Senin, 29 September 2014

TIJAN *Muqoddimah*

Muqoddimah

Dengan menyebut nama Alloh yang maha pengasih lagi penyayang. Adapun segala puji hanyalah bagi Alloh yang mengatur semua alam. Selanjutnya  rohmat Alloh semoga selamanya tercurahkan atas penghulu kita, yakni Nabi Muhammad beserta keluarganya, para sahabatnya, dan begitu juga semoga keselamatan (Alloh) tercurah kepadanya.  Dan selanjutnya sesudah membaca basmalah, hamdalah sholawat serta salam, maka berkata orang yang sangat butuh akan rohmatnya Dzat yang mengatur dirinya yang maha waspada (Alloh) serta yang maha melihat (Alloh), yakni dialah Ibrohim orang negri bajuri  yang sangat merasa (dirinya) gegabah. Telah meminta dariku sebagian saudara-saudaraku
Dalam pembukaan risalah ini, (mushonnif = orang yg mengarang kitab ini) mendahulukan membaca basmalah, hamdalah dan seterusnya sampai akhir.
Sebelum melangkah lebih jauh, marilah kita mulai pembahasannya dari salahsatu pesan ulama yang begini ungkapannya:
◄Satu keharusan kepada setiap orang yang akan tampil dalam satu (fan) membahas basmalah dengan ilmu jurasannya itu (fan)►
(Fan) itu ialah seni atau uraian yang isinya sebuah kajian ilmu.
Nah disini membahas (fan) tauhid, maka membahas basmalah dengan fan tauhid. bismillah. niat saya berharap dengan meminta pertolongan kepada dzat yang memiliki nama Alloh, bismillah niat saya berharap mencari berkah dengan menyebut nama Alloh.
Kalimat Alloh ialah (asma') yang dikatagorikan (taufiqiyyah) artinya perkara yang menunggu akan turunnya wahyu dari Alloh, oleh karenanya dengan menyebut-nyebut asma'Nya adalah satu tanda akan turunnya taufiq dari Alloh, dan ia-pun datangnya bukan hasil dari akal.
Lapad Alloh, namanya:
● Ismun jalalah, nama keagungan.
● Ismun a'dhom, nama kebesaran.
● Ismun min asma'ul husna, nama-nama dari (asma'ul husna).
Di awal permulaan risalah ini, ungkapan yang keluar dari lapad basmalah, yang pertama diniati mencontoh pada alqur’an, dan yang keduanya karena ada hadits yang berbunyi:
◄Setiap perkara (pekerjaan) yang dipandang baik oleh hukum syara’, akan tetapi tidak diawali dengan membaca bismillahirrohmanirrohim, maka kurang berkah►
Penjelasan : bismillah
Dalam pembukaan risalah ini mushonnif memulai dengan membaca basmalah, tiada lain hanya mengharap keberkahan serta pertolongan Alloh semata.
Penjelasan : arrohman
Yaitu salasatu sipat Alloh yang memberi limpahan kurnia serta nikmat yang besar atas semua makhluk di dunia dan di akhirat.
Penjelasan : arrohim
Yaitu salasatu sipat Alloh yang memberi limpahan kurnia serta nikmat yang besar khusus bagi orang-orang yang merasakan nikmat ar-rohman.
Penjelasan : alhamdulillah
Kalimat (alhamdu lillah), memberitahukan bahwa semua yang namanya puji hanyalah milik Alloh, bukan hanya memberitahukan saja, akan tetapi maksudnya memanjatkan pujian kepada Alloh. hal ini termasuk dalam qo’idah, dan juga kalau dibawa pada 'fan' ilmu 'ma’ani bilaghoh', ungkapan kalimah alhamdu lillah itu begini:
◄Ungkapan pemberitahuan puji, akan tetapi isinya memanjatkan puji►
Perbedaan antara lapad basmalah dengan hamdalah, yakni basmalah sebagai (ibtida haqiqi: pembuka yg sesunggunya), sedangkan lapad hamdalah sebagai (ibtida idhofi: pembuka yg disandarkan pada kalimah basmalah).
Adapun yang namanya puji terbagi atas 4 bagian, yaitu:
1. Qodimun liqodimin: yaitu puji Alloh terhadap dzatnya sendiri, seperti firman Alloh dalam Al-Qur’an:
◄Dan Dialah Dzat yang maha tinggi lagi maha agung►
2. Qodimun lihaditsin: yaitu puji Alloh terhadap makhlukNya, seperti firman Alloh dalam Al-Qur’an:
◄Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga `Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing)►
(Qs 3 Ali Imran: 33)
3. Haditsun liqodimin: yaitu puji makhluk terhadap Alloh, seperti makhluk membaca hamdalah.
4. Haditsun lihaditsin: yaitu puji makhluk terhadap sesama makhluk, seperti Rosululloh memberi gelar atau titel (ash shidqu: orang yg benar) kepada sohabatNya Abu Bakar dengan titel Abu Bakar as-Sidqu.
Alasan mushonnif membaca hamdalah.
● Pertama, ittiba (mengikuti jejak) rosul, yang terlahir dari sebuah hadits:
◄Ber-akhlaklah seperti akhlak Alloh►
● Kedua, amalan bilhadits,
◄Setiap perkataan yang tidak dimulai dengan membaca hamdalah, maka perkataan tersebut cacar/corob (penyakit kulit)►
dikatakan pula dalam hadits:
◄Sesungguhnya Alloh itu menyenangi pujian, pujian kepada Alloh adalah arah-arah diberinya pahala pada orang yang memuji kepada Alloh►
Jadi hikmahnya si hamba memuji kepada Alloh, yakni bahwa Alloh akan memberi pahala kepada orang yang memuji terhadapNya, serta dengan pujian tersebut menjadikan penglihatanNya kepada si hamba dengan penglihatan rohmat, serta menjadikan pahala simpanan bagi si hamba diakhirat nanti.
dikatakan pula dalam hadits:
◄Adapun memuji Alloh akan menjadikan keselamatan nikmat dari hilangnya nikmat►
Penjelasan : robbil ‘alamin
Ungkapan kalimah (Robbi) maknanya lebih luas dibandingkan dengan kalimat (Milku) atau (Maula), karena kalimat Robbi maknanya mencakup penciptaan, memiliki, menguasai, mengurus dan juga mengatur.
Sedangkan kalimat (Al-Alamin), menunjukan pada setiap yg namanya alam, seperti alam sadar, alam bawah sadar, alam rahim, alam mulki, alam malakut, alam jabarut, alam hissi alam maknawi, alam dunia, alam akhirat dst.
Penjelasan : washsholatu wassalamu
Ungkapan kalimat Sholawat dan Salam apabila dihubungkan:
● Dari Alloh, kedudukannya menjadi rohmat (kesejahteraan) untuk Nabi.
● Dari Malaikat, kedudukannya menjadi istighfar (permintaan ampunan) untuk Nabi.
● Dari orang Mukmin, kedudukannya menjadi du’a (permintaan harapan yg tulus), agar senantiasa rohmat dan keselamatan Alloh selamanya tercurah kan untuk Nabi. Contoh ungkapan du’a:
◄Ya Alloh semoga kesejahteraan dan keselamatan senantiasa selamanya tercurah kepada penghulu kami, ya’ni Nabi Muhammad saw►
Kalimat Sholawat dan Salam adalah:
◄Ungkapan pemberitahuan (sholawat), akan tetapi isinya memanjatkan sholawat►

Firman Alloh dalam Al-Qur’an:
◄Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bersholawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersholawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya►
(Qs 33 Al-Ahzab: 56)
Penjelasan : faqiru rohmata robbihi
Setiap makhluk Alloh, pasti membutuhkan rohmatNya, dan tingkatan orang yg membutuhkan rohmatNya diantaranya ialah:
● 1. Orang yg tidak percaya dirinya membutuhkan rohmatnya Alloh, malahan merasa dirinya kaya, Alloh-lah yg butuh, firman Alloh dalam Al-Qur’an:
◄Sesungguhnya Allah telah mendengar perkatan orang-orang yang mengatakan: "Sesunguhnya Allah miskin dan kami kaya.►
(Qs 3 Ali Imron: 181)
● 2. Orang yg percaya dirinya membutuhkan rohmatnya Alloh, akan tetapi tidak merasakan atas kebutuhannya. mereka adalah tingkatan orang beriman.
● 3. Orang yg percaya dirinya membutuhkan rohmatnya Alloh serta merasakan dirinya sangat membutuhkanya, inilah tingkatan orang mukmin haqqul yaqin. Nah nomor dua dan tiga sejalan dengan firman Alloh dalam Al-Qur’an:
◄Maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam►
(Qs 3 Ali Imron: 97)
Yang menyusun kitab ini dalam ungkapan (faqiru rohmata robbihi) termasuk golongan yg ketiga. Dan juga dalam ungkapan (faqiru rohmata robbihi) diakuinya oleh mushonnif robb dirinya saja tidak disebut robb alam (memisahkan diri), dengan kata lain hanya sekedar antara dirinya dengan Alloh, serta sedang merasakan haq rububuyyah yang ada dalam dirinya, dan merasakan haq ubudiyyahnya, yakni haq pribadi diri yang ada dalam dirinya.
● Haq Rububiyyah:
Setiap keberadaan selain seluruh anggota badan seperti ilmu, wibawa, harta-benda, pamili dll.
● Haq Ubudiyyah:
Seluruh anggota badan yang keluar dari rahim Ibu, yg membentang bagaikan mayit, atau pribadi yang wajib dibuktikan kepada Alloh.
Penjelasan : al khobiru
◄Ialah sipat yang mengetahi terhadap dalam-dalamnya segala perkara►
Yakni yang mencakup semua perkara yang (dhohir), yang (wujud aqli), atau yang (wujud hissi) (yang belum dhohir)
(Al khobiru) yaitu salah satu sipat Aloh yang tidak dijadikan sipat 20 oleh ahli aqo’id iman, karena sudah terliputi oleh sipat ilmu serta bashor-nya Alloh, setiap yg diwaspadai oleh Alloh pasti kelihatan dan diketahui oleh Alloh, cuma perbedaannya hanya untuk perkara yang (mumkinul wujud), yakni perkara yang akan ada tapi belum ada. Dan kontaknya sipat (al khobiru)-nya Alloh (tanjizi hadits), sedangkan kontaknya sipat ilmu-nya Alloh (tanjizi qodim).
Penjelasan : albashiru
(Albashiru) adalah salah satu sipat Alloh, yang melihat dengan sipat bashor-nya Alloh terhadap perkara yang maujud walaupun belum ter-(idrok = diketemukan).
Adapun ta’aluq-nya sipat bashor-nya Alloh pada perkara yang maujudat, yaitu wajibul wujud, atau mumkinul wujud.
Penjelasan : dzu taqtsiri = merasa gegabah
Kalau berkata (dzu taqtsiri) ingin disebut tawadlu, itu namanya riya', tapi kalau berkata (dzu taqtsiri) karena benar-benar merasa gegabah dalam ibadah kepada Alloh, dialah (khosyi'an mutawadi'an rofi'a darojatihi indalloh) orang khusu’ serta tawadlu yang terangkat derajatnya disisi Alloh.
Penjelasan : tholaba minni
Disini mushonnif menerangkan asal mulanya mengarang kitab tijan ini, yang diawali oleh sebuah permohonan sebagian saudara muslim, yang meminta dirinya untuk menuliskan sebuah kitab kecil yang mencakup sipat Alloh dan sipat Rosul.
Oleh karenanya hasil ilmu dengan cara diminta akan lebih intim dan lebih penting serta lebih bermanfaat. Ada keterangan begini bunyinya:
◄Adapun yang namanya ilmu itu bagaikan gudang yang dikunci, adapun alat untuk membukanya ialah permintaan dan pertanyan►
Penjelasan : ba’dlul ikhwani
Kalimat (ba’dlul ikhwani jama') dari lapad (akhun) maksudnya ialah saudara seagama, seperti firman Alloh dalam alqur’an:
◄Sesungguhnya orang-orang mu'min adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu►
(Surat 49 Al-Hujuraat:10)
Dalam istilah kitab, kalau saudara satu turunan, biasanya memakai kata (jama’ ikhwatun) untuk laki-laki, sedangkan kalau untuk perempuan biasanya menggunakan kata (akhwatun), kalau untuk saudara seagama biasa menggunakan kata (ikhwanun).**********
Semoga Alloh memberi kemaslahatan kepadaku dan kepada saudaraku pada tingkah dan kelakuan, agar supaya saya menuliskan untuk sebagian saudaraku itu, satu risalah (lembaran buku) yang kecil yang meliputi sipat-sipat ketuhanan serta sipat-sipat berlawanannya, dan perkara yang wenang dalam haqnya Alloh ta’ala. Dan juga pada perkara yang wajib dalam haqnya para rosul serta pada perkara yang mustahil didalam haqnya para rosul semua, dan juga pada perkara yang wenang di para rosul. Oleh karenanya, maka aku penuhi permintaan ba’dul ikhwan untuk mengarang kitab kecil ini. Selanjutnya aku memohon taufiq kepada Alloh.
Wajib kepada setiap mukallaf, ialah mengenal pada perkara yang wajib didalam haqnya Alloh ta’ala, dan perkara yang mustahil, serta perkara yang wenang
Penjelasan : ashlahallohu
Kalimat yang diatas merupakan jumlah (mu’taridhoh) artinya pembatas antara (fi’il) dan (maf’ul), antara (tholaba) dan (an aktuba), Nah inilah yang disebut jumlah (du’a'iyyah), karena mushonnif sengaja menyelipkan dengan du’a (ashlahallohu li walahum) secara minimal satu kali memenuhi dari ayat (fa'ashlihu baina akhwaikum), karenanya, paling sedikit menjalin persaudaraan itu dengan du’a.
Perkara yang diminta oleh (ba’dlul ikhwan), tiada lain agar aku (kata syeh Ibrohim) menulis kitab kecil yang meliputi sipat-sipat ketuhanan, semuanya ada 20 sipat:
  1. Wujud arti secara harfiyyah: ada
  2. Qidam arti secara harfiyyah: pemula, hal yg dahulu kala
  3. Baqo’ arti secara harfiyyah: kekal
  4. Mukholafatu lilhawaditsi arti secara harfiyyah: berbeda dengan yang baru
  5. Qiyamuhu binafsihi arti secara harfiyyah: berdiri sendiri
  6. Wahdaniyyat arti secara harfiyyah: tunggal
  7. Qudrot arti secara harfiyyah: kuasa
  8. Irodat arti secara harfiyyah: berkehendak
  9. ‘Ilmu arti secara harfiyyah: mengetahui
  10. Hayyat arti secara harfiyyah: hidup
  11. Sama' arti secara harfiyyah: mendengar
  12. Bashor arti secara harfiyyah: melihat
  13. Kalam arti secara harfiyyah: berkata
  14. Qodiron arti secara harfiyyah: yang kuasa
  15. Muridan arti secara harfiyyah: yang berkehendak
  16. ‘Aliman arti secara harfiyyah: yang mengetahui
  17. Hayyan arti secara harfiyyah: yang hidup
  18. Sami’an arti secara harfiyyah: yang mendengar
  19. Bashiron arti secara harfiyyah: yang melihat
  20. Mutakalliman arti secara harfiyyah: yang berkata
Adapun sipat-sipat yang belawanannya ada 20 sipat:
  1. ‘Adam arti secara harfiyyah: tiada
  2. Huduts arti secara harfiyyah: baru
  3. Fana’ arti secara harfiyyah: ruksak
  4. Mumatsalatu lil hawaditsi arti secara harfiyyah: serupa dengan yang baru
  5. Ihtiyaju arti secara harfiyyah: butuh
  6. Ta’addud arti secara harfiyyah: berbilang (lebih bilangannya)
  7. ‘Ajzu arti secara harfiyyah: lemah (tak berdaya)
  8. Karohah arti secara harfiyyah: terpaksa
  9. Jahlu arti secara harfiyyah: bodoh
  10. Mautu arti secara harfiyyah: mati
  11. Shomam arti secara harfiyyah: tuli
  12. ‘Umyun arti secara harfiyyah: lolong / buta
  13. Bukmun arti secara harfiyyah: bisu
  14. ‘Ajizan arti secara harfiyyah: yang lemah (tak berdaya)
  15. Karihan arti secara harfiyyah: yang terpaksa
  16. Jahilan arti secara harfiyyah: yang bodoh
  17. Mayyitan arti secara harfiyyah: yang mati
  18. Ashomma arti secara harfiyyah: yang tuli
  19. ‘A’ma’ arti secara harfiyyah: yang lolong
  20. Abkama arti secara harfiyyah: yang bisu
Sedangkan perkara yang wenang dalam haqnya Alloh ta’ala jumlahnya cuma ada satu, yaitu:
◄Mengerjakan atau meninggalkannya, pada setiap perkara yang MUMKIN adanya►
Penjelasan : ma yajibu fi haqqir rusuli
Adapun perkara yang wajib didalam haqnya para rosul, semuanya ada empat, diantaranya:
  1. Sidiq arti secara harfiyyah: benar
  2. Amamnah arti secara harfiyyah: terpercaya
  3. Fathonah arti secara harfiyyah: pintar = mahir (cepat mengerti)
  4. Tabligh arti secara harfiyyah: menyampaikan
Adapun jumlahnya sipat yang mustahil didalam haqnya para rosul ada empat, yaitu:
  1. Kidbu arti secara harfiyyah: dusta = bohong
  2. Khiyanat arti secara harfiyyah: khiyanat (tidak jujur)
  3. Biladah arti secara harfiyyah: dungu = bodoh
  4. Kitmani arti secara harfiyyah: menyembunyikan
Adapun perkara yang wenang didalam haqnya para rosul, jumlahnya hanya satu, yaitu:
◄Yaitu sipat kamanusaan►
Nah itulah yang diminta oleh (ba’dul ikhwan), didalam risalah ini. Sehubungan dengan adanya permintaan untuk menulis susunan tentang ilmu yang berkaitan dengan ketuhanan dan kerosulan, baik perkara yang wajib, mustahil ataupun yang wenang, maka syekh imam Albajuri memenuhi permintaannya.
Penjelasan.
Dalam kalimat (wabillahi taufiq), adalah merupakan suatu pernyataan:
◄Tiada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Alloh yang maha tinggi dan maha agung►
Penjelasan : yajibu
Yang namanya wajib disini ada beberapa bagian, diantaranya yaitu :
● Wajib menurut hukum syara’
● Wajib menurut hukum ushul fiqih
● Wajib menurut hukum aqli
● Wajib menurut hukum adi (adat)
Nah dalam kalimat (wajib) disini, yaitu wajib menurut hukum syara’ (bagian fiqih).
Definisi wajib menurut hukum syara’, yaitu:
◄Suatu perkara yang mana Alloh telah menjanjikan kepada orang yang mengerjakannya dengan pahala, dan Alloh telah menjanjikan kepada orang yang meninggalkannya dengan siksaan►
Dikarenakan ma’rifat diwajibkan menurut hukum syara’, maka pasti akan dapat pahala serta terpenuhi syarat sahnya syahadat bagi orang yang ma’rifat, sebaliknya pasti akan dikenakan siksaan dan tidak akan sah syahadatnya bagi orang yang tidak ma’rifat.
Yang keduanya ada yang namanya (wajib) menurut ushul fiqih, namanya (Ijab)
Definisi wajib menurut ushul fiqih, yaitu:
◄Mencari pekerjaan yang pasti►
Adapun yang mewajibkan ma’rifat, karena ada perintah didalam alqur’an, yang begini bunyinya:
◄Hai manusia, bertauhidlah kamu sekalian kepada robb kalian, Yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa►
(Surat 2 Al-Baqarah: 21)
● Lapad (u’budu), ialah mencari i’tiqod yang pasti, hal ini sebagai bukti dan petunjuk pada perkara yang wajib.
● Lapad (u’budu), maksudnya ialah menunjukan suatu perintah kepada setiap yang namanya manusia, untuk bertauhid serta ma’rifat kepada robb, karena dalam ayat tersebut diatas yang (di-khithoban) diajak dialog adalah yang namanya (annas) manusia. Maka tidak sah kalau di-khithoban (ibadah) kalau belum bertauhid dulu. Tapi kalau andai kata ayat yang diatas tersebut menggunakan kalimat (ya ayyuhal ladzina amanu), maka sah kalau di-khithoban untuk (ibadah), karena sudah berada dalam keadaan iman.
● Lapad (robbakum) disipati dengan kalimat (alladzi kholaqokum), kalimat ini menunjukan bahwa ma’rifat itu diharuskan dengan menggunakan dalil.
Yang ketiga wajib menurut hukum (aqli=akal) dan hukum (adi=adat), nah wajib inilah yang ada hubungannya dengan ilmu aqo’id iman, atau yang ada hubungannya dengan bahasan yang ada dalam kitab ini.
Penjelasan : ala kulli mukallafin
Pertama, dalam bahasanya menggunakan kata (ala) bukan dengan kata ( li ), menunjukan (wujub) bukan (hasan), Oleh karena itu maka wajib yang tidak bisa ditawar lagi, berbeda dengan haq, ini masih bisa ditawar, gugur karena ridlo, gugur karena bodoh.
Yang kedua, ditambah lagi dengan kata (kulli), ini menunjukan pada:
Maksudnya ialah, setiap bagian dari jenisnya mukallaf wajib ma’rifat, lelaki, perempuan, bangsa dan suku apa saja, dimana saja berada, baik tahapan rendah, pinpinan, awam atau ulama, wajib mengenal Alloh.
Yang ketiga, ditambahan lagi dengan kalimat (mukallafin), artinya yaitu orang yang telah dibebani oleh perintah hukum syara’. Tandanya, yaitu sudah balig serta punya akal, iman atau tidak iman, tetap dikenakan wajib ma’rifat. Kalimat (mukallafin) lapadnya (am=umum), nah oleh karena umum, maka orang kafir disiksa kalau tidak ma’rifat.
Penjelasan : an ya’rifa
Bilamana (fi’il mudlore) kemasukan / disisipi (an masdariyyah) kedudukan makna dan (tarkiban)-nya sama seperti (masdar), disini kedudukan (an ya'rifa) jadi (fa’il) maknanya sama dengan (alma’rifat).
Kata (ma’rifat) dalam tauhid sebagaimana definisi dalam ilmu tashowwuf, kata ma’rifat dalam ilmu tashowwuf yaitu iman tingkatan (arifin ilmul yaqin), (ainul yaqin), (haqqul yaqin).
Kata ma’rifat dalam aqo’id iman bukan sekedar mengetahui, bukan sekedar percaya, yang tahu namanya ilmu, yang percaya namanya iman, tetapi yang nama ma’rifat melebihi tahu serta melebihi percaya, nah itu mutlaknya iman.
Pertama.
Adapun definisi ma’rifat dalam aqo’id iman, ialah:
◄Penemuan tekad yang pasti, sekira-kira tidak disertai keraguan►
● Kalimat yang ada hubungannya dengan kata (idrokun), dintaranya yaitu:
● Khoyali, yaitu bayangan jiwa yang belum sampai pada tingkah kepercayaan.
● Wahmun, yaitu sekilas bayangan kepercayaan yang kurang dari lima puluh persen.
● Syak, yaitu iman, kepercayaan lima puluh persen.
● Dhon, nyaitu iman, kepercayaan yang disertai sangkaan yang kuat yang melebihi dari lima puluh persen, tapi kurang dari seratus persen.
● Yaqin, yaitu termasuk dalam idrokun jazimun. ini yakin yang seratus persen.
Apabila, umpamanya kemarin (jazim), sekarang tidak (jazim), maka dimualai dari sekarang hingga sebelum (jazim) tidak sah imannya, hukumnya murtad.
Kedua.
Selanjutnya mesti (muwafiqun lilwaqi'i), maksudnya ialah perkara yang ditekadkannya mesti sesuai dengan buktinya. Seumpama tekadnya (idrokun jazimun). Imannya kepada Alloh, tapi perkara yang ditekadinya tidak sesuai dengan buktinya, atau tidak sesuai dengan sipat-sipat ketuhanan, menurut ahli sunnah, bukan ma’rifat tapi kupur hukumnya, seperti tekadnya kafir (mujassimah) dengan nekadkan (jazim) atas adanya Alloh, tapi Alloh yang ia tekadkan yang bersemayan dalam dirinya sendiri. Atau seperti tekadnya kafir (fulasifah) yang menekadkan akan adanya Alloh dengan (jazim), tapi yang ia tekadkan bahwa Alloh yang bersemayan didalam alam.
Atau menekadkan dengan (jazim) bahwa Muhammad itu rosululloh (utusan Alloh), sedangkan muhammad yang ia akui bukan muhammad bin abdulloh, tapi misalnya (mim ~ ha ~ mim ~ dal) misalkan, (Mim)-nya kepala, (Ha)-nya tangan, (Mim)-nya perut, (Dal)-nya kaki.
Ketiga.
Selanjutnya harus (nasyi’un an dalilin), artinya harus timbul dari dalil, dalil itu terbagi atas dua bagian:
  1. Dalil tafshili, yaitu dalil yang mendalam serta mendetil, dalil yang ini bisa untuk menyerang atau menghancurkan aqidah yang batal. Pandangan hukum syara’ terhadap dalil tafshili, para ulama berpendapat bahwa hukumnya fardlu kifayah.
  2. Dalil ijmali, ulama ittifaq bahwa hukumnya adalah fardlu ain terhadap dalil ijmali. serta dimasukan kedalam syarat ma’rifat.
Ulama mujtahidin terhadap hukum syara’nya terbagi menjadi lima pendapat:
  • Qoul yang pertama, golongan Imam Sanusi dan Imam Ibnul Arobi berpendapat bahwa ma’rifat tidak dengan dalil, maka hukumnya tidak sah imannya, baik orang pintar atau orang bodoh, kapir hukumnya.
  • Qoul anu kedua, ma’rifat tidak dengan menggunakan dalil, sah imannya, baik cerdas ataupun bodoh, Cuma maksiat.
  • Qoul yang ketiga, ma’rifat tidak disertai dengan dalil untuk orang yang bodoh, sah imannya serta tidak maksiat, untuk orang yang cerdas sah imannya tapi dosa, qoul yang ketiga ini dibuat sandaran oleh ahli aqo’id, serta sah disebarkannya.
  • Qoul yang keempat, ma’rifat tidak disertai dalil, tidak berdosa seumpamanya taqlid pada qur’an dan hadits yang mutawatir.
  • Qoul yang kelima, ma’rifat tidak disertai dalil, sah imannya serta tidak berdosa, malah haram memikirkannya dalil, seumpama dalilnya tercampuri (fulasifah).
Penjelasan : ma yajibu
Maksudnya kata (ma) disini, yaitu perkara yang menunjukan pada macam-macam sipat yang dua puluh yang wajib adanya di Alloh yang wajib dima’rifatkannya, penjelasannya insya alloh yang akan datang.
Kata wajib disini maksudnya wajib aqli bukan wajib syar’i bukan wajib ‘adi.
Adapun definisinya wajib menurut akal, yaitu:
◄Perkara yang tergambarkan oleh akal ghorizi adanya perkara tersebut. Dan tidak tergambarkan oleh akal ghorizi tidak adanya itu perkara►
(Yakni perkara yang pasti adanya mustahil tidak adanya)
Adapun yang namanya aqal terbagi tiga bagian:
● Aqal thobi’i, yaitu akalnya binatang yang tidak tahu tentang robb.
● Aqal ghorizi, yaitu akalnya manusia yang bisa memisahkan antara haq dan batil, Dan mengetahui serta paham atas keagungan Robb.
● Aqal ruhani, yaitu akal yang bisa menyaksi terhadap (af’al), (asma’), (sipat) dan (dzat) Alloh.
Yang dimaksud oleh wajib menurut hukum aqli, bukan dari pertama adanya akal, atau bukan dimana akal tidak ada terus wajibnya hilang, tapi maksudnya pasti selalu ada selamanya, cuma akal yang menemukannya.
Aqli:
Adapun hukum aqal, yaitu menetapkan perkara yang lain, atau meniadakan perkara yang lain, serta bukan pengaturan Alloh, serta bukan karena ukuran penemuan. Seperti menetapkan adanya suatu pekerjaan, menandakan bahwa pasti adanya (orang) yang punya pekerjaan.
Hukum aqal itu ada tiga:
  1. Wajib.
  2. Mustahil.
  3. Wenang.
Yang namanya hukum, yaitu menetapkan satu perkara pada perkara yang lain, atau meniadakan perkara yang lain, seperti meniadakan perkara yang baru dari Alloh.
Adat.
Hukum adat, yaitu menetapkan perkara yang lain, atau meniadakan perkara dari yang lain, dikarenakan sudah biasa kerap terjadi seperti itu, tetapi sah menyalahinya serta tidak ada bekasnya, seperti menetapkan mesti adanya hangus dalam perkara yang bertemu kena api.
Pekerjaan Alloh didalam adat ada tiga rupa, yaitu:
  • Mewujudkan yang disambung.
  • Mewujudkan yang nyambung.
  • Menyambungkan.
Hukum adat tiga bagian, yaitu:
  • Wajib.
  • Mustahil.
  • Wenang.
Wajib.
Adapun yang namanya wajib menurut adat, yaitu yang mesti adanya, tak mengerti oleh adat dalam tiadanya, dikarenakan sudah biasa kerap terjadi seperti itu, tapi sah menyalahinya serta tidak ada bekasnya, seperti menetapkan mesti adanya hangus dalam perkara yang bertemu kena api.
Mustahil.
Adapun yang namanya mustahil menurut adat, yaitu yang mesti tiadanya, tidak mengerti oleh adat dalam tiadanya, dikarenakan sudah biasa kerap terjadi seperti itu, tapi sah menyalahinya serta tidak ada bekasnya, seperti mesti tidak ada hangus dalam perkara yang bertemu api-tidak kena.
Wenang.
Adapun yang namanya wenang menurut adat, yaitu mengerti ada dan tiadanya itu terpikirkan, dikarenakan sudah biasa kerap terjadi seperti itu, tapi sah menyalahinya serta tidak ada bekasnya, seperti berjualan, ada rugi ada untung.
Hukum adat wajib syar’i untuk dijaga dan dihormat.
Alloh berfirman:
◄Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya►
(Surat 2 Al-Baqarah: 286)
Menurut ushul fiqih:
◄Hukum adat dipakai sebagai landasan hukum syara’►
Serta Alloh memperkuat dengan firmannya:
◄Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik►
(Surat 2 Al-Baqarah: 195)
Adapun yang memperkuat bahwa adat tidak membawa bekas, yaitu firman Alloh dalam alqur’an:
◄Katakanlah: "Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami►
(Surat 9 At-Taubat: 51)
(Yakni seperti makan tak membuat kenyang, kenyang bukan karena hasil makan, tapi Alloh yang mengadakan makan serta membuat kenyang, makan dan kenyang adalah suatu ketentuan Alloh)
◄Dan Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu►
(Surat 37 Ash-Shaaffaat: 96)
Persambungan adat.
Nyambungnya adat itu ada empat, yaitu:
  • Ada ke ada, contohnya : adanya makan, maka kenyang ada.
  • Ada ke tidak ada, contohnya : adanya makan, maka lapar tidak ada.
  • Tidak ada ke tidak ada, contohnya : tidak ada makan, maka kenyang tidak ada.
  • Tidak ada ke ada, contohnya : tidak adanya makan, maka lapar ada.
Adapun yang namanya adat ketika bertemu dengan sabab dan musabab, maka sah menyalahinya serta tidak ada bekasnya. Karena terjadinya semua keadaan, bukan karena “sebab”, tetapi terjadinya semua itu oleh Alloh ta’ala, Insya Alloh penjelasannya ada dalam sipat wahdaniyyat.
Penjelasan : fi haqqihi ta’ala
Sipat dua puluh haq Alloh bukan sesuatu yang ditangguhkan terhadap keputusan para mujtahidin, serta bukan haq yang ditangguhkan terhadap perkataannya para rosul, serta bukan haq yang ditangguhkan terhadap adanya alam. Walaupun sama sekali ia Alloh tidak menciptakan makhluk, akan tetapi ia Alloh tetap tersipati oleh sipat dua puluh.
Adanya sipat dua puluh yang ada di Alloh, ia tidak tergantung atas ditetapkannya atau dipercaya oleh makhluk, andaikata semua makhluk tidak ada yang iman terhadap sipat yang dua puluh yang ada di Alloh, maka tetap ia Alloh tersipati oleh sipat dua puluh, sebagaimana firmanNya dalam alqur’an:
◄Dan jika kamu kafir, (maka kekafiran itu tidak merugikan Allah sedikitpun) karena sesungguhnya apa yang di langit dan di bumi itu adalah kepunyaan Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana►
(Surat 4 An-An-Nisaa’: 170)
Ayat yang diatas memberitahukan bahwasannya dzat Alloh tidak membutuhkan apa-apa. dikarenakan sipat dua puluh haq Alloh, Yakni tidak ada yang mempunyai sipat dua puluh kecuali Alloh, maka mustahil makluk tersipati oleh sipat dua puluh, seumpamanya ada makhluk menyerupai sipat dua puluh, kesamaannya cuma sekedar dalam sebutan saja (tasybih tasmiyyah), karena pada hakikatnya (mukholafah = berbeda), contohnya Alloh kuasa, raja-pun kuasa, kekuasaan Alloh tidak akan sama dengan kekuasaan raja.
Penjelasan : wa ma yastahilu
Maksud kata (ma) disini, yaitu perkara yang wajib dima’rifatkan bagian kedua, yaitu berbagai waranaan sipat yang mustahil di Alloh, tidaklah cukup ma’rifat terhadap perkara yang wajib di Alloh saja, kalau tidak mema’rifatkan terhadap rincian sipat yang mustahil di Alloh.Adapun penjelasannya Insya Alloh yang akan datang.
Adapun definisinya Mustahil menurut aqli, yaitu:
◄Perkara yang tidak tergambarkan oleh akal ghorizi akan adanya, dan tergambarkan oleh akal ghorizi akan tidak adanya►
Penjelasan : wa ma yajuzu
Maksudnya kata (ma) disini, yaitu perkara yang wajib dima’rifatkan bagian yang ketiga, yaitu pada sipat yang (wenang) di Alloh, tidaklah cukup ma’rifat dengan ma’rifat yang wajib di Alloh dan yang mustahil di Alloh saja seumpama tidak ma’rifat terhadap sipat yang (wenang) di Alloh.
Adapun jumlahnya sipat wenang di Alloh cuma satu yaitu:
◄Berbuat pada setiap perkara yang mumkin/mungkin, atau meninggalkanya►
(Mumkin) disini bukan (Mumkin) menurut hukum syara’, juga bukan menurut hukum adat, tapi (Mumkin) menurut hukum akal. Kalau mumkin menurut hukum syara’, yaitu menceritakan pada perkara yang dikerjakan dan tidak dikerjakan, atau tidak diberi pahala dan tidak disiksa.
(Mumkin) menurut hukum adat, yaitu kadangkala ada, kadangkala tiada, seperti nyalanya lampu dan matinya lampu.
Definisinya (Mumkin) menurut hukum akal, yaitu:
◄Perkara yang tergambarkan oleh akal ghorizi adanya dan tidak adanya►
Maksudnya, (Mumkin) adanya dan (Mumkin) tiadanya, walaupun hal tersebut yang dilarang oleh hukum syara’, seperti adanya kufur, atau yang lainnya seperti dibakar tidak hangus. Nah ini semuanya hal yang (Mumkin) di Alloh. Insya Alloh penjelasannya yang akan datang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar