Jumat, 26 September 2014

KHUTBAH HARI RAYA IDUL ADHA

KHUTBAH HARI RAYA IDUL ADHA


PEMBUKAAN KHUTBAH

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ.

اَللَّهُ أَكْبَرْ’ اَللَّهُ أَكْبَرْ’ اَللَّهُ أَكْبَرْ’
اَلْحَمْدُلِلَّهِ الَّذِىْجَعَلَ هَذَاالْيَوْمَ عِيْدًالِلْمُسْلِمِيْنِ. وَجَعَلَ عِبَادَةَ الْحَجِّ وَعِيْدُ اْلاَضْحَ مِنْ شَعَائِرِاللَّهِ وَاِحْيَائِهَامِنْ تَقْوَىالْقُلُوْبِ. اَشْهَدُاَنْ لاَاِلَهَ اِلاَّاللَّهُ اَذَلَّ مَنْ جَحَدَ وَكَفَرَ. وَاَشْهَدُاَنَّ مُحَمَّدًاعَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. خَيْرَمَنْ حَجَّ وَاعْتَمَنْ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَىْ اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ مَاهَلَّلَ وَسَلَّمَ وَكَبَّرَ.
اَللَّهُ أَكْبَرْكَبِرًا’وَالْحَمْدُلِلَّهِ كَثِيْرًاوَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَة ً وَاَصِيْلاً’لاَاِلَهَ اِلاَّاللَّهُ وَحْدَهُ’صَدَقَ وَعْدَهُ’ وَنَصَرَعَبْدَهُ’ وَأَعَزَّجُنْدَهُ وَهَزَمَ اْلأَحْزَابَ وَحْدَهُ’لاَاِلَهَ اِلاَّاللَّهُ وَلاَنَعْبُدُاِلاَّ اِيَّاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الِدّيْنَ وَلَوْكَرِهَ الْمُشْرِكُوْنَ. يَاَيُّهَاالَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْاللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَتَمُوْتُنَّ اِلاَّوَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنِ.
يَاَيُّهَاالنَّاسُ اتَّقُوْارَبَّكُمُ الَّذِىْخَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍوَخَلَقَ مِنْهَازَوْجَهَاوَبَثَّ مِنْهُمَارِجَالاًكَثِيْرًاوَنِسَاءً وَاتَّقُوْااللَّهَ الَّذِىْ تَسَاءَ لُوْنَ بِهِ وَاْلاَرْحَامَ’ اِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا.
يَاَيُّهَاالَّذِيْنَ آمَنُوْااتَّقُوْااللَّهَ وَقُوْلُوُقَوْلاًسَدِيْدًا’ يُصْلِحْ لَكُمْ اَعْماَلَكُمْ’ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ’ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَفَوْزًاعَظِيْمًا.
قَالَ اللَّهُ تَعَالَى فِىالْقُرْآنِ الْعَظِيْمْ’وَلِتُكْمِلُوْاالْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوْا اللَّهَ عَلَىمَاهَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَسْكُرُوْنَ. عِبَادَاللَّهِ’ اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِىْ بِتَقْوَوْىاللَّهِ فَقَدْفَا زَالْمُتَّقُوْنَ.
اَللَّهُ أَكْبَرْ’ اَللَّهُ أَكْبَرْ’ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ.











اَللَّهُ أَكْبَرْ’ اَللَّهُ أَكْبَرْ’ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ.
Kaum Muslimin Rahimakumullah.

Kembali kita bersyukur kepada Allah SWT., kare-na hari ini, Sabtu tanggal 10 Dzulhijjah 1422 H., bertepa-tan dengan tanggal 22 Pebruari 2002 M., kita masih dapat berkumpul kembali di tempat ini dengan tujuan yang sama, yaitu beribadah kepada Allah SWT., menunaikan Shalat Idul Adhha, sekaligus mendengarkan khutbah se-bagai rangkaian dari shalat id, dan sesudah itu, akan kita lanjutkan dengan memotong hewan qurban, di tempat ini pula kalau mungkin dan itu lebih baik, atau di rumah-rumah sendiri. Sehingga shalat id kurang sempurna, tanpa khutbah dan tanpa berqurban. Ketiga - tiganya, adalah satu paket. Sehingga turut berjama’ah dalam shalat id, tetapi tidak mendengarkan khutbah, adalah kurang sem-purna.

Ini mengisyaratkan bahwa khutbah id dan mende-ngarkannya itu suatu keniscayaan yang selayaknya diper-hatikan oleh jama’ah shalat id. Begitu juga memotong hewan qurban bagi yang mampu, adalah sangat dianjur-kan, yang menurut Imam Hanafi dinilai sebagai “ Wajib ”, sehingga merayakan Idul Adhha tanpa qurban, adalah kurang sempurna. Karena Allah SWT. sendiri telah mengisyaratkan dalam kitab suci-Nya Al-Qur’an di Surat Al-Kautsar :

اِنَّااَعْطَيْنَكَ الْكَوْثَرَ(1) فَصَلّ ِ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ (2) اِنَّ شَا نِئَكَ هُوَاْلاَ بْتَرْ (3).
“ (1) Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu ni’ mat yang banyak. (2) Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berqurbanlah. (3) Sesungguhnya orang –orang yang membenci kamu dialah yang terputus “. ( QS. Al-Kautsar (108) : 1-3 ).

DR. Wahbah Az-Zuhaili dalam Tafsirnya “ Al-Munir “ mengatakan, bahwa kalimat “Fashalli Lirabbika” ( maka shalatlah demi mengabdi kepada tuhanmu ) itu, maksudnya, adalah Shalat Id. Dan dalam surat itu disebutkan secara kronologis :
Pertama, Allah memberi kenikmatan yang banyak, terma-suk kekayaan harta,
Kedua, kita diserukan untuk shalat, diantaranya Shalat Id, Ketiga, kita diperintahkan untuk menyembelih hewan qurban.

Kalau ketiga-tiganya itu dapat terlaksana dengan baik dan tuntas, maka Allah menjamin, bahwa para pen-cela Islam itu akan kecele ( Al-Abtar ). Ini menunjukkan bahwa orang - orang kaya itu dalam merayakan Idul Adhha tidak cukup dengan shalat, tetapi harus disertai dengan qurban juga. Ini, dipertegas dalam suatu Sabda Rasulullahi SAW. :

مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلَايَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا ( رَوَاهُ اَحْمَدُ وَابْنُ مَاجَهْ عَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَمَوْقُوْفًا )
“ Barangsiapa ada kemampuan, tetapi tidak berqurban, maka jangan sekali-kali mendekat tempat shalat(mushalla) kami ( HR. Ahmad dan Ibnu Majah/ Mauquf kepada Abu Hurairah ) “.
Jadi, orang kaya yang tidak mau berqurban sekali – kali jangan mendekati jama’ah Kaum Muslimin. Ini me-nunjukkan betapa urgensinya qurban itu dalam Islam. Karena dengan qurban, fakir miskin dapat terangkat. Sedangkan memperhatikan fakir miskin termasuk salah satu faktor tercurahnya rezeki dan teratasinya problem. Sabda Rasulullah SAW. :

اِنَّمَاتَنْصُرُوْنَ وَتَرْزُقُوْنَ بِضُعَفَائِكُمْ ( أَخْرَخَهُ الْبُخَارِىْ )
“ Sesungguhnya kamu akan diberi rezeki dan diberi perto-longan oleh Allah lantaran memperhatikan kaum dhu’afa kamu “. ( HR. Bukhari ).

Untuk itu, marilah kita menjadi muslim yang baik, muslim yang terus berusaha untuk menyempurnakan pri-laku keislamannya, dalam seluruh aspek kehidupan, dalam ibadah maupun mu’amalah duniawiyah, menjadi muslim yang kaffah. Karena menjadi muslim kaffah itu termasuk bagian mempertahankan eksistensi Islam. Se-hingga sisa umur yang ada ini benar-benar bermanfa’at dengan mendapat ridha Allah, dan kita meninggalkan dunia yang fana ini dengan khusnul khatimah.

اَللَّهُ أَكْبَرْ’ اَللَّهُ أَكْبَرْ’ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ.
Kaum Muslimin Rahimakumullah.

Ada dua peristiwa penting yang terjadi pada hari Idul Adhha :

Peristiwa Pertama :
Disebut Hari Raya Adhha atau Hari Raya Qurban, karena pada hari raya ini yang diikuti dengan tiga hari sesudahnya yang disebut hari tasyriq, Umat Islam yang mampu diperintahkan untuk mengadakan udhiyyah atau penyembelihan binatang ternak untuk qurban, sebagai bakti menunaikan tugas kewajiban melaksanakan perin-tah Allah SWT. beribadah kepada-Nya. Yang hasil pe-ngurbanannya dapat dirasakan kemanfa’atannya oleh ma-syarakat, yang memupuk jiwa berqurban, untuk kesukse-san dalam kehidupan baik individu maupun masyarakat, bangsa dan negara.

Peristiwa Kedua :

Pada tanggal 9 Dzulhijjah ( kemarin ) saudara-sau-dara kita kaum muslimin yang melakukan Ibadah Hajji, melaksanakan wukuf di Padang Arafah. Dan sekarang ta-nggal 10 Dzulhijjah mereka sedang menyempurnakan Iba-dah Hajjinya melempar jumrah aqabah di Mina, dan sete- rusnya melakukan thawaf ifadhah di Baitullah dan sa’i di Makkah dan seterusnya pada hari tasyriq mereka melaku-kan lempar jumrah di Mina. Dari mulai ihram, wukuf di Arafah sampai tahallul, mereka dalam keadaan sama ber-pakaian yang sama pula, yakni pakaian ihram, yang bagi pria hanya dua lembar kain putih, satu untuk kain dan sa-tunya lagi untuk selendang. Tak ada perbedaan antara ka-ya dan miskin, antara yang berpangkat dan yang tidak berpangkat, antara segala jenis bangsa dan warna kulit, semuanya dalam suasana persaudaraan, sama-sama iba-dah kepada Allah. Semuanya merasa kecil, semuanya me-rasa rendah dirinya di hadapan Allah SWT. Hanya Allah lah Yang Maha Agung lagi Perkasa.
Demikianlah prinsip hak asasi manusia, dalam Is-lam, bahwa semua manusia, adalah sama derajatnya di sisi Allah SWT., seperti halnya dipraktekkan dalam Iba-dah Hajji dan Ibadah Shalat, berdiri sama tinggi, duduk sama rendah, tak pandang miskin atau kaya, berpangkat atau tidak berpangkat. Hanya satu kriteria, yaitu yang paling taqwa kepada Allah itulah yang paling mulia di sisi Allah SWT. Sebagaimana Firman Allah dalam Surat Al-Hujurat, Ayat 13 :

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللهِ أَتْقَكُمْ
" Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu disisi Allah, adalah siapa yang paling bertaqwa ". ( QS. Al-Huju-rat ( 49 ) : 13 ).

Perbedaan kedudukan dan tingkatan, menurut Ajaran Islam pada hakikatnya, hanyalah perbedaan pem-bagian tugas dan tanggung jawab sesuai dengan kemam-puannya dan kecakapan seseorang untuk melaksanakan tugas-tugas di dunia ini, yang harus dipertanggung jawab-kan di hadhirat Allah di akhirat kelak.

Karena itu, menurut Ajaran Islam, supaya menem-patkan seseorang itu sesuai dengan keahlian, kecakapan dan kemampuannya. sebagaimana Sabda Rasulullah SAW.,

اِذَاوُسِّدَّاْلاَ مْرُ اِلَى غَيْرِ اَهْلِهِ فَانْتَظِرِالسَّاعَةَ.

“ Apabila urusan itu diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka nantikanlah kehancurannya “.
Dari dua peristiwa penting tersebut, Islam mempu-nyai ajaran yang penuh dinamika dan persaudaraan yang mesra, yang didasari dengan iman dan taqwa kepada Allah SWT.

Dengan ajaran qurban, Allah SWT. tidak memerin-tahkan kita untuk berqurban seperti Nabi Ibrahim terha-dap putranya Ismail. Kita Umat Islam dituntut harus sanggup berqurban untuk melaksanakan perintah-perin-tah Allah, meninggikan Kalimah Tauhid dan beramal sha-hih, meninggalkan larangan-larangan Allah SWT., men-jauhi kemusyrikan dan kemakshiyatan. Sebab pada hake-katnya semua perintah Allah SWT. apabila dilaksanakan akan membawa manusia kepada kebahagiaan, baik yang bersifat individu maupun untuk masyarakat, bangsa dan negara dan larangan-larangan Allah SWT. itu kalau tidak ditinggalkan akan menghambat tercapainya cita-cita se-tiap hati nurani manusia mencapai kesejahteraan atau ke-makmuran jasmani dan rohani, masa kini dan masa nanti.

Sesudah mengetahui kedua peristiwa tersebut, sam-pai sa’atnya untuk membicarakan kepatuhan 3 ( tiga ) orang Hamba Allah, terhadap Rabbanya. Dimana ketiga Hamba Allah tersebut, mewakili generasi masing-masing. yakni Generasi Ayah, Generasi Ibu dan Generasi Anak. Dan keteladanan ketiga generasi tersebut, akan kami uraikan satu-persatu :

I. Kepatuhan Ibrahim, AS.

Ibrahim AS., adalah seorang ayah yang sangat patuh kepada Rabnya dan bijaksana. Kepatuhannya itu dibuktikan dengan menta’ati segala perintah Allah SWT., walaupun perintah itu menyangkut hal yang sangat berat, yakni harus menyembelih anak kandungnya sendiri. Na-mun dengan penuh bijaksana hal itu tetap dilaksanakan-nya dengan tidak melupakan prinsip musyawarah, dengan putranya Ismail. Hal ini dilakukan, untuk mengetahui pendapat dari Ismail terhadap perintah Allah SWT. ter-sebut. Dialog antara ayah dan anak, dikisahkan kembali oleh Allah SWT. dalam Al-Qur’an, Surat Ash-Shaffat, Ayat 102 :

فَلَمَّابَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَبُنَيَّ اِنِيّْ اَرَىْ فِىالْمَنَامِ اَنِّيْ اَذْ بَحُكَ فَانْظُرْمَاذَاتَرَى, قَالَ يَاَبَتِ افْعَلْ مَاتُؤْمَرُ, سَتَخِدُ نِيْ اِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّبِرِيْنَ.
“ Maka tatkala anak itu sampai pada umur berusaha ber-sama-sama, lalu Ibrahim berkata kepadanya : “ Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu, maka pikirkanlah bagaimana penda-patmu “. Ismail menjawab : “ Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan Allah kepadamu, insya Allah engkau akan mendapatkan aku termasuk orang-orang yang sabar “. ( QS. Ash-Shaffat (37) : 102 ).

Ibrahin AS. dan Ismail AS. menerima perintah Allah itu dengan penuh ketulusan dan kesabaran, demi iman dan cintanya kepada Allah, Tuhan Yang Maha Pe-ngasih lagi Maha Penyayang. Di dalam bathinnya terjadi pergumulan antara iman dan cinta kepada Allah dengan cinta dan sayang kepada anaknya. Iman dan cinta kepada Allah berada diatas segala-galanya bagi Ibrahim.

Ibrahim dan Ismail lulus ujian. keduanya menda-pat pujian dan balasan kesejahteraan dari Allah SWT., sebagaimana Firman-Nya :

قَدْصَدَّ قْتَ الرُّءْ ياَ’ اِنَّاكذَلِكَ نَجْزِى الْمُحْسِنِيْنَ. اِنَّ هَذَا لَهُوَالْبَلَؤُاالْمُبِيْنُ. وَفَدَيْنَهُ بِذِبْحٍ عَظِيْمٍ. وَتَرَكْنَاعَلَيْهِ فِى اْلاَ خِرِيْنَ. سَلَمٌ عَلَىاِبْرَهِيْمَ.

“ Dan Kami panggilkan dia : “ Wahai Ibrahim, sesungguh-nya kamu telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan kam-bing sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu pujian yang baik di kalangan orang-orang yang datang kemudian, yaitu kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim “. ( QS. Ashn-Shaffat (37) : 105-109 ).

Dengan keta’atan Ibrahim itulah, maka Allah SWT. memuji dan mengangkatnya menjadi Imam bagi seluruh umat manusia. Namun Ibrahim sebagai seorang ayah, yang mencintai anak keturunannya, juga tidak lupa berdo’a kepada Allah, agar anak keturunannya nantinya dijadikan imam bagi umat manusia. Permohonan Ibrahim dijawab Allah : “ Janji-Ku ini tidak berlaku bagi orang-orang yang aniaya ( Dzalim ) “.

Firman Allah :

وَاِذِابْتَلَى اِبْرَهِمَ رَبُّحُ بِكَلِمَتٍ فَاَتَمَّهُنَّ’ قَالَ اِنِّيْ جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ اِمَامًا’ قَالَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِيْ’ قَالَ لاَيَنَالُ عَهْدِى الظَّلِمِيْنَ.

“ Dan ingatlah, ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat ( perintah dan larangan ), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman : “ Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia “.Ibrahim berkata : “ Dan saya mohon juga dari keturunanku “. Allah berfirman : “ Janji-Ku ini tidak mengenai orang yang dzalim “. ( QS. Al-Baqarah (2) : 124 ).

Hampir semua Nabi dan Rasul Allah, adalah ketu-runan Nabi Ibrahim, AS., termasuk Nabi Muhammad SAW. keturunan Nabi Ismail, anak pertama Nabi Ibrahim.

II. Kepatuhan Hajar
Hajar, karena telah jadi istri Ibrahim yang membe-rinya seorang anak yang sangat dicita - citakan, merasa dirinya sudah setaraf dengan Sarah, malah lebih penting. Hal ini menjadikan Sarah bersedih hati, akhirnya untuk ketenangannya, Sarah perintahkan Ibrahim, Ismail dan Hajar meninggalkannya sendiri.

Nabi Ibrahim bersama Hajar dan Ismail, berangkat menuju ke selatan. Akhirnya sampai di satu daerah padang pasir tandus, gunung batu, dimana tidak ada air, tidak ada tumbuhan, tidak ada manusia dan binatang. Ke-mudian Ibrahim dipanggil Allah kembali ke Palestina. Se-bab istrinya Sarah sudah sangat rindu. Alangkah kaget-nya Hajar mendengar bahwa Ibrahim akan meninggal-kannya di daerah tidak berpenghuni itu, apa yang akan terjadi bila semua air dan makanan persediaannya sudah habis. Namun Ibrahim hanya menjawab bahwa ini, adalah perintah Allah. Setelah mendengar dari mulut Ibrahim sendiri, bahwa itu, adalah perintah Allah, maka Hajar menjadi tenang karena ia yakin tentu Allah, yang men-jamin keselamatan hidupnya bersama anaknya. Sebelum berangkat Ibrahim berdo’a.

Firman Allah SWT.

رَبَّنَااِنِّيْ اَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِيْ بِوَادٍغَيْرِزَرْعٍ عِنْدَبَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَالِيُقِيْمُوْاالصَّلَوةَ فَجْعَلْ اَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِيْ اِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِّنَ الثَّمَرَتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُوْنَ.

“ Yaa Tuhan kami, aku menempatkan sebagian keturunan-ku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat Rumah Suci-Mu ( Baitullah ) yang dihormati, Yaa Tuhan kami (yang demikian itu), agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur “. ( QS. Ibrahim (14) : 37 ).

Siti Hajar patuh ditinggalkan Ibrahim di daerah padang pasir, tanpa air, tanpa manusia dan tumbuhan. Sesudah semua air dan bekalan habis, Hajar lapar dan haus, begitu juga anaknya ismail. Berulang-ulang Hajar bolak-balik antara bukit Safa dan Marwa mencari air dan minta pertolongan dari musafir yang mungkin ada. Tetapi tidak seorang musafirpun yang berani melalui daerah tan-pa air dan tanpa manusia itu. Karena tidak kuat lagi, Hajar mencium anaknya sambil berdo’a : “Ya Allah karena mematuhi perintah-Mu jualah aku sanggup ditinggalkan di sini. Yaa Allah berilah kami air dan buah untuk kami makan. Allah kabulkan do’a itu dengan me-munculkan telaga zamzam yang mengeluarkan air. Selain dapat minum, maka karena zamzam itu, tempat itu sela-lu didatangi semua musafir untuk minta air. Akhirnya ra-mai menjadi kota Mekkah yang sekarang ini. Hajar dan Ismail dianggap pemilik telaga itu. Hajar mendapat imba-lan dari siapa saja yang mengambil air zamzam itu. Imbalan berupakan buah-buahan dan barang-barang ber-harga. Sampai ia menjadi kaya.

Dalam keadaan seperti ini, maka dibutuhkan seo-rang ibu atau istri yang memiliki keta’atan kepada Allah SWT. dan kepatuhan kepada suami. Tanpa keta’atan dan kepatuhan, maka semua cobaan akan terasa berat dan su-lit. Hajar sebagai seorang ibu atau istri dengan penuh ke-yakinan kepada Allah menjalani semua cobaan itu dengan ikhlash, sehingga terasa ringan.

8 tahun kemudian Nabi Ibrahim, datang mencari istri dan anaknya, bertemu di Arafah dalam keadaan sehat wal afiat dan kaya, karena memiliki telaga zamzam.




III. Kepatuhan Ismail

Nabi Ismail, merupakan suri teladan yang baik ba-gi kita semua, bagaimana seorang anak yang ta’at kepada Allah SWT, patuh dan berbakti kepada kedua orang. Bagaimana rindu dan mesranya bertemu dengan istri dan anak yang ditinggalkan 8 tahun itu, tiba-tiba Allah perin-tahkan, agar Nabi Ibrahim menyembelih leher anaknya sendiri dengan pedangnya sendiri pula. Mimpi seorang Nabi, adalah wahyu dari Allah SWT. yang harus dipatuhi. Ibrahim panggil anaknya Nabi Ismail yang masih beru-mur 8 tahun itu : “ Hai Ismail, aku diperintah dalam mim-pi untuk menyembelih lehermu, bagaimana pendapatmu sendiri ? “, Ismail menjawab dengan tegas : “ Jalankanlah perintah itu hai Bapakku, insya Allah aku sabar “.

Kedua hamba Allah itu menuju tempat untuk me-nyembelih leher Ismail. Bertemu dengan seorang yang melarang Ibrahim untuk melakukan perintah itu. Orang itu dilempar Ibrahim dengan batu. Kemudian ada lagi yang melarangnya, juga dilempar. Dan begitu juga untuk ketiga kalinya.

Akhirnya sampailah pada titik klimaksnya kepatu-han itu. Nabi Ibrahim dengan pedang terhunus sudah bersiap untuk menyembelih leher Ismail. Disa’at itu terdengar suara dari atas gunung (Mina) : “ Hai Ibrahim, jangan engkau sembelih leher anakmu, ini adalah ujian. Gerak-gerikmu berdua menunjukkan kamu berdua mema-tuhi perintah Allah SWT . Allah mengirim kibasy. Sembelih-lah kibasy ini sebagai ganti anakmu Ismail “. Ibrahim lalu memotong kibasy itu dan mendendeng dagingnya dan
membagikan sisanya kepada kaum fakir miskin.
Kepatuhan tiga orang hamba Allah itu, luar biasa. Tidak ragu-ragu menjalankan apa saja yang diperintah-kan Allah SWT., sebab yakin akan besar akibat dan man-fa’atnya. Ketiga peristiwa kepatuhan luar biasa itu sangat disayangkan kalau kita dilupakan begitu saja. Untuk menghidupkan ingatan kepada ketiga peristiwa itulah Allah SWT. menurunkan Nabi Muhammad SAW. 4.000 tahun kemudian. Dengan wahyu Allah berupa Al-Qur’an ( Agama Islam ), semua manusia beriman diperintahkan Allah merayakan Hari Raya Idul Adhha dan menunaikan Ibadah Haji setiap tahun.

Idul Adhha, Ibadah Haji dan Ibadah Qurban, me-motong kibasy, kambing atau sapi, adalah satu cara yang ditetapkan Allah SWT. untuk mengingatkan semua orang beriman kepada ketiga manusia patuh dan ketiga kepatu-han yang dilakukannya.

Jagat raya ini dipertahankan dan dilestarikan Allah adalah karena kepatuhan manusia terhadap Allah. Selama di dunia ini masih ada manusia yang patuh memenuhi perintah Allah, selama itu pula jagat atau alam ini dipertahankan Allah akan adanya. Sebaliknya bila se-luruh umat manusia sudah lupa kepada Allah, nama Allah tidak ada lagi yang menyebutnya, maka alam atau jagat ini akan dimusnahkan oleh Allah SWT. Demikian Sabda Rasulullah SAW. menerangkan wahyu Allah :

“ Kiamat tidak akan terjadi selama di dunia ini masih ada manusia yang menyebut nama Allah, Allah “.

Kelestarian jagat ini bukan bergantung kepada ilmu pengetahuan, bahkan kemajuan ilmu pengetahuan tanpa iman dan taqwa itulah yang mempercepat hancur-nya jagat ini. Kelestarian jagat ini, adalah semata-mata karena kepatuhan manusia terhadap Allah SWT. Manusia yang patuh itulah yang menyebabkan Allah masih menu-runkan hujan, memberi rejeki dan menumbuhkan tum-buh-tumbuhan. Sungguh penting iman, taqwa dan mema-tuhi perintah Allah SWT. dalam hidup ini. Bagaimana ju-ga bodoh dan melaratnya orang beriman dan bertaqwa itu, namun merekalah yang menjadikan jagat ini masih utuh. Kalau bukan karena keberadaan mereka di jagat ini, dunia ini sudah lama dimusnahkan Allah SWT.

Kesimpulan :

1. Ibadah Haji dan Idul Adha, seluruhnya membim-bing dan menjuruskan umat manusia penduduk bumi ini, untuk mengenang kembali keteladanan 3 (tiga) orang Hamba Allah SWT., yaitu Ibrahim, Hajar dan Ismail.
2. Dengan keteladanan Nabi Ibrahim AS. dapat kita jadikan suri teladan yang baik, oleh para bapak dan pemimpin bangsa ini, agar dapat melakukan kewajiban-nya dengan penuh tanggung jawab.
3. Keta’atan Hajar kepada Allah SWT. dan kepatu-hannya kepada suami, menjadikan dia dapat mengatasi segala masalah yang dihadapinya dengan baik.
4. Nabi Ismail, contoh seorang anak yang berbakti pada orang tua, dan selalu menurut kehendak orang tua, se-kalipun harus mengorbankan diri sendiri.
5. Di jaman sekarang ini, dibutuhkan manusia-manusia yang beriman dan bertaqwa, sebagai jaminan lestari-nya alam semesta ini.
6. Marilah kita berlomba - lomba dalam kebajikan sehingga terbentuk masyarakat, bangsa yang diridhoi Allah.

Untuk itu, marilah kita berdo’a kepada Allah SWT. semoga mengampuni semua dosa kita dan mengabulkan semua do’a kita, Amien Yaa Rabbal ‘Alamin.























DO’A PENUTUP KHUTBAH

آلْحَمْدُلِلَّهِ حَمْدًا يُوَافِىْ نِعَمَهُ وَيُكَافِىْ مَزِيْدَهُ يَارَبَّنَالَكَ الْحَمْدُكَمَايَنْبَغِىْ لِجَلآلِ وَجْهِكَ وَعَظِيْمِ سُلْطَانِكَ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَىْمُحَمَّدٍوَعَلَىْ آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتْ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَلْمُؤْمِنَاتْ
اَْلاَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتْ.
اَللَّهُمَّ اَرِنَاالْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَاْ اّتِبَاعَهُ. وَاَرِنَاالْبَاطِلَ بَاطِلً وَارْزُقْنَااجْتِنَابَهُ.

“ Yaa Allah, berilah senantiasa kami petunjuk, bahwa se-suatu yang benar itu benar, dan berilah kami kemampuan untuk mengikutinya.
Dan berilah senantiasa kami petunjuk, bahwa sesuatu yang tidak benar itu bathil, dan berilah kami kekuatan untuk menjauhinya.

اَللَّهُمَّ مَااَصْبَحَ بِىْمِنْ نِعْمَتِهِ اَوْبِاَحَدٍمِنْ خَلْقِكَ فَمِنْكَ وَحْدَكَ لاَشَرِيْكَ لَكَ ,فَلَكَ الْحَمْدُوَلَكَ الشُّكْرُ.
“ Yaa Allah, sesungguhnya segala nikmat yang saya rasa-kan pada pagi hari ini dan yang dirasakan oleh siapa saja diantara makhluk-Mu, adalah berasal dari Engkau Yaa Allah Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Mu, maka bagi-Mu segala puji dan kepada-Mu saya bersyukur.

رَبَّنَااغْفِرْلَنَاوَلِإِخْوَانِنَاالَّذِيْنَ سَبَقُوْنَابِاْلإيْمَانِ وَلاَتَجْعَل ْفِيْ قُلُوْبِنَاغِلًّالِلَّذِيْنَ آمَنُوْا رَبَّنَاإِنَّكَ رَؤُوْفٌ رَّحِيْمٌ.(اَلْحَسَرْ:10)
“ Wahai Tuhan kami !, ampuni dosa-dosa kami, dan dosa-dosa saudara - saudara kami yang telah mendahului kami ( meninggal dengan membawa iman, islam, ikhsan ). Dan jangan Engkau jadikan kedengkian dihati kami terhadap orang-orang yang beriman. Wahai Tuhan kami, sesung-guhnya Engkau Maha Pengasih lagi Maha Penyayang “.
رَبَّنَااغْفِرْلَنَاذُنُوْبَنَاوَاِسْرَافَنَاْ فِيْ اَمْرِنَاوَثَبِّتْ اَقْدَامَنَاوَنْصُرْنَا عَلَىالْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.( اَلِ عِمْرَانْ :147 )
“ Yaa Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami, dan tinda-kan - tindakan kami yang berlebih - lebihan dalam urusan kami, dan tetapkan pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir “.
رَبَّنَالاَتُؤَاخِذْناَاِنْ نَّسِيْنَااَوْاَخْطَأْنَا’رَبَّنَاوَلاَتَحْمِلْ عَلَيْنَآاِصْرًا كَمَاحَمَلْتَه’عَلَىالَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا’رَبَّنَاوَلاَتُحَمّلْنَامَالاَطَاقَةَلَنَا بِهِ’وَعْفُ عَنَّا’وَغْفِرْلَنَا’وَرْحَمْنَا’اَنْتَ مَوْلَنَافَانْصُرْنَاعَلَىالْقَوْ مِ الْكَفِرِيْنَ.( اَلْبَقَرَةْ : 286 )
“ Yaa Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah. Yaa Tuhan kami, jangan Engkau bebankan kepada kami beban yang berat, sebagai-mana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Yaa Tuhan kami janganlah Engkau pikul-kan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikul-nya. Beri ma’aflah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkau penolong kami, maka tolonglah kami terha-dap kaum yang kafir “.

رَبَّنَآآتِناَفِىْالدُّنْياَحَسَنَةًوَّفِىْاْلآخِرَةِحَسَنَةًوَّقِنَاعَذَابَ النَّارِ.
آمِيْنَ يَآرَبَّ الْعَلَمِيْنَ.سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ‘وَصَلَّىْاللَّهُ عَلَىْمُحَمَّدٍوَعَلَىْآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلاَمٌ عَلَىْالْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُلِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
وَالسَّلاَمُ عَلَيْكمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ.







KHUTBAH IDUL ADHA
TAHUN 1425 H./2005 M.



Makna qurban dan pengorbanan
Nabi IBRAHIM, HAJAR DAN ISMAIL
DALAM KEPATUHAN & PENYERAHAN DIRI KEPADA ALLAH SWT.



O
L
E
H



DRS. MASHUR DULMANG ENCHO



DI SMU. DOROWATI SURABAYA
JALAN MANUKAN LOR NO. 43-45,
TELEPON (031) 7405664
S U R A B A Y A.

KHUTBAH IDUL ADHA 1422 H./2002 M.

RINGKASAN

Menurut Imam Hanafi dinilai sebagai “ Wajib ”, sehingga merayakan Idul Adhha tanpa qurban, adalah kurang sempurna. Karena Allah SWT. sendiri telah mengisyaratkan dalam kitab suci-Nya Al-Qur’an di Surat Al-Kautsar :

اِنَّااَعْطَيْنَكَ الْكَوْثَرَ(1) فَصَلّ ِ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ (2) اِنَّ شَا نِئَكَ هُوَاْلاَ بْتَرْ (3).
“ (1) Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu ni’ mat yang banyak. (2) Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berqurbanlah. (3) Sesungguhnya orang –orang yang membenci kamu dialah yang terputus “. ( QS. Al-Kautsar (108) : 1-3 ).

DR. Wahbah Az-Zuhaili dalam Tafsirnya “ Al-Munir “ mengatakan, bahwa kalimat “Fashalli Lirabbika” ( maka shalatlah demi mengabdi kepada tuhanmu ) itu, maksudnya, adalah Shalat Id. Dan dalam surat itu disebutkan secara kronologis :
Pertama, Allah memberi kenikmatan yang banyak, terma-suk kekayaan harta,
Kedua, kita diserukan untuk shalat, diantaranya Shalat Id, Ketiga, kita diperintahkan menyembelih hewan qurban.

Kalau ketiga-tiganya itu dapat terlaksana dengan baik dan tuntas, maka Allah menjamin, bahwa para pen-cela Islam itu akan kecele ( Al-Abtar ). Ini menunjukkan bahwa orang - orang kaya itu dalam merayakan Idul Adhha tidak cukup dengan shalat, tetapi harus disertai dengan qurban juga. Ini, dipertegas dalam suatu Sabda Rasulullahi SAW. :

مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلَايَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا ( رَوَاهُ اَحْمَدُ وَابْنُ مَاجَهْ عَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَمَوْقُوْفًا )
“ Barangsiapa ada kemampuan, tetapi tidak berqurban, maka jangan sekali-kali mendekat tempat shalat(mushalla) kami ( HR. Ahmad dan Ibnu Majah/ Mauquf kepada Abu Hurairah ) “.

Jadi, orang kaya yang tidak mau berqurban sekali – kali jangan mendekati jama’ah Kaum Muslimin. Ini me-nunjukkan betapa urgensinya qurban itu dalam Islam. Karena dengan qurban, fakir miskin dapat terangkat. Sedangkan memperhatikan fakir miskin termasuk salah satu faktor tercurahnya rezeki dan teratasinya problem. Sabda Rasulullah SAW. :

اِنَّمَاتَنْصُرُوْنَ وَتَرْزُقُوْنَ بِضُعَفَائِكُمْ ( أَخْرَخَهُ الْبُخَارِىْ )
“ Sesungguhnya kamu akan diberi rezeki dan diberi perto-longan oleh Allah lantaran memperhatikan kaum dhu’afa kamu “. ( HR. Bukhari ).

Untuk itu, marilah kita menjadi muslim yang baik, muslim yang terus berusaha untuk menyempurnakan pri-laku keislamannya, dalam seluruh aspek kehidupan, dalam ibadah maupun mu’amalah duniawiyah, menjadi muslim yang kaffah. Karena menjadi muslim kaffah itu
termasuk bagian mempertahankan eksistensi Islam.

اَللَّهُ أَكْبَرْ’ اَللَّهُ أَكْبَرْ’ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ.
Kaum Muslimin Rahimakumullah.

Ada dua peristiwa penting yang terjadi pada hari Idul Adhha :

Peristiwa Pertama :

Disebut Hari Raya Adhha atau Hari Raya Qurban, karena pada hari raya ini yang diikuti dengan tiga hari sesudahnya yang disebut hari tasyriq, Umat Islam yang mampu diperintahkan untuk mengadakan udhiyyah atau penyembelihan binatang ternak untuk qurban, sebagai bakti menunaikan tugas kewajiban melaksanakan perin-tah Allah SWT. beribadah kepada-Nya. Yang hasil pe-ngurbanannya dapat dirasakan kemanfa’atannya oleh ma-syarakat, yang memupuk jiwa berqurban, untuk kesukse-san dalam kehidupan baik individu maupun masyarakat, bangsa dan negara.

Peristiwa Kedua :

Pada tanggal 9 Dzulhijjah ( kemarin ) saudara-sau-dara kita kaum muslimin yang melakukan Ibadah Hajji, melaksanakan wukuf di Padang Arafah. Dan sekarang ta-nggal 10 Dzulhijjah mereka sedang menyempurnakan Iba-dah Hajjinya melempar jumrah aqabah di Mina, dan sete- rusnya melakukan thawaf ifadhah di Baitullah dan sa’i di Makkah dan seterusnya pada hari tasyriq mereka melaku-kan lempar jumrah di Mina. Dari mulai ihram, wukuf di Arafah sampai tahallul, mereka dalam keadaan sama ber-pakaian yang sama pula, yakni pakaian ihram, yang bagi pria hanya dua lembar kain putih, satu untuk kain dan sa-tunya lagi untuk selendang. Tak ada perbedaan antara ka-ya dan miskin, antara yang berpangkat dan yang tidak berpangkat, antara segala jenis bangsa dan warna kulit, semuanya dalam suasana persaudaraan, sama-sama iba-dah kepada Allah. Semuanya merasa kecil, semuanya me-rasa rendah dirinya di hadapan Allah SWT. Hanya Allah lah Yang Maha Agung lagi Perkasa.

Demikianlah prinsip hak asasi manusia, dalam Is-lam, bahwa semua manusia, adalah sama derajatnya di sisi Allah SWT., seperti halnya dipraktekkan dalam Iba-dah Hajji dan Ibadah Shalat, berdiri sama tinggi, duduk sama rendah, tak pandang miskin atau kaya, berpangkat atau tidak berpangkat. Hanya satu kriteria, yaitu yang paling taqwa kepada Allah itulah yang paling mulia di sisi Allah SWT. Sebagaimana Firman Allah dalam Surat Al-Hujurat, Ayat 13 :

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللهِ أَتْقَكُمْ
" Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu disisi Allah, adalah siapa yang paling bertaqwa ". ( QS. Al-Huju-rat ( 49 ) : 13 ).

Perbedaan kedudukan dan tingkatan, menurut Ajaran Islam pada hakikatnya, hanyalah perbedaan pem-bagian tugas dan tanggung jawab sesuai dengan kemam-puannya dan kecakapan seseorang untuk melaksanakan tugas-tugas di dunia ini, yang harus dipertanggung jawab-kan di hadhirat Allah di akhirat kelak.

Karena itu, menurut Ajaran Islam, supaya menem-patkan seseorang itu sesuai dengan keahlian, kecakapan dan kemampuannya. sebagaimana Sabda Rasulullah SAW.,

اِذَاوُسِّدَّاْلاَ مْرُ اِلَى غَيْرِ اَهْلِهِ فَانْتَظِرِالسَّاعَةَ.
“ Apabila urusan itu diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka nantikanlah kehancurannya “.

Dari dua peristiwa penting tersebut, Islam mempu-nyai ajaran yang penuh dinamika dan persaudaraan yang mesra, yang didasari dengan iman dan taqwa kepada Allah SWT.

Dengan ajaran qurban, Allah SWT. tidak memerin-tahkan kita untuk berqurban seperti Nabi Ibrahim terha-dap putranya Ismail. Kita Umat Islam dituntut harus sanggup berqurban untuk melaksanakan perintah-perin-tah Allah, meninggikan Kalimah Tauhid dan beramal sha-hih, meninggalkan larangan-larangan Allah SWT., men-jauhi kemusyrikan dan kemakshiyatan.
Sesudah mengetahui kedua peristiwa tersebut, sam-pai sa’atnya untuk membicarakan kepatuhan 3 ( tiga ) orang Hamba Allah, terhadap Rabbanya. Dimana ketiga Hamba Allah tersebut, mewakili generasi masing-masing. yakni Generasi Ayah, Generasi Ibu dan Generasi Anak. Dan keteladanan ketiga generasi tersebut, akan kami uraikan satu-persatu :
I. Kepatuhan Ibrahim, AS.

Ibrahim AS., adalah seorang ayah yang sangat patuh kepada Rabnya dan bijaksana. Kepatuhannya itu dibuktikan dengan menta’ati segala perintah Allah SWT., walaupun perintah itu menyangkut hal yang sangat berat, yakni harus menyembelih anak kandungnya sendiri. Na-mun dengan penuh bijaksana hal itu tetap dilaksanakan-nya dengan tidak melupakan prinsip musyawarah, dengan putranya Ismail. Hal ini dilakukan, untuk mengetahui pendapat dari Ismail terhadap perintah Allah SWT. ter-sebut. Dialog antara ayah dan anak, dikisahkan kembali oleh Allah SWT. dalam Al-Qur’an, Surat Ash-Shaffat, Ayat 102 :

فَلَمَّابَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَبُنَيَّ اِنِيّْ اَرَىْ فِىالْمَنَامِ اَنِّيْ اَذْ بَحُكَ فَانْظُرْمَاذَاتَرَى, قَالَ يَاَبَتِ افْعَلْ مَاتُؤْمَرُ, سَتَخِدُ نِيْ اِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّبِرِيْنَ.
“ Maka tatkala anak itu sampai pada umur berusaha ber-sama-sama, lalu Ibrahim berkata kepadanya : “ Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu, maka pikirkanlah bagaimana penda-patmu “. Ismail menjawab : “ Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan Allah kepadamu, insya Allah engkau akan mendapatkan aku termasuk orang-orang yang sabar “. ( QS. Ash-Shaffat (37) : 102 ).

Ibrahin AS. dan Ismail AS. menerima perintah Allah itu dengan penuh ketulusan dan kesabaran, demi iman dan cintanya kepada Allah, Tuhan Yang Maha Pe-ngasih lagi Maha Penyayang. Di dalam bathinnya terjadi pergumulan antara iman dan cinta kepada Allah dengan cinta dan sayang kepada anaknya. Iman dan cinta kepada Allah berada diatas segala-galanya bagi Ibrahim.

Ibrahim dan Ismail lulus ujian. keduanya menda-pat pujian dan balasan kesejahteraan dari Allah SWT., sebagaimana Firman-Nya :

قَدْصَدَّ قْتَ الرُّءْ ياَ’ اِنَّاكَذَلِكَ نَجْزِى الْمُحْسِنِيْنَ. اِنَّ هَذَا لَهُوَالْبَلَؤُاالْمُبِيْنُ. وَفَدَيْنَهُ بِذِبْحٍ عَظِيْمٍ. وَتَرَكْنَاعَلَيْهِ فِى اْلاَ خِرِيْنَ. سَلَمٌ عَلَىاِبْرَهِيْمَ.

“ Dan Kami panggilkan dia : “ Wahai Ibrahim, sesungguh-nya kamu telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan kam-bing sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu pujian yang baik di kalangan orang-orang yang datang kemudian, yaitu kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim “. ( QS. Ashn-Shaffat (37) : 105-109 ).

Dengan keta’atan Ibrahim itulah, maka Allah SWT. memuji dan mengangkatnya menjadi Imam bagi seluruh umat manusia. Namun Ibrahim sebagai seorang ayah, yang mencintai anak keturunannya, juga tidak lupa berdo’a kepada Allah, agar anak keturunannya nantinya dijadikan imam bagi umat manusia. Permohonan Ibrahim dijawab Allah : “ Janji-Ku ini tidak berlaku bagi orang-orang yang aniaya ( Dzalim ) “.

Firman Allah :

وَاِذِابْتَلَى اِبْرَهِمَ رَبُّحُ بِكَلِمَتٍ فَاَتَمَّهُنَّ’ قَالَ اِنِّيْ جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ اِمَامًا’ قَالَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِيْ’ قَالَ لاَيَنَالُ عَهْدِى الظَّلِمِيْنَ.
“ Dan ingatlah, ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat ( perintah dan larangan ), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman : “ Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia “.Ibrahim berkata : “ Dan saya mohon juga dari keturunanku “. Allah berfirman : “ Janji-Ku ini tidak mengenai orang yang dzalim “. ( QS. Al-Baqarah (2) : 124 ).

Hampir semua Nabi dan Rasul Allah, adalah ketu-runan Nabi Ibrahim, AS., termasuk Nabi Muhammad SAW. keturunan Nabi Ismail, anak pertama Nabi Ibrahim.

II. Kepatuhan Hajar
Hajar, karena telah jadi istri Ibrahim yang membe-rinya seorang anak yang sangat dicita - citakan, merasa dirinya sudah setaraf dengan Sarah, malah lebih penting. Hal ini menjadikan Sarah bersedih hati, akhirnya untuk ketenangannya, Sarah perintahkan Ibrahim, Ismail dan Hajar meninggalkannya sendiri.
Nabi Ibrahim bersama Hajar dan Ismail, berangkat menuju ke selatan. Akhirnya sampai di satu daerah padang pasir tandus, gunung batu, dimana tidak ada air, tidak ada tumbuhan, tidak ada manusia dan binatang. Ke-mudian Ibrahim dipanggil Allah kembali ke Palestina. Se-bab istrinya Sarah sudah sangat rindu. Alangkah kaget-nya Hajar mendengar bahwa Ibrahim akan meninggal-kannya di daerah tidak berpenghuni itu, apa yang akan terjadi bila semua air dan makanan persediaannya sudah habis. Namun Ibrahim hanya menjawab bahwa ini, adalah perintah Allah. Setelah mendengar dari mulut Ibrahim sendiri, bahwa itu, adalah perintah Allah, maka Hajar menjadi tenang karena ia yakin tentu Allah, yang men-jamin keselamatan hidupnya bersama anaknya. Sebelum berangkat Ibrahim berdo’a.

Firman Allah SWT.

رَبَّنَااِنِّيْ اَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِيْ بِوَادٍغَيْرِزَرْعٍ عِنْدَبَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَالِيُقِيْمُوْاالصَّلَوةَ فَجْعَلْ اَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِيْ اِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِّنَ الثَّمَرَتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُوْنَ.

“ Yaa Tuhan kami, aku menempatkan sebagian keturunan-ku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat Rumah Suci-Mu ( Baitullah ) yang dihormati, Yaa Tuhan kami (yang demikian itu), agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur “. ( QS. Ibrahim (14) : 37 ).
Siti Hajar patuh ditinggalkan Ibrahim di daerah padang pasir, tanpa air, tanpa manusia dan tumbuhan. Sesudah semua air dan bekalan habis, Hajar lapar dan haus, begitu juga anaknya ismail. Berulang-ulang Hajar bolak-balik antara bukit Safa dan Marwa mencari air dan minta pertolongan dari musafir yang mungkin ada. Tetapi tidak seorang musafirpun yang berani melalui daerah tan-pa air dan tanpa manusia itu. Karena tidak kuat lagi, Hajar mencium anaknya sambil berdo’a : “Ya Allah karena mematuhi perintah-Mu jualah aku sanggup diting-galkan di sini. Yaa Allah berilah kami air dan buah untuk kami makan “. Allah kabulkan do’a itu dengan me-munculkan telaga zamzam yang mengeluarkan air. Selain dapat minum, maka karena zamzam itu, tempat itu sela-lu didatangi semua musafir untuk minta air. Akhirnya ra-mai menjadi kota Mekkah yang sekarang ini. Hajar dan Ismail dianggap pemilik telaga itu. Hajar mendapat imba-lan dari siapa saja yang mengambil air zamzam itu. Imbalan berupakan buah-buahan dan barang-barang ber-harga. Sampai ia menjadi kaya.

Dalam keadaan seperti ini, maka dibutuhkan seo-rang ibu atau istri yang memiliki keta’atan kepada Allah SWT. dan kepatuhan kepada suami. Tanpa keta’atan dan kepatuhan, maka semua cobaan akan terasa berat dan su-lit. Hajar sebagai seorang ibu atau istri dengan penuh ke-yakinan kepada Allah menjalani semua cobaan itu dengan ikhlash, sehingga terasa ringan.

8 tahun kemudian Nabi Ibrahim, datang mencari istri dan anaknya, bertemu di Arafah dalam keadaan sehat wal afiat dan kaya, karena memiliki telaga zamzam.

III. Kepatuhan Ismail

Nabi Ismail, merupakan suri teladan yang baik ba-gi kita semua, bagaimana seorang anak yang ta’at kepada Allah SWT, patuh dan berbakti kepada kedua orang. Bagaimana rindu dan mesranya bertemu dengan istri dan anak yang ditinggalkan 8 tahun itu, tiba-tiba Allah perin-tahkan, agar Nabi Ibrahim menyembelih leher anaknya sendiri dengan pedangnya sendiri pula. Mimpi seorang Nabi, adalah wahyu dari Allah SWT. yang harus dipatuhi. Ibrahim panggil anaknya Nabi Ismail yang masih beru-mur 8 tahun itu : “ Hai Ismail, aku diperintah dalam mimpi untuk menyembelih lehermu, bagaimana pendapatmu sendiri ? “, Ismail menjawab dengan tegas : “ Jalankanlah perintah itu hai Bapakku, insya Allah aku sabar “.

Kedua hamba Allah itu menuju tempat untuk me-nyembelih leher Ismail. Bertemu dengan seorang yang melarang Ibrahim untuk melakukan perintah itu. Orang itu dilempar Ibrahim dengan batu. Kemudian ada lagi yang melarangnya, juga dilempar. Dan begitu juga untuk ketiga kalinya.

Akhirnya sampailah pada titik klimaksnya kepatu-han itu. Nabi Ibrahim dengan pedang terhunus sudah bersiap untuk menyembelih leher Ismail. Disa’at itu terdengar suara dari atas gunung (Mina) : “ Hai Ibrahim, jangan engkau sembelih leher anakmu, ini adalah ujian. Gerak-gerikmu berdua menunjukkan kamu berdua mema-tuhi perintah Allah SWT . Allah mengirim kibasy. Sembelih-lah kibasy ini sebagai ganti anakmu Ismail “. Ibrahim lalu memotong kibasy itu dan mendendeng dagingnya dan
membagikan sisanya kepada kaum fakir miskin.

Kepatuhan tiga orang hamba Allah itu, luar biasa. Tidak ragu-ragu menjalankan apa saja yang diperintah-kan Allah SWT., sebab yakin akan besar akibat dan man-fa’atnya. Dan dengan kepatuhan itulah jagat raya ini dipertahankan dan dilestarikan Allah. Selama di dunia ini masih ada manusia yang patuh memenuhi perintah Allah, selama itu pula jagat atau alam ini dipertahankan Allah akan adanya. Sebaliknya bila seluruh umat manusia sudah lupa kepada Allah, nama Allah tidak ada lagi yang menye-butnya, maka alam atau jagat ini akan dimusnahkan oleh Allah SWT. Demikian Sabda Rasulullah SAW. menerang-kan wahyu Allah :

“ Kiamat tidak akan terjadi selama di dunia ini masih ada manusia yang menyebut nama Allah, Allah “.

Kelestarian jagat ini bukan bergantung kepada ilmu pengetahuan, bahkan kemajuan ilmu pengetahuan tanpa iman dan taqwa itulah yang mempercepat hancur-nya jagat ini. Kelestarian jagat ini, adalah semata-mata karena kepatuhan manusia terhadap Allah SWT. Manusia yang patuh itulah yang menyebabkan Allah masih menu-runkan hujan, memberi rejeki dan menumbuhkan tum-buh-tumbuhan. Sungguh penting iman, taqwa dan mema-tuhi perintah Allah SWT. dalam hidup ini. Bagaimana ju-ga bodoh dan melaratnya orang beriman dan bertaqwa itu, namun merekalah yang menjadikan jagat ini masih utuh. Kalau bukan karena keberadaan mereka di jagat ini, dunia ini sudah lama dimusnahkan Allah SWT.



Kesimpulan :

1. Ibadah Haji dan Idul Adha, seluruhnya membimbing dan menjuruskan umat manusia penduduk bumi ini, untuk mengenang kembali keteladanan 3 (tiga) orang Hamba Allah SWT., yaitu Ibrahim, Hajar dan Ismail.
2. Dengan keteladanan Nabi Ibrahim AS. dapat kita jadi-kan suri teladan yang baik, oleh para bapak dan pe-mimpin bangsa ini, agar dapat melakukan kewajiban-nya dengan penuh tanggung jawab.
3. keta’atan Hajar kepada Allah SWT. dan Kepatuhan-nya kepada suami, menjadikan dia dapat mengatasi se-gala masalah yang dihadapinya dengan baik.
4. Nabi Ismail, contoh seorang anak yang berbakti pada orang tua, dan selalu menurut kehendak orang tua, se-kalipun harus mengorbankan diri sendiri.
5. Di jaman sekarang ini, dibutuhkan manusia-manusia yang beriman dan bertaqwa, sebagai jaminan lestari-nya alam semesta ini.
6. Marilah kita berlomba-lomba dalam kebajikan sehing-ga terbentuk masyarakat, bangsa yang diridhoi Allah.














DIPERLUKAN MANUSIA YANG BERTAQWA
KEPADA ALLAH SEBAGAI JAMINAN
LESTARINYA ALAM SEMESTA INI.

Dalam Kitab Suci Al-Qur’an di Surat Al-Kautsar :

اِنَّااَعْطَيْنَكَ الْكَوْثَرَ(1) فَصَلّ ِ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ (2) اِنَّ شَا نِئَكَ هُوَاْلاَ بْتَرْ (3).
“ (1) Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu ni’ mat yang banyak. (2) Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berqurbanlah. (3) Sesungguhnya orang –orang yang membenci kamu dialah yang terputus “. ( QS. Al-Kautsar (108) : 1-3 ).

DR. Wahbah Az-Zuhaili dalam Tafsirnya “ Al-Munir “ mengatakan, bahwa kalimat “Fashalli Lirabbika” ( maka shalatlah demi mengabdi kepada tuhanmu ) itu, maksudnya, adalah Shalat Id. Dan dalam surat itu disebutkan secara kronologis :
Pertama, Allah memberi kenikmatan yang banyak, terma-suk kekayaan harta,
Kedua, kita diserukan untuk shalat, diantaranya Shalat Id, Ketiga, kita diperintahkan menyembelih hewan qurban.

Dengan qurban juga. Ini, dipertegas dalam suatu Sabda Rasulullahi SAW. :
مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلَايَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا ( رَوَاهُ اَحْمَدُ وَابْنُ مَاجَهْ عَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَمَوْقُوْفًا )
“ Barangsiapa ada kemampuan, tetapi tidak berqurban, maka jangan sekali-kali mendekat tempat shalat(mushalla) kami ( HR. Ahmad dan Ibnu Majah/ Mauquf kepada Abu Hurairah ) “.

Sedangkan memperhatikan fakir miskin termasuk salah satu faktor tercurahnya rezeki dan teratasinya problem. Sabda Rasulullah SAW. :

اِنَّمَاتَنْصُرُوْنَ وَتَرْزُقُوْنَ بِضُعَفَائِكُمْ ( أَخْرَخَهُ الْبُخَارِىْ )
“ Sesungguhnya kamu akan diberi rezeki dan diberi perto-longan oleh Allah lantaran memperhatikan kaum dhu’afa kamu “. ( HR. Bukhari ).

Ada dua peristiwa penting yang terjadi pada hari Idul Adhha :

Peristiwa Pertama :

Disebut Hari Raya Adhha atau Hari Raya Qurban, karena pada hari raya ini yang diikuti dengan tiga hari tasyrik.

Peristiwa Kedua :

Pada tanggal 9 Dzulhijjah ( kemarin ) saudara-sau-dara kita kaum muslimin yang melakukan Ibadah Hajji, melaksanakan wukuf di Padang Arafah. Dan sekarang ta-nggal 10 Dzulhijjah mereka sedang menyempurnakan Iba-dah Hajjinya melempar jumrah aqabah di Mina, dan sete- rusnya melakukan thawaf ifadhah di Baitullah dan sa’i di Makkah dan seterusnya pada hari tasyriq mereka melaku-kan lempar jumrah di Mina. Dari mulai ihram, wukuf di atau tidak berpangkat. Hanya satu kriteria, yaitu yang paling taqwa kepada Allah itulah yang paling mulia di sisi Allah SWT. Sebagaimana Firman Allah dalam Surat Al-Hujurat, Ayat 13 :

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللهِ أَتْقَكُمْ
" Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu disisi Allah, adalah siapa yang paling bertaqwa ". ( QS. Al-Huju-rat ( 49 ) : 13 ).

Karena itu, menurut Ajaran Islam, supaya menem-patkan seseorang itu sesuai dengan keahlian, kecakapan dan kemampuannya. sebagaimana Sabda Rasulullah SAW.,

اِذَاوُسِّدَّاْلاَ مْرُ اِلَى غَيْرِ اَهْلِهِ فَانْتَظِرِالسَّاعَةَ.
“ Apabila urusan itu diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka nantikanlah kehancurannya “.

Kepatuhan 3 ( tiga ) orang Hamba Allah, terhadap Rabbanya. Dimana ketiga Hamba Allah tersebut, mewakili generasi masing-masing. yakni Generasi Ayah, Generasi Ibu dan Generasi Anak. Dan keteladanan ketiga generasi tersebut, akan kami uraikan satu-persatu :

I. Kepatuhan Ibrahim, AS.

Ibrahim AS., adalah seorang ayah yang sangat patuh kepada Rabnya dan bijaksana. Kepatuhannya itu dibuktikan dengan menta’ati segala perintah Allah SWT. Dialog antara ayah dan anak, dikisahkan kembali oleh Allah SWT. dalam Al-Qur’an, Surat Ash-Shaffat, Ayat 102 :

فَلَمَّابَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَبُنَيَّ اِنِيّْ اَرَىْ فِىالْمَنَامِ اَنِّيْ اَذْ بَحُكَ فَانْظُرْمَاذَاتَرَى, قَالَ يَاَبَتِ افْعَلْ مَاتُؤْمَرُ, سَتَخِدُ نِيْ اِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّبِرِيْنَ.
“ Maka tatkala anak itu sampai pada umur berusaha ber-sama-sama, lalu Ibrahim berkata kepadanya : “ Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu, maka pikirkanlah bagaimana penda-patmu “. Ismail menjawab : “ Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan Allah kepadamu, insya Allah engkau akan mendapatkan aku termasuk orang-orang yang sabar “. ( QS. Ash-Shaffat (37) : 102 ).

Ibrahim dan Ismail lulus ujian. keduanya menda-pat pujian dan balasan kesejahteraan dari Allah SWT., sebagaimana Firman-Nya :

قَدْصَدَّ قْتَ الرُّءْ ياَ’ اِنَّاكَذَلِكَ نَجْزِى الْمُحْسِنِيْنَ. اِنَّ هَذَا لَهُوَالْبَلَؤُاالْمُبِيْنُ. وَفَدَيْنَهُ بِذِبْحٍ عَظِيْمٍ. وَتَرَكْنَاعَلَيْهِ فِى اْلاَ خِرِيْنَ. سَلَمٌ عَلَىاِبْرَهِيْمَ.

“ Dan Kami panggilkan dia : “ Wahai Ibrahim, sesungguh-nya kamu telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan kam-bing sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu pujian yang baik di kalangan orang-orang yang datang kemudian, yaitu kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim “. ( QS. Ashn-Shaffat (37) : 105-109 ).

Dengan keta’atan Ibrahim itulah, maka Allah SWT. memuji dan mengangkatnya menjadi Imam bagi seluruh umat manusia.

Firman Allah :

وَاِذِابْتَلَى اِبْرَهِمَ رَبُّحُ بِكَلِمَتٍ فَاَتَمَّهُنَّ’ قَالَ اِنِّيْ جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ اِمَامًا’ قَالَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِيْ’ قَالَ لاَيَنَالُ عَهْدِى الظَّلِمِيْنَ.
“ Dan ingatlah, ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat ( perintah dan larangan ), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman : “ Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia “.Ibrahim berkata : “ Dan saya mohon juga dari keturunanku “. Allah berfirman : “ Janji-Ku ini tidak mengenai orang yang dzalim “. ( QS. Al-Baqarah (2) : 124 ).

Hampir semua Nabi dan Rasul Allah, adalah ketu-runan Nabi Ibrahim, AS., termasuk Nabi Muhammad SAW. keturunan Nabi Ismail, anak pertama Nabi Ibrahim.

II. Kepatuhan Hajar
Hajar, karena telah jadi istri Ibrahim yang membe-rinya seorang anak yang sangat dicita - citakan, merasa dirinya sudah setaraf dengan Sarah, malah lebih penting. Hal ini menjadikan Sarah bersedih hati, akhirnya untuk ketenangannya, Sarah perintahkan Ibrahim, Ismail dan Hajar meninggalkannya sendiri. Sebelum berangkat Ibrahim berdo’a.

Firman Allah SWT.

رَبَّنَااِنِّيْ اَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِيْ بِوَادٍغَيْرِزَرْعٍ عِنْدَبَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَالِيُقِيْمُوْاالصَّلَوةَ فَجْعَلْ اَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِيْ اِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِّنَ الثَّمَرَتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُوْنَ.

“ Yaa Tuhan kami, aku menempatkan sebagian keturunan-ku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat Rumah Suci-Mu ( Baitullah ) yang dihormati, Yaa Tuhan kami (yang demikian itu), agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur “. ( QS. Ibrahim (14) : 37 ).

Hajar mencium anaknya sambil berdo’a : “Ya Allah karena mematuhi perintah-Mu jualah aku sanggup diting-galkan di sini. Yaa Allah berilah kami air dan buah untuk kami makan “. Allah kabulkan do’a itu dengan me-munculkan telaga zamzam yang mengeluarkan air. Selain dapat minum, maka karena zamzam itu, tempat itu sela-lu didatangi semua musafir untuk minta air.

III. Kepatuhan Ismail

Nabi Ismail, merupakan suri teladan yang baik ba-gi kita semua, bagaimana seorang anak yang ta’at kepada Allah SWT, patuh dan berbakti kepada kedua orang. Nabi Ibrahim berkata :
“ Hai Ismail, aku diperintah dalam mimpi untuk menyembe-lih lehermu, bagaimana pendapatmu sendiri ? “, Ismail menjawab dengan tegas : “ Jalankanlah perintah itu hai Bapakku, insya Allah aku sabar “.

Terdengar suara dari atas gunung (Mina) : “ Hai Ibrahim, jangan engkau sembelih leher anakmu, ini adalah ujian. Gerak-gerikmu berdua menunjukkan kamu berdua mema-tuhi perintah Allah SWT . Allah mengirim kibasy. Sembelih-lah kibasy ini sebagai ganti anakmu Ismail “.

“ Kiamat tidak akan terjadi selama di dunia ini masih ada manusia yang menyebut nama Allah, Allah “.

Kelestarian jagat ini bukan bergantung kepada ilmu pengetahuan, bahkan kemajuan ilmu pengetahuan tanpa iman dan taqwa itulah yang mempercepat hancur-nya jagat ini. Kelestarian jagat ini, adalah semata-mata karena kepatuhan manusia terhadap Allah SWT. Manusia yang patuh itulah yang menyebabkan Allah masih menu-runkan hujan, memberi rejeki dan menumbuhkan tum-buh-tumbuhan. Sungguh penting iman, taqwa dan mema-tuhi perintah Allah SWT. dalam hidup ini. Bagaimana ju-ga bodoh dan melaratnya orang beriman dan bertaqwa itu, namun merekalah yang menjadikan jagat ini masih utuh. Kalau bukan karena keberadaan mereka di jagat ini, dunia ini sudah lama dimusnahkan Allah SWT.

Kesimpulan :

1. Ibadah Haji dan Idul Adha, seluruhnya membimbing dan menjuruskan umat manusia penduduk bumi ini, untuk mengenang kembali keteladanan 3 (tiga) orang Hamba Allah SWT., yaitu Ibrahim, Hajar dan Ismail.
2. Dengan keteladanan Nabi Ibrahim AS. dapat kita jadi-kan suri teladan yang baik, oleh para bapak dan pe-mimpin bangsa ini, agar dapat melakukan kewajiban-nya dengan penuh tanggung jawab.
3. keta’atan Hajar kepada Allah SWT. dan Kepatuhan-nya kepada suami, menjadikan dia dapat mengatasi se-gala masalah yang dihadapinya dengan baik.
4. Nabi Ismail, contoh seorang anak yang berbakti pada orang tua, dan selalu menurut kehendak orang tua, se-kalipun harus mengorbankan diri sendiri.
5. Di jaman sekarang ini, dibutuhkan manusia-manusia yang beriman dan bertaqwa, sebagai jaminan lestari-nya alam semesta ini.
6. Marilah kita berlomba-lomba dalam kebajikan sehing-ga terbentuk masyarakat, bangsa yang diridhoi Allah.








IDUL ADHA 1425 H, / 2005 M.

Kembali kita bersyukur kepada Allah SWT., karena hari ini, Jum’at tanggal 10 Dzulhijjah 1425 H., bertepatan dengan tanggal 21 Januari 2005 M.

I. Pengertian :

Kurban (Arab, Qurb, Qurban = Dekat atau mendekati). Yaitu acara penyembelihan binatang ternak yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. (disebut juga Udhiyah = Dahwah, Duha, Dahiyah = menyembelih binatang di waktu matahari sedang naik dipagi hari).

Korban = Orang, binatang, yang menjadi menderita akibat suatu kejadian, perbuatan jahat.











MENUMBUHKAN SEMANGAT BERKORBAN
IDUL ADHA 1426 H. / 2006 M.

OLEH : DRS. MASHUR DULMANG ENCHO

Kembali kita bersyukur kepada Allah SWT., karena hari ini, Selasa tanggal 10 Dzulhijjah 1426 H., bertepatan dengan tanggal 10 Januari 2006 M.

I. Pengertian :
A. Kurban ( Arab, Qurb, Qurban = Dekat atau mende-
kati ). Yaitu acara penyembelihan binatang ternak yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. (disebut juga Udhiyah = Dahwah, Duha, Dahiyah =menyembelih binatang di waktu matahari sedang naik dipagi hari).

2:a. Korban = Orang, binatang, yang menjadi menderita akibat suatu kejadian, perbuatan jahat.

mengisyaratkan dalam kitab suci-Nya Al-Qur’an di Surat Al-Kautsar :

اِنَّااَعْطَيْنَكَ الْكَوْثَرَ(1) فَصَلّ ِ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ (2) اِنَّ شَا نِئَكَ هُوَاْلاَ بْتَرْ (3).
“ (1) Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu ni’ mat yang banyak. (2) Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berqurbanlah. (3) Sesungguhnya orang –orang yang membenci kamu dialah yang terputus “. ( QS. Al-Kautsar (108) : 1-3 ).

DR. Wahbah Az-Zuhaili dalam Tafsirnya “ Al-Munir “ mengatakan, bahwa kalimat “Fashalli Lirabbika” ( maka shalatlah demi mengabdi kepada tuhanmu ) itu, maksudnya, adalah Shalat Id. Dan dalam surat itu disebutkan secara kronologis :
Pertama, Allah memberi kenikmatan yang banyak, terma-suk kekayaan harta,
Kedua, kita diserukan untuk shalat, diantaranya Shalat Id, Ketiga, kita diperintahkan untuk menyembelih hewan qurban.

Kalau ketiga-tiganya itu dapat terlaksana dengan baik dan tuntas, maka Allah menjamin, bahwa para pen-cela Islam itu akan kecele ( Al-Abtar ). Ini menunjukkan bahwa orang - orang kaya itu dalam merayakan Idul Adhha tidak cukup dengan shalat, tetapi harus disertai dengan qurban juga.


اَللَّهُ أَكْبَرْ’ اَللَّهُ أَكْبَرْ’ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah.

Setiap kita merayakan Idul Adha, ada peristiwa yang tidak bisa dipisahkan dari hari raya Idul Adha itu, yaitu mengenang profil manusia agung yang sangat patut untuk kita teladani, yaitu Nabi Ibrahim AS., Siti Hajar dan Nabi Ismail AS. Allah SWT. sendiri telah mengemukakan hal ini dalam firman-Nya Surat Al-Mumtahanah (60) : 4.




“ Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan Dia.

Karena keteladanan yang luar biasa, maka profil keluarga Nabi Ibrahim ini, semakin kita pelajari, semakin kita dapati kedalaman pribadinya yang agung, semakin kita temukan kebaikan-kebaikan untuk kita aktualisasikan dalam kehidupan kita sekarang dan masa-masa yang akan datang. Salah satu pelajaran penting yang akan kita peroleh adalah betapa besar semangat pengorbanan yang telah ditunjukkannya dalam hidup ini dan inilah yang harus kita teladani.

اَللَّهُ أَكْبَرْ’ اَللَّهُ أَكْبَرْ’ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah.

Meskipun semangat pengorbanan keluarga Nabi Ibrahim harus kita teladani, tapi dalam hidup ini, kita dapati betapa banyak orang yang tidak mau berkorban, padahal berkorban itu merupakan suatu keharusan dan kemestian dalam kehidupan sebagai muslim. Agar kita mau berkorban di jalan yang benar, maka semangat berkorban harus kita tumbuhkan terlebih dahulu dan untuk menumbuhkannya, kita harus mengetahui apa saja kita yang harus kita lakukan untuk menumbuhkan dan memantapkan semangat berkorban itu. Dalam khutbah Idul Adha kali ini akan kita bahas LIMA (5) kiat atau cara yang harus kita lakukan untuk menumbuhkan dan mengokohkan semangat berkorban.

I. Pertama, menyadari besarnya nilai pengor-banan.

Seseorang akan tumbuh dan semakin kokoh sema-ngatnya untuk berkorban manakala menyadari betapa besar nilai atau pahala dan keutamaan dari pengorbanan yang dilakukannya, meskipun yang dikorbankan itu nilai-nya kecil, tapi bila hal itu dilakukan memang berdasarkan kemampuannya, maka nilai pahalanya tetap menjadi besar. Seorang muslim bisa saja berkorban dengan apa saja yang dimilikinya bagi kepentingan dan perjuangan menegakkan kebenaran. Kalau kita bisa berkorban dengan tenaga, korbankanlah tenaga kita itu untuk menegakkan kebena-ran, begitu juga bila kita punya waktu, ilmu, keterampilan, harta, kekuasaan dan apapun yang kita miliki, maka kita harus mengorbankannya dengan penuh keikhlasan, sehingga akan kita peroleh nilai pahala yang besar.

Dalam Al-Qur’an, Allah SWT. memberikan perumpa-maan tentang orang yang mengorbankan hartanya di jalan Allah dengan gambaran pahala yang amat besar.






“ Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap butir : seratus biji. Allah melipat gan-dakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui “
( QS. Al-Baqarah (2) : 261.
Sedangkan apabila kita punya ilmu tentang kebaikan, lalu kita berkorban dengan mengajarkan ilmu itu lalu orang yang kita ajari menjadi baik dan benar sikap dan prilaku hidupnya, maka apabila itu dilandasi keikhlasan kita akan memperoleh pahala yang sangat besar. Rasulullah SAW. Bersabda :



“ Barangsiapa menyeru kepada kebaikan, maka baginya pahala kebaikan sebanyak pahala orang yang mengerja-kannya “ ( HR. Muslim ).

Dengan menyadari betapa besar pahala atau keutamaan yang akan kita peroleh dari pengorbanan yang kita lakukan, insya Allah akan tumbuh semangat kita untuk melakukan pengorbanan dengan apapun yang kita miliki dalam rangka menegakkan kebenaran Islam.


اَللَّهُ أَكْبَرْ’ اَللَّهُ أَكْبَرْ’ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah.

II. Kedua, menyadari bahwa kemajuan yang kita capai, adalah karena adanya pengorba-nan orang lain.
Semangat berkorban juga bisa kita tumbuhkan pada diri kita masing-masing kalau kita menyadari, bahwa kita menjadi seperti sekarang ini salah satunya, adalah karena adanya pengorbanan orang lain. kita menjadi besar secara jasmani, karena pengorbanan Ayah dan Ibu kita, kita bisa membaca, karena pengorbanan guru yang mengajarkan kita, kita memperoleh rizki juga dengan sebab pengorba-nan orang lain dan begitulah seterusnya.

Ini berarti, setiap kemajuan yang kita raih ; baik berupa kekuatan rohani, kesehatan jasmani, kecerdasan akal dengan ilmu yang banyak, kedudukan yang kita peroleh, popularitas yang kita capai dan segala kemajuan lainnya, semua itu tidak bisa dilepaskan dari andil pengor-banan orang lain, sekecil apapun pengorbanan mereka, baik langsung maupun tidak langsung.

Maka dengan menyadari hal itu, kalau orang lain sudah berkorban dengan apa yang mereka miliki lalu kita memperoleh manfaat dari pengorbanan mereka, mengapa kita tidak mau berkorban ?. Itulah yang kita maksud dengan menyadari, bahwa kemajuan kita, adalah karena pengorbanan orang lain. Sehingga sebagai salah satu wu-jud rasa terima kasih kita kepada mereka, adalah dengan berkorban dalam hidup ini pada hal-hal yang dibenarkan Allah dan Rasul-Nya.

Oleh karena itu sebagai manusia, kita tidak boleh menyombongkan diri dengan menyatakan, bahwa kema-juan yang kita capai, adalah semata-mata dari hasil usaha sendiri, sama sekali tidak ada campur tangan orang lain, itu namanya tidak menghargai pengorbanan yang telah dilakukan orang lain terhadap kita. Sebab jangankan kita, Allah SWT. saja menghargai para pihak lain yang telah ikut andil dalam mencapai sesuatu, misalnya dalam proses menurunkan wahyu, Allah SWT. melibatkan Malaikat, sehingga Allah SWT. tidak menggunakan kata Ana atau “Aku “, tetapi menggunakan kata Nahnu “ Kami “, sebagaimana dalam Firman-Nya, Surat Al-Hijr (15) : 9.




“ Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya “.

اَللَّهُ أَكْبَرْ’ اَللَّهُ أَكْبَرْ’ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah.

III. Ketiga, menyadari bahwa betapa besar tun- tutan berkorban terhadap kita

Hal ini karena sekecil apapun potensi yang kita miliki atau sedikit apapun harta yang kita miliki sebenar-nya masih bisa kita korbankan dalam menghadapi dan mengatasi persoalan umat sekarang ini yang sedemikian besar. Kondisi umat yang begitu besar problematikanya amat menuntut perhatian setiap Muslim untuk mencurah-kan segala potensi yang dimilikinya bagi upaya perbaikan atau peningkatan kualitas dan kuantitas umat.

Perjuangan menegakkan kebenaran, semakin lama kita rasakan semakin berat, meskipun dukungan sumber daya manusia, dana dan fasilitas yang semakin baik. Tetapi memang demikianlah hakikat perjuangan menegak-kan nilai-nilai Islam. Hal ini karena bidang garap perjua-ngan semakin lama, harus semakin banyak, seiring dengan sumber daya manusia yang dimiliki, begitu juga dengan wilayah sentuhan dan garapan perjuangan yang harus semakin luas. Menyadari hal ini membuat kita akan berke-simpulan, bahwa perjuangan menegakkan Islam tidak akan rampung atau belum tentu terlihat hasilnya bila di-bandingkan dengan pendeknya usia kita.


اَللَّهُ أَكْبَرْ’ اَللَّهُ أَكْبَرْ’ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah.

IV. Keempat, dengan mengenal profil orang yang telah berkorban.
Sejarah mencatat begitu banyak tokoh-tokoh yang telah berkorban dengan waktu, tenaga, fikiran, harta dan segala yang dimilikinya hingga nyawa sekalipun bagi tegak nya kebenaran Islam. Kalau kita telah mengenal tokoh-tokoh pejuang dengan pengorbanan yang luar biasa itu, lalu membandingkannya dengan diri kita, maka akan tera-sa betapa kita ini belum apa-apa dalam soal pengorbanan meskipun mungkin kita merasa sudah besar dalam berkor-ban.

Sederet sahabat Nabi yang telah berkorban memerlu-kan berjilid-jilid buku kalau harus diceritakan secara dettail, begitu juga dengan generasi berikutnya hingga hari ini, belum lagi generasi terdahulu sebelum Rasulullah SAW Sahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq, telah berkorban dengan hartanya, bahkan hingga hartanya habis dalam perjuangan, itupun masih dilakukan pengorbanan dengan tenaga, waktu, fikiran hingga beliau menggerakkan anak-anaknya, termasuk yang perempuan untuk mendukung perjuangan. Sahabat Hanzholah, meninggalkan isterinya yang baru dinikahinya di malam pertama menjelang fajar meskipun dia belum mandi junub guna memenuhi panggilan jihad, lalu dia bertempur dan Mati Syahid, sehingga Rasulullah SAW. melihat jenazahnya sedang dimandikan oleh Malai-kat, begitulah seterusnya pada banyak kisah tokoh-tokoh pejuang yang berkorban di Jalan Allah.


اَللَّهُ أَكْبَرْ’ اَللَّهُ أَكْبَرْ’ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah.

V. Kelima, dengan menyadari jeleknya sifat kikir.

Kita hendaknya menyadari, bahwa sifat kikir sangat jelek, baik kikir dalam soal ilmu, harta maupun dalam masalah lainnya yang membuat kita tidak mau berkorban. Jeleknya sifat kikir nampak dari siksa yang disediakan Allah di Akhirat kelak, sebagaimana terdapat dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa (4) : 37.





“ Orang-orang yang kikir, dan menyuruh orang lain berbuat kikir dan menyembunyikan karunia Allah yang telah diberikan-Nya kepada mereka. Dan kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir siksa yang menghi-nakan “.

Berkenan dengan berkorban pada Idul Adha, Rasulullah SAW. bersabda :

مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلَايَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا ( رَوَاهُ اَحْمَدُ وَابْنُ مَاجَهْ عَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَمَوْقُوْفًا )
“ Barangsiapa ada kemampuan, tetapi tidak berqurban, maka jangan sekali-kali mendekat tempat shalat(mushalla) kami ( HR. Ahmad dan Ibnu Majah/ Mauquf kepada Abu Hurairah ) “.

Akhirnya, semakin jelas bagi kita, bahwa keharusan berkorban di Jalan Allah membuat kita harus berusaha semaksimal mungkin untuk memiliki semangat berkorban. Perjuangan apapun selalu menuntut adanya pengorbanan, apalagi perjuangan menegakkan nilai-nilai Islam di muka bumi ini. Demikian Khutbah Idul Adha yang singkat ini, semoga Allah SWT. memberikan manfaat kepada kita semua. Amin ya Rabbal Alamin.











5 KIAT UNTUK MENUMBUHKAN DAN MEMPERKOKOH SEMANGAT BERKORBAN

A. Pertama, menyadari besarnya nilai pengor-banan.

II. Kedua, menyadari bahwa kemajuan yang kita capai, adalah karena adanya pengorba-nan orang lain.

III. Ketiga, menyadari bahwa betapa besar tun- tutan berkorban terhadap kita

IV. Keempat, dengan mengenal profil orang yang telah berkorban.

V. Kelima, dengan menyadari jeleknya sifat kikir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar