A. Pengertian dan tujuan
wahdat al-wujud
Wahdat al-wujud adalah ungkapan yang
terdiri dari dua kata yaitu wahdat dan al-wujud. Wahdat artinya sendiri,
tunggal atau kesatuan sedang al-wujud artinya ada.[1]
Dengan demikian wahdat al-wujud berarti kesatuan wujud.
Harun
nasution lebih lanjut menjelaskan paham ini dengan mengatakan bahwa paham
wahdat al-wujud nasut yang sudah ada dalam hulul diubah maejadi khalq (makhluk)
dan lahut menjadi haqq (tuhan).Aspek yang sebelah luar disebut khalq dan aspek
yang di sebelah dalam disebut haqq.[2]
Paham
ini selanjutnya membawa keoada timbulnya paham bahwa diantara makhluk dan tuhan
sebenarnya satu kesatuan dari wujud tuhan dan yang sebenarnya ada adalah wujud
tuhan itu, sedangkan wujud makhluk hanya bayang atau fotocopy dari wujud tuhan.
Dengan demikian alam ini merupakan
cermin dari Allah. Pada saat Dia ingin melihat diri-Nya, Ia cukup melihat alam
ini.
Dalam
fushush al-hikam sebagai dijelaskan oleh Al-Qashini dan di kutip Harun
Nasution, fana wahdul wujud ini antara lain terlihat dalam ungkapan.
Wajah sebenarnya satu tetapi jika engkau
perbanyak cermin ia menjadi banyak.[3].
Tuhanlah sebenarnya yang mempunyai wujud
hakiki atau wajibul wujud. Sementara itu makhluk sebagai yang di ciptakan-Nya
hanya mempunyai wujud yang bergantung kepada wujud yang berada dirinya yaitu
Tuhan.
Yang mempunyai wujud sesungguhnya hanyalah
Allah. Dengan demikian yang sebenarnya hanya satu wujud yaitu wujud Tuhan.
Hal yang demikian itu lebih lanjut
dikatakan Ibn Arabi sebagai berikut.
“sudah menjadi kenyataan bahwa makhluk
adalah dijadikan dan bahwa ia berharap kepada khalik yang menjadikannya karena
ia hanya mempunyai sifat mungkin dan dengan demikian wujudnya bergantung pada
sesuatu yang lain.[4]
Paham tersebut mengisyaratkan bahwa pada
manusia ada unsur lahir dan batin, dan pada tuhan pun ada unsur lahir dan
batin. Unsur lahir manusia adalah fisiknya, sedangkan batinnya adalah roh atau
jiwa yang hal ini merupakan pancaran, bayangan atau fotocopy Tuhan. Kemudian
unsur lahir-lahir pada tuhan adalah sifat-sifat ketuhanannya yang tampak dialam
ini dan unsur batinnya adalah dzat Tuhan.Bersatunya unsur lahut yang ada pada
manusia dengan unsur nasut yang ada pada Tuhan.
Selanjutnya dalam Al-Qur’an akan kita
jumpai ayat-ayat yang memberikan petunjuk bahwa Tuhan memiliki unsur lahir dan
batin sebagaimana dalam faham wahdat al-wujud
Dengan menyempurnakan untukmu niatnya lahir dan
batin (Qs, Luqman, 31;20)
Dalam Al-Qur’an dan terjemahannya terbitan
Departemen Agama tahun 1984, hal 90, kata al-awwal pada surat al-hadid ayat 3
diartikan yang telah ada sebelum sesuatu yang ada. Al-akhir artinya yang nyata
adanya karena banyak bukti-buktinya dan yang batin adalah yang tidak dapat
digambarkan hakikar dzatnya oleh akal. Namun menurut para sufi yang dimaksud
zahir adalah sifat-sifat Allah yang tampak, sedang batin adalah dzat-dzatnya.
Manusia dianggap mempunyai kedua unsur tersebut karena manusia berasal dari
pancaran tuhan. Sehingga antara manusia dengan Tuhan pada hakekatnya satu
wujud.[5]
B. Tokoh wahdatul wujud
Wahdatul al-wujud adalah wujus yang sejati
adalah satu,tokoh yang mengajarkan tentanf wahdatul al-wujud adalah ibn arabi,
nama lengkapnya Mohammad bin ali bin ahmad bin Abdullah ath-tha’i al-haitami.
Dia lahir di Murcia, Andalusia tengah, Spanyol
tahun 560 H.[6] Di
Seville (spanyol) dia mempelajari al-qur’an, hadist serta fikih pada sejumlah
murid seorang faqih Andalusia terkenal yakni ibnu hazm al-zhahiri. Ia pindah ke
Tunis di tahun 1145 dan masuk aliran sufi (ibid).
Ketika ia berusia 30 tahun ia mulai
berkelana ke berbagai kawasan Andalusia dan kawasan islam bagian barat.
Diantara guru-gurunya adalah Abu madyan al-Ghoust al-Talimsari dan Yasmin
musaniyah. Keduanya banyak dipengaruhi ajaran-ajaan ibn arabi. Dikabarkan juga
bahwa dia pernah ketemu dengan ibn Rusyd. Filosof murni dan tabib istana
dynasty barbar dari Alomohad Dikordora.[7]
Ia juga telah dikabarkan mengunjungi Al-mariyyah yang menjadi pusat madrasah
ibn Masarrah seorang sufi falsafi yang cukup berpengaruh dan mempunyai banyak
masalah di Andalusia, di antara karya monumenalnya yaitu al-futuhat al-makkiyah
yg ditulis pada tahun 1201 H. Tatkala ia sedang menunaikan ibadah haji. Karya
lainnya yaitu tarjuman al-Asyuwaq yang ditulisnya untuk mengenang kecantikan,
ketakwaan, dan kepintaran seorang gadis cantik dari keluarga seorang sufi dari
Persia.[8]
Ibn arabi dikenal sebagai penulis yang
produktif. Jumlah buku yang kurangnya menurut perhitungan mencapai lebih dari
200 diantaranya ada yang cuma 10 halaman tetapi ada juga yang beberapa
ensiklopedia tentang sufisme seperti kitab futuha al-mekkah dan bukunya yang
termasyur adalah tsus al-hikam yang juga tasawuf.
Menurut Hamka,
ibn arabi dapat disebut sebagai orang yang telah sampai pada puncak wahdatul
wujud. Dia telah menegakkan pahamnya dengan berdasarkan renungan fikir,
filsafat, dan tasawuf
Menyajikan ajaran tasawufnya dengan bahasa
agak berbelit belit dengan tujuan, untuk menghindari tuduhan fitnah dan ancaman
kaum awam sebagaimana dialami Al-hallaj. Wujudnyaair adalah air wujud, pada
hakikatnya tidaklah ada pemisah antara manusia dan Tuhan klo dikatakan
berlainan.
C. Ajaran-ajaran tasawuf
Ajaran sentral ibn arabi adalah tentang
wahdatul Al-wujud yang istilahnya bukan berasal dari ibn arabi sendiri
melainkan berasal daai ibnu taimiyah tokoh yang paling keras dalam mengecam dan
mengkritik ajaran sentralnya tersebut. Ibnu taimiyah telah berjasa dalam
mempopulerkan wahdatul al-wujud ke dalam masyarakat islam meskipun tujuannya
negatif.[9]
Kaum atheis dan golongan madzhab wahdatul
wujud mengemukakan fana wujud selain Allah dalam kitab “Fushushul Hikam” dan
orang-orang yang sepadan dengannya mengatakan bahwa wujud khalik adalah wujud
makhluk. Dipahami dari ucapan mereka itu bahwa mereka tidak mengakui adanya
wujud selain Allah. Ucapan ini hanya lahir dari mulut orang kafir seperti
yahudi, nasarani, dan penyembah berhala, orang yang mengatakan bahwa
sesungguhnya Tuhan dan hamba jua dan tidak ada perbedaan antara keduanya,
ucapan ini sebenarnya menunjukan kekafiran yang nyata terutama apabila yang
dimaksudkan seluruh makhluk meskipun yang dimaksud adalah para wali Allah yang
beriman dan bertaqwa, kita tidak bisa langsung memfonis ibnu arabi dan
orang-orang sehaluannya adalah kafir, namun bukan berarti kita harus menerima
mentah-mentah hasil ijtihad mereka dibidangnya masing-masing khusunya tasawuf
ini karena kita yakin bahwa mereka umumnya adalah terdiri dari mutjahid islam
di bidangnya. Dari hasil pengkajian ijtihad dan maka ajaran tasawuf seperti
ittihad, hulul, wahdtul wujud dan sejenisnya perlu di kaji ulang.[10]
Menurut ibnu taimiyah wahdatul wujud
adalah penyamaan Tuhan dengan alam, dia menilai bahwa ajaran ibn arabi adalah
dari aspek tasybihnya (penyerupaan) khalik dengan makhluknya. Ia belum menilai
dari aspek tanzihnya (penyucian khalik). Menuru ibn arabi wujud semua yang ada
ini hanyalah satu dan pada hakikatnya wujud makhluk adalah wujud khalik pula,
tidak ada perbedaan diantaranya dari segi hakikatnya, dan kalaupun di lihat
dari sudut pandang panca indra. Wujud alam pada hakikatnya adalah wujud Allah
dan Allah adalah hakikat alam. Tidak ada perbedaan antara wujud yang qodim
dengan yang baru atau dengan kata l;ain tidak ada perbedaan antara abid
(menyembah) dan ma’bud (yang di sembah).[11]
Kalau khalik dan makhluk bersatu dalam
wujudnya mengapa telihat dua? Menurut ibn arabi tidak memandangnya dari sisi
satu, tetapi memandang keduanya bahwa khalik dari sisi satu dan makhluk dari
sisi yang lain. Jika mereka memandang dari sisi yang lain mereka pasti mengetahui hakikat keduanya yakni dzatnya satu yang tak
terbilang dan terpisah.[12].
Wujud Tuhan juga wujud alam dan wujud Tuhan bersatu dengan wujud alam yang
dalam istilah barat disebut panteisme, yang di definisikan oleh Henry
C.Theissen. panteisme adalah teori yang menyatakan bahwa segala sesuatu yang
terbatas adalah aspek modifikasi atau bagian dari satu wujud yang kekal dan ada
dengan sendirinya.[13].
Ibn arabi menyebut wujud, maksudnya adalah
wujud yang mutlak yaitu wujud Tuhan, satu-satunya wujud menurut ibn arabi
adalah wujud tuhan, tidak ada wujud selain wujudNya. Kesimpulannya kata wujud
tidak diberikan kepada selain tuhan. Dalam bentuk lain dapat dijelaskan bahwa
makhluk diciptakan oleh tuhan dan wujudnya bergantung pada wujud tuhan.
Dengan demikian, ibn arabi menolak ajaran
yang mengatakan bahwa alam semesta ini diciptakan dari tiada. Ia mengatakan
bahwa nur Muhammad itu qodim dan merupakan sumber emanasi dengan berbagai
kesempurnaan ilmiah dan alamiah yang terealisasikan pada dari pada nabi adam
sampai nabi Muhammad dan dari nabi Muhammad pada diri pengikutnya yaitu para
wali.
Dari konsep-konsep wahdatuj al-wujud ibn
arabi ini muncul dua konsep yang sekaligus merupakan lanjutan atau cabang dari konsep dari wahdatul al-wujud itu, yaitu
konsep al-hakikat al-muhammadiyah dan konsep wahdat al-adyan (kesamaan agama).
Dalam menjelaskan konsep wahdatul wujud
ibn arabi mengungkapkan bahwa wujud ini satu,namun dia memiliki penampakan yang
disebut dengan alam dan ketersembunyiannya yang dikenal dengan asma yang
memiliki pemisah yang disebut dengan barzah atau menghimpun dan memisahkan
antara batin dan lahir itulah yang di sebut dengan insane kamil.
Ia juga menjelaskan bahwa tuhan segala
tuhan adalah Allah SWT. Sebagai nama yang teragung dan sebagai ta’ayun (pernyataan)
yang pertama. Ia merupakan sumber segala nama dan tujuan akhir dari segala
tujuan dan arah dari segala keinginan serta mencakup segala tuntutan,
kepadaNyalah isyarat yang difirmankan Allah kepada rasulnya, bahwa kepada
Tuhanmulah tujuan akhir karena Muhammad adalah mazhar dari pernyataan yang
pertama, dan tuhan yang khusus baginya adalah ketuhanan yang agung ini.
Ketahuilah bahwa segala nama-nama Allah merupakan gambaran dalam ilmu Allah.
Sedangkan hakikat muhammadiyah merupakan gambaran dari nama Allah yang
menghimpun segala nama ketuhanan yang darinya muncul limpahan atas segala yang
ada dan Allah sebagai tuhannya. Perlu diketahui bahwa yang dimaksud dengan
hakikat muhammadiyah disini bukanlauh nabi Muhammad sebagai manusianya, namun
hakikat muhammadiyah adalah asma dan sifat Allah serta akhlaknya. Nabi Muhammad
disebut dengan Muhammad karena beliau mampu berakhlak dengan seluruh akhlak
ketuhanan tersebut.
D. Analisis
wahdatul al-wujud
Wahdatul al-wujud adalah bahwa wujud yang
sejati adalah satu. Bukan berarti alam adalah Allah dan Allah adalah alam.
Kenyataannya bahwa dia adalah satu kesatuan wujud ini juga dapat dipahami dari
sebuah hadits yang sering dikutip ibn arabi dalam menerangkan masalah wahdat
al-wujud yaitu; kanallahu wala syai’a ma’ahu artinya dahulu Allah tiada sesuatu
apapun besertanya. Maksud dari pernyatan ini tidak ada sesuatu apapun yang
menyertai Allah selamanya dan segalanya pada sisinya adlah tiada. “tiada Tuhan
selain Allah” artinya segala sesuatu berupa alam gaib dan nyata adalah bayangan
Allah yang pada hakikatnya tiada. Dapat disimpulkan dari penjelasan diatas
adalah alam bias dikatakan yang merupakan khayal semata maka alam bukanlah
Allah. Namun jika di lihat alam tidak akan muncul dengan sendirinya dan
mustahil ada wujud di samping Allah atau di dalamnya atau di luarnya maka alam
adalah penampakan Allah. Penampakan itu tiada lain Allah jua adanya.
Karena yang mempunyai wujud hanyalah
Tuhan. Dengan demikian wujud itu hanya satu yakni wujud Tuhan Ia jua
memberikan sifat-sifat ketuhanan pada
segala sesuatu. Alam ini seperti cermin yang buram dan juga seperti badan yang
tidak bernyawa. Allah menciptakan manusia untuk memperjelas cermin itu, dengan
kata lain alam ini merupakan penampakan dari asma dan sifat Allah yang terus menerus.
Tanpa alam sifat dan asma-Nya itu akan kehilangan maknanya dan senantiasa dalam
bentuk dzat yang tinggal dalam kesendiriannya yang tidak dikenal oleh siapapun.
BAB III
KESIMPULAN
Allah mustlak dengan keterbatasan dan
terbatas dengan kemutlakannya dengan kata lain Allah mutlak dari segi dzatnya
yang maha suci dari segala sifat dan terbatas dalam kemutlakan dengan
nama-nama, sifat-sifat, dan fenomena-fenomena alam. Jadi penampakanNya itu
sendiri tidak terbatas karena kalimatnnya tidak pernah habis, inilah yang
disebut lautan tak bertepi. Dialah yang maha esa dalam banyak rupa dan rupa
yang banyak yang pada hakikatnya wajah-wajah dari dzat yang esa. Dialah
penghimpun segalannya yang membedakan segalanya dalam berbagai rupa. Aspek
keindahan mewakili tasybih dan aspek keagungan mewakili tanzih, keduanya itu mewujudkan
kesempurnaan pada dzatnya namun keseluruhannya itu menunjukkan kemutlakan yang
tak terhingga.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar
Rosihan.2007. Ilmu Tasawuf. Bandung :
CV Pustaka Setia.
Abdul Qodir
Mahmud. 1996. Falsafat Ash-shuffiyyah fi
Al Islam, Dar al-fikr al arab kairo.
Abu Bakar
Aceh. 1882. Sejarah Filsafat Islam,
Solo
Hawasali
Abdullah. 1930. Perkembangan Ilmu Tasawuf
dan tokoh-tokohnya di nusantara, Surabaya: Al-ikhlas
Prof. Dr. H.
Nata Abuddin, Ma. 1996. Akhlak Tasawuf.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
[1] Mahmud Yunus, kamus arab indo (Jakarta: Hidakarya agung, 1990), hal 492 dan 494.
[2] Harun Nasution, Falsafah dan Mistisisme dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1993),
cet III, hal 92
[3] Harun Nasution op.ut hal 93.
[4] Harun
Nasution, op.ut hal 94-95
[5]
H.Abuddin Nata, akhlak tasawuf (Jakarta, Graindo persada, 1996), hal 252
[6]
At-taffazani, op, at hal 201
[7] Supandi Djoko Damono, Pustaka Firdaus,
1975 hal 23
[8] ibid
[9] Rosihan Anwar MAg. Ilmu tasawuf ,mukhtar sholehan (Bandung, Pustaka Setia. 2000) hal
145
[10] Moh. Saifullah Al-Aziz, Risalah memahami ilmu Tasawuf (Surabaya, Terbit Terang,1998) hal 223.
[11] Rosihan
Anwar
[12] Muhammad Musthafa, Ilmu,al-hayat,al-ruhiyyah,al-islam,al-haiat,al-musriyyah,al-ammabi,al-kitab.
Mesir , 1984, hal 182
[13] Kautsar Azhari Noer, al-arabi nahdat al-wujud dalam perdebatan, Paramadina 1995, hal 162
Tidak ada komentar:
Posting Komentar