Muqoddimah
◄Dengan
menyebut nama Alloh yang maha pengasih lagi penyayang. Adapun segala
puji hanyalah bagi Alloh yang mengatur semua alam. Selanjutnya rohmat Alloh semoga selamanya tercurahkan atas penghulu kita, yakni Nabi Muhammad beserta keluarganya, para sahabatnya, dan begitu juga semoga keselamatan (Alloh) tercurah kepadanya. Dan
selanjutnya sesudah membaca basmalah, hamdalah sholawat serta salam,
maka berkata orang yang sangat butuh akan rohmatnya Dzat yang mengatur
dirinya yang maha waspada (Alloh) serta yang maha melihat (Alloh), yakni
dialah Ibrohim orang negri bajuri yang sangat merasa (dirinya)
gegabah. Telah meminta dariku sebagian saudara-saudaraku►
Dalam pembukaan risalah ini, (mushonnif = orang yg mengarang kitab ini)
mendahulukan membaca basmalah, hamdalah dan seterusnya sampai akhir.
Sebelum melangkah lebih jauh, marilah kita mulai pembahasannya dari salahsatu pesan ulama yang begini ungkapannya:
◄Satu keharusan kepada setiap orang yang akan tampil dalam satu (fan) membahas basmalah dengan ilmu jurasannya itu (fan)►
(Fan) itu ialah seni atau uraian yang isinya sebuah kajian ilmu.
Nah disini membahas (fan) tauhid, maka membahas basmalah dengan fan
tauhid. bismillah. niat saya berharap dengan meminta pertolongan kepada
dzat yang memiliki nama Alloh, bismillah niat saya berharap mencari
berkah dengan menyebut nama Alloh.
Kalimat Alloh ialah (asma') yang dikatagorikan (taufiqiyyah) artinya
perkara yang menunggu akan turunnya wahyu dari Alloh, oleh karenanya
dengan menyebut-nyebut asma'Nya adalah satu tanda akan turunnya taufiq
dari Alloh, dan ia-pun datangnya bukan hasil dari akal.
Lapad Alloh, namanya:
● Ismun jalalah, nama keagungan.
● Ismun a'dhom, nama kebesaran.
● Ismun min asma'ul husna, nama-nama dari (asma'ul husna).
● Ismun jalalah, nama keagungan.
● Ismun a'dhom, nama kebesaran.
● Ismun min asma'ul husna, nama-nama dari (asma'ul husna).
Di awal permulaan risalah ini, ungkapan yang keluar dari lapad basmalah,
yang pertama diniati mencontoh pada alqur’an, dan yang keduanya karena
ada hadits yang berbunyi:
◄Setiap perkara (pekerjaan) yang dipandang baik oleh hukum syara’, akan
tetapi tidak diawali dengan membaca bismillahirrohmanirrohim, maka
kurang berkah►
Penjelasan : bismillah
Dalam pembukaan risalah ini mushonnif memulai dengan membaca basmalah,
tiada lain hanya mengharap keberkahan serta pertolongan Alloh semata.
Penjelasan : arrohman
Yaitu salasatu sipat Alloh yang memberi limpahan kurnia serta nikmat yang besar atas semua makhluk di dunia dan di akhirat.
Penjelasan : arrohim
Yaitu salasatu sipat Alloh yang memberi limpahan kurnia serta nikmat
yang besar khusus bagi orang-orang yang merasakan nikmat ar-rohman.
Penjelasan : alhamdulillah
Kalimat (alhamdu lillah), memberitahukan bahwa semua yang namanya puji
hanyalah milik Alloh, bukan hanya memberitahukan saja, akan tetapi
maksudnya memanjatkan pujian kepada Alloh. hal ini termasuk dalam qo’idah, dan juga kalau dibawa pada 'fan' ilmu 'ma’ani bilaghoh', ungkapan kalimah alhamdu lillah itu begini:
◄Ungkapan pemberitahuan puji, akan tetapi isinya memanjatkan puji►
Perbedaan antara lapad basmalah dengan hamdalah, yakni basmalah sebagai
(ibtida haqiqi: pembuka yg sesunggunya), sedangkan lapad hamdalah
sebagai (ibtida idhofi: pembuka yg disandarkan pada kalimah basmalah).
Adapun yang namanya puji terbagi atas 4 bagian, yaitu:
● 1. Qodimun liqodimin: yaitu puji Alloh terhadap dzatnya sendiri, seperti firman Alloh dalam Al-Qur’an:
◄Dan Dialah Dzat yang maha tinggi lagi maha agung►
● 2. Qodimun lihaditsin: yaitu puji Alloh terhadap makhlukNya, seperti firman Alloh dalam Al-Qur’an:
◄Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan
keluarga `Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing)►
(Qs 3 Ali Imran: 33)
● 3. Haditsun liqodimin: yaitu puji makhluk terhadap Alloh, seperti makhluk membaca hamdalah.
● 4. Haditsun lihaditsin: yaitu puji makhluk terhadap sesama
makhluk, seperti Rosululloh memberi gelar atau titel (ash shidqu: orang
yg benar) kepada sohabatNya Abu Bakar dengan titel Abu Bakar as-Sidqu.
Alasan mushonnif membaca hamdalah.
● Pertama, ittiba (mengikuti jejak) rosul, yang terlahir dari sebuah hadits:
◄Ber-akhlaklah seperti akhlak Alloh►
● Kedua, amalan bilhadits,
◄Setiap perkataan yang tidak dimulai dengan membaca hamdalah, maka perkataan tersebut cacar/corob (penyakit kulit)►
dikatakan pula dalam hadits:
◄Sesungguhnya Alloh itu menyenangi pujian, pujian kepada Alloh adalah
arah-arah diberinya pahala pada orang yang memuji kepada Alloh►
Jadi hikmahnya si hamba memuji kepada Alloh, yakni bahwa Alloh akan
memberi pahala kepada orang yang memuji terhadapNya, serta dengan pujian
tersebut menjadikan penglihatanNya kepada si hamba dengan penglihatan
rohmat, serta menjadikan pahala simpanan bagi si hamba diakhirat nanti.
dikatakan pula dalam hadits:
◄Adapun memuji Alloh akan menjadikan keselamatan nikmat dari hilangnya nikmat►
Penjelasan : robbil ‘alamin
Ungkapan kalimah (Robbi) maknanya lebih luas dibandingkan dengan kalimat
(Milku) atau (Maula), karena kalimat Robbi maknanya mencakup
penciptaan, memiliki, menguasai, mengurus dan juga mengatur.
Sedangkan kalimat (Al-Alamin), menunjukan pada setiap yg namanya alam,
seperti alam sadar, alam bawah sadar, alam rahim, alam mulki, alam
malakut, alam jabarut, alam hissi alam maknawi, alam dunia, alam akhirat
dst.
Penjelasan : washsholatu wassalamu
Ungkapan kalimat Sholawat dan Salam apabila dihubungkan:
● Dari Alloh, kedudukannya menjadi rohmat (kesejahteraan) untuk Nabi.
● Dari Malaikat, kedudukannya menjadi istighfar (permintaan ampunan) untuk Nabi.
● Dari orang Mukmin, kedudukannya menjadi du’a (permintaan harapan yg tulus), agar senantiasa rohmat dan keselamatan Alloh selamanya tercurah kan untuk Nabi. Contoh ungkapan du’a:
● Dari Alloh, kedudukannya menjadi rohmat (kesejahteraan) untuk Nabi.
● Dari Malaikat, kedudukannya menjadi istighfar (permintaan ampunan) untuk Nabi.
● Dari orang Mukmin, kedudukannya menjadi du’a (permintaan harapan yg tulus), agar senantiasa rohmat dan keselamatan Alloh selamanya tercurah kan untuk Nabi. Contoh ungkapan du’a:
◄Ya Alloh semoga kesejahteraan dan keselamatan senantiasa selamanya tercurah kepada penghulu kami, ya’ni Nabi Muhammad saw►
Kalimat Sholawat dan Salam adalah:
◄Ungkapan pemberitahuan (sholawat), akan tetapi isinya memanjatkan sholawat►
Firman Alloh dalam Al-Qur’an:
◄Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bersholawat untuk Nabi.
Hai orang-orang yang beriman, bersholawatlah kamu untuk Nabi dan
ucapkanlah salam penghormatan kepadanya►
(Qs 33 Al-Ahzab: 56)
Penjelasan : faqiru rohmata robbihi
Setiap makhluk Alloh, pasti membutuhkan rohmatNya, dan tingkatan orang yg membutuhkan rohmatNya diantaranya ialah:
● 1. Orang yg tidak percaya dirinya membutuhkan rohmatnya Alloh, malahan
merasa dirinya kaya, Alloh-lah yg butuh, firman Alloh dalam Al-Qur’an:
◄Sesungguhnya Allah telah mendengar perkatan orang-orang yang mengatakan: "Sesunguhnya Allah miskin dan kami kaya.►
(Qs 3 Ali Imron: 181)
● 2. Orang yg percaya dirinya membutuhkan rohmatnya Alloh, akan tetapi
tidak merasakan atas kebutuhannya. mereka adalah tingkatan orang
beriman.
● 3. Orang yg percaya dirinya membutuhkan rohmatnya Alloh serta
merasakan dirinya sangat membutuhkanya, inilah tingkatan orang mukmin
haqqul yaqin. Nah nomor dua dan tiga sejalan dengan firman Alloh dalam
Al-Qur’an:
◄Maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam►
(Qs 3 Ali Imron: 97)
Yang menyusun kitab ini dalam ungkapan (faqiru rohmata robbihi) termasuk
golongan yg ketiga. Dan juga dalam ungkapan (faqiru rohmata robbihi)
diakuinya oleh mushonnif robb dirinya saja tidak disebut robb alam
(memisahkan diri), dengan kata lain hanya sekedar antara dirinya dengan
Alloh, serta sedang merasakan haq rububuyyah yang ada dalam dirinya, dan
merasakan haq ubudiyyahnya, yakni haq pribadi diri yang ada dalam
dirinya.
● Haq Rububiyyah:
Setiap keberadaan selain seluruh anggota badan seperti ilmu, wibawa, harta-benda, pamili dll.
● Haq Ubudiyyah:
Seluruh anggota badan yang keluar dari rahim Ibu, yg membentang bagaikan mayit, atau pribadi yang wajib dibuktikan kepada Alloh.
Penjelasan : al khobiru
◄Ialah sipat yang mengetahi terhadap dalam-dalamnya segala perkara►
Yakni yang mencakup semua perkara yang (dhohir), yang (wujud aqli), atau yang (wujud hissi) (yang belum dhohir)
(Al khobiru) yaitu salah satu sipat Aloh yang tidak dijadikan sipat 20
oleh ahli aqo’id iman, karena sudah terliputi oleh sipat ilmu serta
bashor-nya Alloh, setiap yg diwaspadai oleh Alloh pasti kelihatan dan
diketahui oleh Alloh, cuma perbedaannya hanya untuk perkara yang
(mumkinul wujud), yakni perkara yang akan ada tapi belum ada. Dan
kontaknya sipat (al khobiru)-nya Alloh (tanjizi hadits), sedangkan
kontaknya sipat ilmu-nya Alloh (tanjizi qodim).
Penjelasan : albashiru
(Albashiru) adalah salah satu sipat Alloh, yang melihat dengan sipat
bashor-nya Alloh terhadap perkara yang maujud walaupun belum ter-(idrok =
diketemukan).
Adapun ta’aluq-nya sipat bashor-nya Alloh pada perkara yang maujudat, yaitu wajibul wujud, atau mumkinul wujud.
Penjelasan : dzu taqtsiri = merasa gegabah
Kalau berkata (dzu taqtsiri) ingin disebut tawadlu, itu namanya riya',
tapi kalau berkata (dzu taqtsiri) karena benar-benar merasa gegabah
dalam ibadah kepada Alloh, dialah (khosyi'an mutawadi'an rofi'a
darojatihi indalloh) orang khusu’ serta tawadlu yang terangkat
derajatnya disisi Alloh.
Penjelasan : tholaba minni
Disini mushonnif menerangkan asal mulanya mengarang kitab tijan ini,
yang diawali oleh sebuah permohonan sebagian saudara muslim, yang
meminta dirinya untuk menuliskan sebuah kitab kecil yang mencakup sipat
Alloh dan sipat Rosul.
Oleh karenanya hasil ilmu dengan cara diminta akan lebih intim dan lebih
penting serta lebih bermanfaat. Ada keterangan begini bunyinya:
◄Adapun yang namanya ilmu itu bagaikan gudang yang dikunci, adapun alat untuk membukanya ialah permintaan dan pertanyan►
Penjelasan : ba’dlul ikhwani
Kalimat (ba’dlul ikhwani jama') dari lapad (akhun) maksudnya ialah saudara seagama, seperti firman Alloh dalam alqur’an:
◄Sesungguhnya orang-orang mu'min adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu►
(Surat 49 Al-Hujuraat:10)
Dalam istilah kitab, kalau saudara satu turunan, biasanya memakai kata
(jama’ ikhwatun) untuk laki-laki, sedangkan kalau untuk perempuan
biasanya menggunakan kata (akhwatun), kalau untuk saudara seagama biasa
menggunakan kata (ikhwanun).**********
◄Semoga
Alloh memberi kemaslahatan kepadaku dan kepada saudaraku pada tingkah
dan kelakuan, agar supaya saya menuliskan untuk sebagian saudaraku itu,
satu risalah (lembaran buku) yang kecil yang meliputi sipat-sipat
ketuhanan serta sipat-sipat berlawanannya, dan perkara yang wenang dalam
haqnya Alloh ta’ala. Dan juga pada perkara yang wajib dalam haqnya para
rosul serta pada perkara yang mustahil didalam haqnya para rosul semua,
dan juga pada perkara yang wenang di para rosul. Oleh karenanya, maka
aku penuhi permintaan ba’dul ikhwan untuk mengarang kitab kecil ini.
Selanjutnya aku memohon taufiq kepada Alloh.
Wajib kepada setiap mukallaf, ialah mengenal pada perkara yang wajib didalam haqnya Alloh ta’ala, dan perkara yang mustahil, serta perkara yang wenang►
Wajib kepada setiap mukallaf, ialah mengenal pada perkara yang wajib didalam haqnya Alloh ta’ala, dan perkara yang mustahil, serta perkara yang wenang►
Penjelasan : ashlahallohu
Kalimat yang diatas merupakan jumlah (mu’taridhoh) artinya pembatas
antara (fi’il) dan (maf’ul), antara (tholaba) dan (an aktuba), Nah
inilah yang disebut jumlah (du’a'iyyah), karena mushonnif sengaja
menyelipkan dengan du’a (ashlahallohu li walahum) secara minimal satu
kali memenuhi dari ayat (fa'ashlihu baina akhwaikum), karenanya, paling
sedikit menjalin persaudaraan itu dengan du’a.
Perkara yang diminta oleh (ba’dlul ikhwan), tiada lain agar aku (kata
syeh Ibrohim) menulis kitab kecil yang meliputi sipat-sipat ketuhanan,
semuanya ada 20 sipat:
- Wujud arti secara harfiyyah: ada
- Qidam arti secara harfiyyah: pemula, hal yg dahulu kala
- Baqo’ arti secara harfiyyah: kekal
- Mukholafatu lilhawaditsi arti secara harfiyyah: berbeda dengan yang baru
- Qiyamuhu binafsihi arti secara harfiyyah: berdiri sendiri
- Wahdaniyyat arti secara harfiyyah: tunggal
- Qudrot arti secara harfiyyah: kuasa
- Irodat arti secara harfiyyah: berkehendak
- ‘Ilmu arti secara harfiyyah: mengetahui
- Hayyat arti secara harfiyyah: hidup
- Sama' arti secara harfiyyah: mendengar
- Bashor arti secara harfiyyah: melihat
- Kalam arti secara harfiyyah: berkata
- Qodiron arti secara harfiyyah: yang kuasa
- Muridan arti secara harfiyyah: yang berkehendak
- ‘Aliman arti secara harfiyyah: yang mengetahui
- Hayyan arti secara harfiyyah: yang hidup
- Sami’an arti secara harfiyyah: yang mendengar
- Bashiron arti secara harfiyyah: yang melihat
- Mutakalliman arti secara harfiyyah: yang berkata
Adapun sipat-sipat yang belawanannya ada 20 sipat:
- ‘Adam arti secara harfiyyah: tiada
- Huduts arti secara harfiyyah: baru
- Fana’ arti secara harfiyyah: ruksak
- Mumatsalatu lil hawaditsi arti secara harfiyyah: serupa dengan yang baru
- Ihtiyaju arti secara harfiyyah: butuh
- Ta’addud arti secara harfiyyah: berbilang (lebih bilangannya)
- ‘Ajzu arti secara harfiyyah: lemah (tak berdaya)
- Karohah arti secara harfiyyah: terpaksa
- Jahlu arti secara harfiyyah: bodoh
- Mautu arti secara harfiyyah: mati
- Shomam arti secara harfiyyah: tuli
- ‘Umyun arti secara harfiyyah: lolong / buta
- Bukmun arti secara harfiyyah: bisu
- ‘Ajizan arti secara harfiyyah: yang lemah (tak berdaya)
- Karihan arti secara harfiyyah: yang terpaksa
- Jahilan arti secara harfiyyah: yang bodoh
- Mayyitan arti secara harfiyyah: yang mati
- Ashomma arti secara harfiyyah: yang tuli
- ‘A’ma’ arti secara harfiyyah: yang lolong
- Abkama arti secara harfiyyah: yang bisu
Sedangkan perkara yang wenang dalam haqnya Alloh ta’ala jumlahnya cuma ada satu, yaitu:
◄Mengerjakan atau meninggalkannya, pada setiap perkara yang MUMKIN adanya►
Penjelasan : ma yajibu fi haqqir rusuli
Adapun perkara yang wajib didalam haqnya para rosul, semuanya ada empat, diantaranya:
- Sidiq arti secara harfiyyah: benar
- Amamnah arti secara harfiyyah: terpercaya
- Fathonah arti secara harfiyyah: pintar = mahir (cepat mengerti)
- Tabligh arti secara harfiyyah: menyampaikan
Adapun jumlahnya sipat yang mustahil didalam haqnya para rosul ada empat, yaitu:
- Kidbu arti secara harfiyyah: dusta = bohong
- Khiyanat arti secara harfiyyah: khiyanat (tidak jujur)
- Biladah arti secara harfiyyah: dungu = bodoh
- Kitmani arti secara harfiyyah: menyembunyikan
Adapun perkara yang wenang didalam haqnya para rosul, jumlahnya hanya satu, yaitu:
◄Yaitu sipat kamanusaan►
Nah itulah yang diminta oleh (ba’dul ikhwan), didalam risalah ini.
Sehubungan dengan adanya permintaan untuk menulis susunan tentang ilmu
yang berkaitan dengan ketuhanan dan kerosulan, baik perkara yang wajib,
mustahil ataupun yang wenang, maka syekh imam Albajuri memenuhi
permintaannya.
Penjelasan.
Dalam kalimat (wabillahi taufiq), adalah merupakan suatu pernyataan:
◄Tiada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Alloh yang maha tinggi dan maha agung►
Penjelasan : yajibu
Yang namanya wajib disini ada beberapa bagian, diantaranya yaitu :
● Wajib menurut hukum syara’
● Wajib menurut hukum ushul fiqih
● Wajib menurut hukum aqli
● Wajib menurut hukum adi (adat)
● Wajib menurut hukum ushul fiqih
● Wajib menurut hukum aqli
● Wajib menurut hukum adi (adat)
Nah dalam kalimat (wajib) disini, yaitu wajib menurut hukum syara’ (bagian fiqih).
Definisi wajib menurut hukum syara’, yaitu:
◄Suatu perkara yang mana Alloh telah menjanjikan kepada orang yang
mengerjakannya dengan pahala, dan Alloh telah menjanjikan kepada orang
yang meninggalkannya dengan siksaan►
Dikarenakan ma’rifat diwajibkan menurut hukum syara’, maka pasti akan
dapat pahala serta terpenuhi syarat sahnya syahadat bagi orang yang
ma’rifat, sebaliknya pasti akan dikenakan siksaan dan tidak akan sah
syahadatnya bagi orang yang tidak ma’rifat.
Yang keduanya ada yang namanya (wajib) menurut ushul fiqih, namanya (Ijab)
Definisi wajib menurut ushul fiqih, yaitu:
◄Mencari pekerjaan yang pasti►
Adapun yang mewajibkan ma’rifat, karena ada perintah didalam alqur’an, yang begini bunyinya:
◄Hai manusia, bertauhidlah kamu sekalian kepada robb kalian, Yang telah
menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa►
(Surat 2 Al-Baqarah: 21)
● Lapad (u’budu), ialah mencari i’tiqod yang pasti, hal ini sebagai bukti dan petunjuk pada perkara yang wajib.
● Lapad (u’budu), maksudnya ialah menunjukan suatu perintah kepada setiap yang namanya manusia, untuk bertauhid serta ma’rifat kepada robb, karena dalam ayat tersebut diatas yang (di-khithoban) diajak dialog adalah yang namanya (annas) manusia. Maka tidak sah kalau di-khithoban (ibadah) kalau belum bertauhid dulu. Tapi kalau andai kata ayat yang diatas tersebut menggunakan kalimat (ya ayyuhal ladzina amanu), maka sah kalau di-khithoban untuk (ibadah), karena sudah berada dalam keadaan iman.
● Lapad (robbakum) disipati dengan kalimat (alladzi kholaqokum), kalimat ini menunjukan bahwa ma’rifat itu diharuskan dengan menggunakan dalil.
● Lapad (u’budu), maksudnya ialah menunjukan suatu perintah kepada setiap yang namanya manusia, untuk bertauhid serta ma’rifat kepada robb, karena dalam ayat tersebut diatas yang (di-khithoban) diajak dialog adalah yang namanya (annas) manusia. Maka tidak sah kalau di-khithoban (ibadah) kalau belum bertauhid dulu. Tapi kalau andai kata ayat yang diatas tersebut menggunakan kalimat (ya ayyuhal ladzina amanu), maka sah kalau di-khithoban untuk (ibadah), karena sudah berada dalam keadaan iman.
● Lapad (robbakum) disipati dengan kalimat (alladzi kholaqokum), kalimat ini menunjukan bahwa ma’rifat itu diharuskan dengan menggunakan dalil.
Yang ketiga wajib menurut hukum (aqli=akal) dan hukum (adi=adat), nah
wajib inilah yang ada hubungannya dengan ilmu aqo’id iman, atau yang ada
hubungannya dengan bahasan yang ada dalam kitab ini.
Penjelasan : ala kulli mukallafin
Pertama, dalam bahasanya menggunakan kata (ala) bukan dengan kata ( li
), menunjukan (wujub) bukan (hasan), Oleh karena itu maka wajib yang
tidak bisa ditawar lagi, berbeda dengan haq, ini masih bisa ditawar,
gugur karena ridlo, gugur karena bodoh.
Yang kedua, ditambah lagi dengan kata (kulli), ini menunjukan pada:
Maksudnya ialah, setiap bagian dari jenisnya mukallaf wajib ma’rifat,
lelaki, perempuan, bangsa dan suku apa saja, dimana saja berada, baik
tahapan rendah, pinpinan, awam atau ulama, wajib mengenal Alloh.
Yang ketiga, ditambahan lagi dengan kalimat (mukallafin), artinya yaitu
orang yang telah dibebani oleh perintah hukum syara’. Tandanya, yaitu
sudah balig serta punya akal, iman atau tidak iman, tetap dikenakan
wajib ma’rifat. Kalimat (mukallafin) lapadnya (am=umum), nah oleh karena
umum, maka orang kafir disiksa kalau tidak ma’rifat.
Penjelasan : an ya’rifa
Bilamana (fi’il mudlore) kemasukan / disisipi (an masdariyyah) kedudukan
makna dan (tarkiban)-nya sama seperti (masdar), disini kedudukan (an
ya'rifa) jadi (fa’il) maknanya sama dengan (alma’rifat).
Kata (ma’rifat) dalam tauhid sebagaimana definisi dalam ilmu tashowwuf,
kata ma’rifat dalam ilmu tashowwuf yaitu iman tingkatan (arifin ilmul
yaqin), (ainul yaqin), (haqqul yaqin).
Kata ma’rifat dalam aqo’id iman bukan sekedar mengetahui, bukan sekedar
percaya, yang tahu namanya ilmu, yang percaya namanya iman, tetapi yang
nama ma’rifat melebihi tahu serta melebihi percaya, nah itu mutlaknya
iman.
Pertama.
Adapun definisi ma’rifat dalam aqo’id iman, ialah:
◄Penemuan tekad yang pasti, sekira-kira tidak disertai keraguan►
● Kalimat yang ada hubungannya dengan kata (idrokun), dintaranya yaitu:
● Khoyali, yaitu bayangan jiwa yang belum sampai pada tingkah kepercayaan.
● Wahmun, yaitu sekilas bayangan kepercayaan yang kurang dari lima puluh persen.
● Syak, yaitu iman, kepercayaan lima puluh persen.
● Dhon, nyaitu iman, kepercayaan yang disertai sangkaan yang kuat yang melebihi dari lima puluh persen, tapi kurang dari seratus persen.
● Yaqin, yaitu termasuk dalam idrokun jazimun. ini yakin yang seratus persen.
● Khoyali, yaitu bayangan jiwa yang belum sampai pada tingkah kepercayaan.
● Wahmun, yaitu sekilas bayangan kepercayaan yang kurang dari lima puluh persen.
● Syak, yaitu iman, kepercayaan lima puluh persen.
● Dhon, nyaitu iman, kepercayaan yang disertai sangkaan yang kuat yang melebihi dari lima puluh persen, tapi kurang dari seratus persen.
● Yaqin, yaitu termasuk dalam idrokun jazimun. ini yakin yang seratus persen.
Apabila, umpamanya kemarin (jazim), sekarang tidak (jazim), maka
dimualai dari sekarang hingga sebelum (jazim) tidak sah imannya,
hukumnya murtad.
Kedua.
Selanjutnya mesti (muwafiqun lilwaqi'i), maksudnya ialah perkara yang
ditekadkannya mesti sesuai dengan buktinya. Seumpama tekadnya (idrokun
jazimun). Imannya kepada Alloh, tapi perkara yang ditekadinya tidak
sesuai dengan buktinya, atau tidak sesuai dengan sipat-sipat ketuhanan,
menurut ahli sunnah, bukan ma’rifat tapi kupur hukumnya, seperti
tekadnya kafir (mujassimah) dengan nekadkan (jazim) atas adanya Alloh,
tapi Alloh yang ia tekadkan yang bersemayan dalam dirinya sendiri. Atau
seperti tekadnya kafir (fulasifah) yang menekadkan akan adanya Alloh
dengan (jazim), tapi yang ia tekadkan bahwa Alloh yang bersemayan
didalam alam.
Atau menekadkan dengan (jazim) bahwa Muhammad itu rosululloh (utusan
Alloh), sedangkan muhammad yang ia akui bukan muhammad bin abdulloh,
tapi misalnya (mim ~ ha ~ mim ~ dal) misalkan, (Mim)-nya kepala,
(Ha)-nya tangan, (Mim)-nya perut, (Dal)-nya kaki.
Ketiga.
Selanjutnya harus (nasyi’un an dalilin), artinya harus timbul dari dalil, dalil itu terbagi atas dua bagian:
- Dalil tafshili, yaitu dalil yang mendalam serta mendetil, dalil yang ini bisa untuk menyerang atau menghancurkan aqidah yang batal. Pandangan hukum syara’ terhadap dalil tafshili, para ulama berpendapat bahwa hukumnya fardlu kifayah.
- Dalil ijmali, ulama ittifaq bahwa hukumnya adalah fardlu ain terhadap dalil ijmali. serta dimasukan kedalam syarat ma’rifat.
Ulama mujtahidin terhadap hukum syara’nya terbagi menjadi lima pendapat:
- Qoul yang pertama, golongan Imam Sanusi dan Imam Ibnul Arobi berpendapat bahwa ma’rifat tidak dengan dalil, maka hukumnya tidak sah imannya, baik orang pintar atau orang bodoh, kapir hukumnya.
- Qoul anu kedua, ma’rifat tidak dengan menggunakan dalil, sah imannya, baik cerdas ataupun bodoh, Cuma maksiat.
- Qoul yang ketiga, ma’rifat tidak disertai dengan dalil untuk orang yang bodoh, sah imannya serta tidak maksiat, untuk orang yang cerdas sah imannya tapi dosa, qoul yang ketiga ini dibuat sandaran oleh ahli aqo’id, serta sah disebarkannya.
- Qoul yang keempat, ma’rifat tidak disertai dalil, tidak berdosa seumpamanya taqlid pada qur’an dan hadits yang mutawatir.
- Qoul yang kelima, ma’rifat tidak disertai dalil, sah imannya serta tidak berdosa, malah haram memikirkannya dalil, seumpama dalilnya tercampuri (fulasifah).
Penjelasan : ma yajibu
Maksudnya kata (ma) disini, yaitu perkara yang menunjukan pada
macam-macam sipat yang dua puluh yang wajib adanya di Alloh yang wajib
dima’rifatkannya, penjelasannya insya alloh yang akan datang.
Kata wajib disini maksudnya wajib aqli bukan wajib syar’i bukan wajib ‘adi.
Adapun definisinya wajib menurut akal, yaitu:
◄Perkara yang tergambarkan oleh akal ghorizi adanya perkara tersebut.
Dan tidak tergambarkan oleh akal ghorizi tidak adanya itu perkara►
(Yakni perkara yang pasti adanya mustahil tidak adanya)
Adapun yang namanya aqal terbagi tiga bagian:
● Aqal thobi’i, yaitu akalnya binatang yang tidak tahu tentang robb.
● Aqal ghorizi, yaitu akalnya manusia yang bisa memisahkan antara haq dan batil, Dan mengetahui serta paham atas keagungan Robb.
● Aqal ruhani, yaitu akal yang bisa menyaksi terhadap (af’al), (asma’), (sipat) dan (dzat) Alloh.
● Aqal thobi’i, yaitu akalnya binatang yang tidak tahu tentang robb.
● Aqal ghorizi, yaitu akalnya manusia yang bisa memisahkan antara haq dan batil, Dan mengetahui serta paham atas keagungan Robb.
● Aqal ruhani, yaitu akal yang bisa menyaksi terhadap (af’al), (asma’), (sipat) dan (dzat) Alloh.
Yang dimaksud oleh wajib menurut hukum aqli, bukan dari pertama adanya
akal, atau bukan dimana akal tidak ada terus wajibnya hilang, tapi
maksudnya pasti selalu ada selamanya, cuma akal yang menemukannya.
Aqli:
Adapun hukum aqal, yaitu menetapkan perkara yang lain, atau meniadakan
perkara yang lain, serta bukan pengaturan Alloh, serta bukan karena
ukuran penemuan. Seperti menetapkan adanya suatu pekerjaan, menandakan
bahwa pasti adanya (orang) yang punya pekerjaan.
Hukum aqal itu ada tiga:
- Wajib.
- Mustahil.
- Wenang.
Yang namanya hukum, yaitu menetapkan satu perkara pada perkara yang
lain, atau meniadakan perkara yang lain, seperti meniadakan perkara yang
baru dari Alloh.
Adat.
Hukum adat, yaitu menetapkan perkara yang lain, atau meniadakan perkara
dari yang lain, dikarenakan sudah biasa kerap terjadi seperti itu,
tetapi sah menyalahinya serta tidak ada bekasnya, seperti menetapkan
mesti adanya hangus dalam perkara yang bertemu kena api.
Pekerjaan Alloh didalam adat ada tiga rupa, yaitu:
- Mewujudkan yang disambung.
- Mewujudkan yang nyambung.
- Menyambungkan.
Hukum adat tiga bagian, yaitu:
- Wajib.
- Mustahil.
- Wenang.
Wajib.
Adapun yang namanya wajib menurut adat, yaitu yang mesti adanya, tak
mengerti oleh adat dalam tiadanya, dikarenakan sudah biasa kerap terjadi
seperti itu, tapi sah menyalahinya serta tidak ada bekasnya, seperti
menetapkan mesti adanya hangus dalam perkara yang bertemu kena api.
Mustahil.
Adapun yang namanya mustahil menurut adat, yaitu yang mesti tiadanya,
tidak mengerti oleh adat dalam tiadanya, dikarenakan sudah biasa kerap
terjadi seperti itu, tapi sah menyalahinya serta tidak ada bekasnya,
seperti mesti tidak ada hangus dalam perkara yang bertemu api-tidak
kena.
Wenang.
Adapun yang namanya wenang menurut adat, yaitu mengerti ada dan tiadanya
itu terpikirkan, dikarenakan sudah biasa kerap terjadi seperti itu,
tapi sah menyalahinya serta tidak ada bekasnya, seperti berjualan, ada
rugi ada untung.
Hukum adat wajib syar’i untuk dijaga dan dihormat.
Alloh berfirman:
◄Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya►
(Surat 2 Al-Baqarah: 286)
Menurut ushul fiqih:
◄Hukum adat dipakai sebagai landasan hukum syara’►
Serta Alloh memperkuat dengan firmannya:
◄Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan
berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
berbuat baik►
(Surat 2 Al-Baqarah: 195)
Adapun yang memperkuat bahwa adat tidak membawa bekas, yaitu firman Alloh dalam alqur’an:
◄Katakanlah: "Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami►
(Surat 9 At-Taubat: 51)
(Yakni seperti makan tak membuat kenyang, kenyang bukan karena hasil
makan, tapi Alloh yang mengadakan makan serta membuat kenyang, makan dan
kenyang adalah suatu ketentuan Alloh)
◄Dan Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu►
(Surat 37 Ash-Shaaffaat: 96)
Persambungan adat.
Nyambungnya adat itu ada empat, yaitu:
- Ada ke ada, contohnya : adanya makan, maka kenyang ada.
- Ada ke tidak ada, contohnya : adanya makan, maka lapar tidak ada.
- Tidak ada ke tidak ada, contohnya : tidak ada makan, maka kenyang tidak ada.
- Tidak ada ke ada, contohnya : tidak adanya makan, maka lapar ada.
Adapun yang namanya adat ketika bertemu dengan sabab dan musabab, maka
sah menyalahinya serta tidak ada bekasnya. Karena terjadinya semua
keadaan, bukan karena “sebab”, tetapi terjadinya semua itu oleh Alloh
ta’ala, Insya Alloh penjelasannya ada dalam sipat wahdaniyyat.
Penjelasan : fi haqqihi ta’ala
Sipat dua puluh haq Alloh bukan sesuatu yang ditangguhkan terhadap
keputusan para mujtahidin, serta bukan haq yang ditangguhkan terhadap
perkataannya para rosul, serta bukan haq yang ditangguhkan terhadap
adanya alam. Walaupun sama sekali ia Alloh tidak menciptakan makhluk,
akan tetapi ia Alloh tetap tersipati oleh sipat dua puluh.
Adanya sipat dua puluh yang ada di Alloh, ia tidak tergantung atas
ditetapkannya atau dipercaya oleh makhluk, andaikata semua makhluk tidak
ada yang iman terhadap sipat yang dua puluh yang ada di Alloh, maka
tetap ia Alloh tersipati oleh sipat dua puluh, sebagaimana firmanNya
dalam alqur’an:
◄Dan jika kamu kafir, (maka kekafiran itu tidak merugikan Allah
sedikitpun) karena sesungguhnya apa yang di langit dan di bumi itu
adalah kepunyaan Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana►
(Surat 4 An-An-Nisaa’: 170)
Ayat yang diatas memberitahukan bahwasannya dzat Alloh tidak membutuhkan
apa-apa. dikarenakan sipat dua puluh haq Alloh, Yakni tidak ada yang
mempunyai sipat dua puluh kecuali Alloh, maka mustahil makluk tersipati
oleh sipat dua puluh, seumpamanya ada makhluk menyerupai sipat dua
puluh, kesamaannya cuma sekedar dalam sebutan saja (tasybih tasmiyyah),
karena pada hakikatnya (mukholafah = berbeda), contohnya Alloh kuasa,
raja-pun kuasa, kekuasaan Alloh tidak akan sama dengan kekuasaan raja.
Penjelasan : wa ma yastahilu
Maksud kata (ma) disini, yaitu perkara yang wajib dima’rifatkan bagian
kedua, yaitu berbagai waranaan sipat yang mustahil di Alloh, tidaklah
cukup ma’rifat terhadap perkara yang wajib di Alloh saja, kalau tidak
mema’rifatkan terhadap rincian sipat yang mustahil di Alloh.Adapun
penjelasannya Insya Alloh yang akan datang.
Adapun definisinya Mustahil menurut aqli, yaitu:
◄Perkara yang tidak tergambarkan oleh akal ghorizi akan adanya, dan tergambarkan oleh akal ghorizi akan tidak adanya►
Penjelasan : wa ma yajuzu
Maksudnya kata (ma) disini, yaitu perkara yang wajib dima’rifatkan
bagian yang ketiga, yaitu pada sipat yang (wenang) di Alloh, tidaklah
cukup ma’rifat dengan ma’rifat yang wajib di Alloh dan yang mustahil di
Alloh saja seumpama tidak ma’rifat terhadap sipat yang (wenang) di
Alloh.
Adapun jumlahnya sipat wenang di Alloh cuma satu yaitu:
◄Berbuat pada setiap perkara yang mumkin/mungkin, atau meninggalkanya►
(Mumkin) disini bukan (Mumkin) menurut hukum syara’, juga bukan menurut
hukum adat, tapi (Mumkin) menurut hukum akal. Kalau mumkin menurut hukum
syara’, yaitu menceritakan pada perkara yang dikerjakan dan tidak
dikerjakan, atau tidak diberi pahala dan tidak disiksa.
(Mumkin) menurut hukum adat, yaitu kadangkala ada, kadangkala tiada, seperti nyalanya lampu dan matinya lampu.
Definisinya (Mumkin) menurut hukum akal, yaitu:
◄Perkara yang tergambarkan oleh akal ghorizi adanya dan tidak adanya►
Maksudnya, (Mumkin) adanya dan (Mumkin) tiadanya, walaupun hal tersebut
yang dilarang oleh hukum syara’, seperti adanya kufur, atau yang lainnya
seperti dibakar tidak hangus. Nah ini semuanya hal yang (Mumkin) di
Alloh. Insya Alloh penjelasannya yang akan datang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar