] H. Zainal Arifin Abbas : 100
Tidak ada komentar:
Posting Komentar