POSISI IMAM DAN MAKMUM DI DALAM SHALAT
Edisi Fiqh Ibadah (1)
"POSISI IMAM DAN MAKMUM DI DALAM SHALAT"
Di Tulis oleh :
Muhammad Ayyub Dja'far
(Ibn Gha'far)
Penerbit : Qatthamiyah Press (QaP)
بسم الله الرحمن الرحمن الرحيم
Dari Amirul mukminin Umar bin Khattab Ra. Berkata : Aku mendengar Rasulullah Saw. Bersabda :
إنما
الأعمال بالنيات, وإنما لكل امرئ مانوى, فمن كانت هجرته إلى الله ورسوله
فهجرته إلى الله ورسوله, ومن كانت هجرته إلى الدنيا يصيبها أو إلى إمرأة
ينكحها فهجرته إلى ما هاجر إليه.
"Sesungguhnya amal itu tidak lain
tergantung pada niat, dan tiap-tiap orang tidak lain tergantung pada apa
yang diniyatkannya, barangsiapa yang berhijrah karena Allah dan
Rasul-Nya, maka hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, dan barangsiapa
yang berhijrah karena dunia yang hendak dicapainya atau karena wanita
yang hendak dinikahinya, maka hijrahnya adalah apa yang niyatkannya
tersebut."
Imam muhaddits Abdurrahman Bin Mahdy mengomentari hadits
ini dan berkata : "Bagi orang yang hendak mengarang sebuah kitab, maka
sepatutnya ia memulai tulisannya tersebut dengan hadits ini, sebagai
peringatan bagi penuntut ilmu untuk senantiasa meluruskan niyatnya."
Mukaddimah
إن
الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره , ونعوذ باالله من شرور أنفسنا ومن
سيئات أعمالنا , من يهده الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له .
Segala
puji bagi Allah, kepadanya kita memuji, memohon pertolongan dan
ampunan, kepadanya pula kita memohon perlindungan agar dijaga dari
keburukan jiwa dan perbuatan. Orang yang memperoleh hidayah Allah tidak
akan tersesat dan orang yang disesatkan oleh Allah tidak ada orang yang
dapat memberi petunjuk kepadanya.
أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له , وأشهد أن محمدا عبده ورسوله .
Saya
bersaksi tidak ada tuhan selain Allah yang maha Esa dan tidak ada
sekutu bagi-Nya, dan saya bersaksi bahwa Muhammad itu hamba dan
Rasul-Nya. Allah Swt berfirman :
يأيهاالذين أمنوا اتقوا الله حق تقاته ولا تموتن إلا وأنتم مسلمون (ال عمران : 103) .
"Wahai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dengan takwa
yang sebenarnya dan janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan muslim
(QS. Ali Imran 103).
يأيهاالناس اتقوا ربكم الذى خلقكم من نفس
واحدة وخلق منها زوجها و بث منهما رجالا كثيرا ونساء وتقوا لله الذى
تساءلون به والأرحام إن الله كان عليكم رقيبا. (النساء : 1)
"Hai
sekalian manusia, bertakwalah kepada tuhanmu yang telah menciptakanmu
dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan istrinya dan dari
keduanya Allah mengembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak,
dan bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta
satu sama lain, dan peliharalah hubungan silaturrahmi, sesungguhnya
Allah senantiasa menjaga dan mengawasimu (QS : An-Nisa' 01).
يأيهاالذين
أمنوا اتقوا الله وقولوا قولا سديدا (70) يصلح لكم أعمالكم ويغفرلكم
ذنوبكم ومن يطع الله ورسوله فقد فاز فوزا عظيما. (71) (الأحزاب : 70-71).
"Wahai
orang-orang beriman, bertakwalah kepada Allah dan berkatalah yang
benar. Niscaya Allah akan memperbaiki perbuatanmu serta mengampuni
dosa-dosamu. Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya maka sungguh
akan berbahagia dengan kebahagian yang agung. (QS. Al-Ahzab : 70-71).
أما
بعد , فإن أصدق الحديث كتاب الله . وخير الهدي هدي محمد صلى الله عليه
وسلم وشر الأمور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة , وكل ضلالة في
النار .
Selanjutnya, bahwa perkataan yang paling benar adalah kitab
Allah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Saw. Seburuk-buruk
perkara adalah masalah yang baru, semua yang baru adalah bid'ah, semua
bid'ah adalah menyesatkan dan semua yang menyesatkan akan membawa
keneraka.
Hampir tidak ada satu urusanpun yang berkaitan dengan
shalat baik itu yang berkaitan dengan rukun, syarat plus
keutamaan-keutamaanya kecuali sang pemilik syariat telah menerangkannya
dengan rinci melalui lisan Nabi-Nya Muhammad Saw. Tidak mengherankan,
karena shalat adalah sebaik-baik maudhu' (urusan) dan rukun kedua
setelah dua kalimat syahadat.
Bagi orang yang memahami keutamaan
yang terdapat didalam shalat, tentu akan menjadikan shalat sebagai
penyejuk mata dan akan berujar seperti apa yang disabdakan oleh
Rasulullah saw kepada Bilal :
يا بلال , أقم الصلاة أرحنا بها.
"Wahai Bilal, dirikan shalat, rehatkan kami dengan shalat"
Sedang
orang yang buta dengan keutamaannya, mereka tidak akan segan
meninggalkannya. Toh, jika mereka mengerjakannya mereka tidak ada
bedanya dengan "pencuri" atau "burung gagak" terburu-buru, tidak
sempurna ruku' dan sujudnya.
Banyak keutamaan yang terdapat
didalam shalat, namun banyak juga orang terhalang dalam meraihnya secara
utuh, sebutlah misalnya- dan insya Allah akan menjadi pembahasan utama
kita- tentang keutamaan shalat berjamaah. Dalam taraf pelaksanaannya
(penyusunan shaf) masih banyak terjadi kerancuan disana-sini,
diantaranya bengkoknya barisan makmum, banyaknya furjah (kekosongan)
ditengah-tengah shaf, posisi makmum atau posisi imam yang keliru dan
lain sebagainya.
Kenyataan-kenyataan inilah yang mendorong
penulis untuk mewujudkan buku ini (posisi Imam dan makmum di dalam
shalat), mengingat kesalahan – kesalahan tersebut hampir merata dan
sering terulang-ulang di lapisan masyarakat muslim.
Buku ini
hadir –insya Allah- untuk memenuhi kebutuhan mayoritas masyarakat
muslim, yang merupakan bagian terpenting didalam hidup mereka. Shalat
berjamaah hampir tidak lepas dalam kehidupan muslim, terkadang hal itu
dilakukan dalam lingkup keluarga, dengan istri dan anak dan terkadang
pula dilakukan dalam lingkup masyarakat luas seperti di masjid atau
dilapangan, yang otomatis memerlukan pemahaman yang benar dalam
penyusunan shaf.
Dan akhirnya penulis mengakhiri mukaddimah ini
dengan mengutip pertanyaan seseorang terhadap imam Syafi'I : "Apa
gerangan yang menyebabkan buku-buku itu terjatuh didalam kesalahan,
kekeliruan dan pertentangan isi antara satu dengan yang lainnya ?
Imam syafi'I menjawab : Apakah kamu tidak membaca firman Allah Swt :
أفلا يتدبرون القرأن ولو كان من عند غير الله لوجدوا فيه إختلافا كثيرا (النساء : 82).
"Maka
apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur'an ? kalau kiranya Al-Qur'an
itu bukan dari sisi Allah, tentu mereka mendapat pertentangan yang
banyak didalamnya (QS : An-Nisa' 82).
Karena buku-buku itu datangnya bukan dari Allah, maka tentunya ia wajib terjatuh didalam pertentangan Wallahu A'lam
Ditulis oleh :
Muhammad Ayyub Djafar
Qattameyah, 8 ' 06 ' 2003
BAB 1 : TENTANG SHALAT
Makna shalat
Shalat dalam bahasa arab bermakna : Doa. Allah Swt berfirman :
و صل عليهم إن صلاتك سكن لهم (التوبة : 103).
"Dan mendoalah untuk mereka sesungguhnya doa kamu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka." (QS; At-Taubah 103).
Rasulullah Saw bersabda :
إذا دعي أحدكم إلى طعام فليجب, فإن كان مفطرا فليأكل و إن كان صائما فليصل.
"Apabila
salah seorang diantara kalian di ajak (diundang) untuk makan, maka
penuhilah, jika ia tidak berpuasa maka makanlah, tetapi jika ia berpuasa
maka hendaklah mendoalah (keberkahan) untuk mereka". Sedang shalat
dalam istilah syari'at adalah : Sebuah bentuk peribadatan kepada Allah
dengan perkatan dan perbuatan yang tertentu, di buka dengan takbir dan
ditutup dengan salam
Kedudukan shalat di dalam islam
Di dalam
islam, shalat memiliki kedudukan yang teramat agung, yang kedudukannya
tidak dapat diimbangi dengan bentuk ibadah apapun. Shalat adalah
mahkota yang keindahannya jauh melebihi mahkota yang berada di atas
kepala raja-raja.
shalat adalah tiang penyangga agama, Rasulullah Saw bersabda :
رأس الأمر الإسلام , وعموده الصلاة ، وذروة سنامه الجهاد.
"Pangkal
segala perkara ialah al-islam , tiang penyangganya ialah shalat, dan
puncak tertingginya ialah perjuangan di jalan Allah"
Shalat adalah sebaik-baik amal, Rasulullah Saw bersabda :
إستقيموا ولن تحصوا ، واعلموا أن خير أعمالكم الصلاة .
"Berlaku istiqamalah kalian, dan kalian tidak akan mampu, ketahuilah bahwa sebaik-baik amal kalian adalah shalat".
Shalat adalah amalan yang pertama kali dihisab dihari kiyamat kelak, Rasulullah Saw bersabda :
أول ما يحاسب عليه العبد يوم القيامة الصلاة .
"Sesengguhnya amalan hamba yang pertama kali dihisab dihari kiamat nanti adalah shalat".
Dan shalat adalah wasiyat terakhir Rasulullah Saw kepada ummatnya ketika roh beliau hendak terpisah dari raga,
الصلاة وما ملكت أيمانكم .
"(pelihara) shalat dan budak-budak kalian"
Ibnul
Qayyim didalam "Al-Wâbil As-Shaib" berkata : "Shalat adalah penyebab
datangnya rezeki, memelihara kesehatan, penangkal kemelaratan,
menyembuhkan segala bentuk penyakit, meneguhkan hati, mencemerlangkan
raut wajah, menyenangkan jiwa, menyingkirkan kemalasan, menggiatkan
anggota-anggota tubuh, melapangkan dada…."
Ancaman bagi yang meninggalkan shalat
Allah Swt memberikan ancaman keras bagi mereka yang meninggalkan dan menyia-nyiakan shalat, Allah Swt berfirman :
فخلف من بعدهم خلف أضاعوا الصلوة واتبعوا الشهوت فسوف يلقون غيا . (مريم : 59)
"Maka
datanglah sesudah mereka, pengganti (generasi) yang menyia-nyiakan
shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan
mendapatkan azab yang pedih lagi berlipat ganda". (QS : 59).
فوبل للمصلين الذين هم عن صلاتهم ساهون .
"Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya". (QS; Al-Mâun 4,5).
Hukum bagi yang meninggalkan shalat
Adapun menyematkan ke-Kafiran- kepada pelakunya, adalah sebagai berikut :
[1].
Jika ia mengingkari dan menyangkal kewajiban shalat, maka seluruh ummat
islam sepakat bahwa ia adalah kafir dan mengeluarkan pelakunya dari
islam. Karena kaedah dasar yang berlaku dan disepakati oleh para ulama
bahwa orang yang mengingkari satu ushul dari ushul-ushul agama atau
hukum furu' yang telah disepakati atasnya, atau mengingkari satu huruf
yang jelas-jelas qath'I datangnya dari Rasulullah saw, maka ia adalah
kafir. Kafir yang mengeluarkan pelakunya dari agama islam.
[2]
mengakui adanya kewajiban shalat, tapi ia meninggalkannya karena
kemalasannya. Dalam menghukumi kekafirannya, ulama berbeda dalam dua
pendapat :
Pendapat pertama : Ia adalah kafir dan keluar dari agama ,
mereka beralasan dengan sunnah Rasulullah Saw dan atsar shahabat,
diantaranya :
1. قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : بين العبد و بين الكفر ترك الصلاة .
1. "Rasulullah Saw bersabda : "Pembatas antara hamba dengan kekufuran adalah meninggalkan shalat".
2. قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : بيننا وبينهم ترك الصلاة ، فمن تركها فقد كفر .
2.
"Rasulullah Saw bersabda : "Pembatas diantara kita dan mereka adalah
meninggalkan shalat, barangsiapa yang meninggalkan shalat maka sungguh
ia telah kafir".
3. قال ابن مسعود : الكفر ترك الصلاة .
3. "Ibnu Mas'ud berkata : " kufur itu adalah meninggalkan shalat".
4. قال عبد الله بن شقيق : كان أصحاب محمد صلى الله عليه وسلم لا يرون شيئا من الأعمال تركه كفر غير الصلاة .
4.
"Abdullah bin Syaqiq berkata : "Adalah shahabat-shahabat Muhammad Saw
tidak memandang satu amalanpun, yang jika ditinggalkan menyebabkan
kekufuran melainkan shalat."
5. Ali Ra. Pernah ditanya tentang
seorang wanita yang meninggalkan shalat, beliau menjawab : "barangsiapa
yang meninggalkan shalat maka ia adalah kafir".
Ulama yang
berpendapat seperti ini adalah : Ibrâhim An-Nakha'iyyu , Ibnul Mubârak ,
Ahmad dan Ishaq (lihat syarhu-s-Sunnah lil Baghawi 2/7).
Pendapat kedua : Pelakunya tidak dikafirkan tetapi difasikkan.
Mereka berdalil dengan :
1. keumuman firman Allah Swt :
إن الله لايغفر أن يشرك به ويغفر ما دون ذلك لمن يشاء .
"Sesungguhnya
Allah tidak akan mengampuni orang yang berbuat syirik kepadanya dan
mengampuni selain itu bagi siapa yang dikehendakinya".
2. Rasulullah saw bersabda :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : أسعد الناس بشفاعتي من قال : لا إله إلا الله خالصا من قلبه .
"Manusia
yang paling berbahagia dengan syafa'atku, adalah orang yang dengan
ikhlas didalam hatinya, mengucapkan : Lâ-Ilâha Illallah"
3.
Adapun hadits-hadis yang menyebutkan kafirnya orang yang meninggalkan
shalat, yang dimaksudkan adalah orang yang mengingkari atau menyangkal
kewajiban shalat tersebut.
Pendapat kedua ini adalah pendapat imam syafi'I, Hummâd bin Zaid , Makhul dan Malik .
Yang rajih
Penulis
belum dapat memutuskan pendapat yang terkuat dari dua pendapat diatas.
Tetapi yang jelas, orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja ia
telah melakukan sebuah kesalahan yang terbesar didalam hidupnya. Ibnul
Qayyim berkata :
"Meninggalkan shalat fardhu dengan sengaja adalah
sebesar-besar dosa dan bagian dari akbarul kabair (terbesar dari
dosa-dosa besar), dosanya disisi Allah adalah lebih besar dari dosa
membunuh, dosa memakan harta haram, dosa berzina, mencuri dan meminum
khamer."
Di tempat yang lain beliau berkata : "orang yang tidak
memelihara shalat, biasanya karena disibukkan dengan hartanya,
kerajaannya, jabatan dan perdagangannya. Barangsiapa yang meninggalkan
shalat karena disibukkan dengan harta bendanya maka kelak ia bersama
Qarun (dineraka), barangsiapa yang disibukkan dengan kerajaannya maka ia
bersama Fir'aun, barangsiapa yang disibukkan dengan jabatan dan
kementriannya maka ia bersama Hâmân dan barangsiapa yang disibukkan
dengan perdagangannya maka ia bersama Ubay bin Khalaf."
Dan ada baiknya jika kita mencermati perkataan ibnu shaleh al-utsaimin dibawah ini, setelah beliau merajihkan pendapat pertama :
"pendapat
tentang tidak kafirnya orang yang meninggalkan shalat adalah sebuah
bentuk pengrusakan di muka bumi. Andai anda berkata kepada seseorang –
yang memiliki iman yang lemah- bahwa meninggalkan shalat tidak
menyebabkan kafir. Orang yang tidak shalat ia tidak akan mandi junub,
tidak beristinja' selepas kencing, lalu jadilah ia seperti binatang yang
tidak memiliki tujuan kecuali makan, minum dan berjimak. Sementara
dalil kafirnya jelas, dan selamat dari pertentangan." (syarhul Mumti'
1/360).
(3). Jika seseorang meninggalkan shalat karena kebodohan
dan ketidaktahuannya terhadap hukum meninggalkan shalat. maka ulama
sepakat ia tidak dikafirkan dan tidak difasiqkan tetapi perlu diberi
penjelasan dan pengajaran.Namun, setelah ia mengetahui hukumnya lalu
meninggalkannya, maka keadaannya kembali kepada dua hukum sebelumnya.
BAB II : SHALAT JAMAAH
Keutamaan shalat berjamaah
Para
shalafus-shalih, jika luput dari shalat jamaah mereka satu sama lainnya
saling berbelasungkawa selama tujuh hari, dan tiga hari lamanya jika
mereka luput takbiratul ihram. Dalam belasungkawanya itu mereka
mengucapkan : "musibah itu, bukanlah karena seseorang berpisah dengan
yang disayanginya, tetapi musibah yang sebenarnya adalah seseorang yang
terhalang mendapatkan pahala."
Rahasia apakah gerangan yang terdapat
didalam shalat jamaah, sehingga mereka saling berbela sungkawa jika
mereka kehilangan shalat jamaah ?
Banyak hadits yang menerangkan keutamaan berjamaah, diantaranya :
(1). Ia lebih utama dibanding shalat sendirian dengan perbedaan 27 derajat.
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : صلاة الجماعة أفضل من صلاة الفذ بسبع وعشرين درجة .
"Rasulullah Saw bersabda : Shalat berjamaah adalah lebih utama dibanding shalat sendirian dengan perbedaan 27 derajat."
(2). Shalat berjamaah fajar dan isya' sebanding dengan shalat Qiyâm seluruh malam.
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : من صلى العشاء في جماعة كان كقيام نصف ليلة ومن صلى العشاء و الفجر في جماعة كان كقيام ليلة .
"Rasululah Saw bersabda : Barangsiapa yang shalat isya berjamaah maka ia ibaratnya shalat qiyam setengah malam dan barangsiapa
yang shalat isya, dan shubuh berjamaah maka ia ibaratnya shalat qiyam seluruh malam."
(3). Ia memiliki keutamaan yang andai manusia mengetahuinya ia akan mendatanginya walau dengan merangkak.
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لو يعلم الناس مافي صلاة العشاء و صلاة الفجر لأتوهما ولو كان حبوا
"Rasulullah
Saw bersabda : Andai manusia mengetahui (rahasia) yang terdapat didalam
shalat isya dan fajar niscaya mereka mendatangi keduanya walaupun
dengan cara merangkak."
(4). Ia sebanding dengan pahala ibadah haji.
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : من خرج من بيته متطهرا إلى صلاة مكتوبة فأجره كأجر الحاج المحرم .
"Rasulullah
Saw bersabda : Barangsiapa yang keluar dari rumahnya dalam keadaaan
suci untuk melaksanakan shalat fardhu maka pahalanya seperti pahala
orang yang haji yang muhrim."
Hukum shalat berjamaah
Shalat
berjamaah adalah sunnah muakkadah, demikian pendapat Mâlik, At-Tsaury ,
Abu Hanifah dan Asy-syafi'i dan dirajihkan oleh Asy-syaukani. -
Hadits-hadits yang menunjukkan bahwa berjamaah adalah sunnah Muakkadah, diantaranya :
1.
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : إن أعظم الناس أجرا في الصلاة أبعدهم
إليها ممشي فأبعدهم ، والذي ينتظر الصلاة حتى يصليها مع الإمام أعظم أجرا
من الذى يصليها ثم ينام .
(1) "Rasulullah Saw bersabda : Sesungguhnya
orang yang paling besar pahalanya didalam urusan shalat adalah mereka
yang paling jauh berjalan, dan orang yang menunggu shalat hingga ia
shalat bersama imam (berjamaah, penj) adalah lebih besar pahalanya
dibanding orang yang shalat seorang diri (tidak bersama imam) kemudian
ia tidur."
2. عن أبي بن كعب قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم :
صلاة الرجل مع الرجل أزكى من صلاته وحده وصلاته مع الرجلين أزكى من صلاته
مع الرجل وما أكثر فهو أحب إلى الله عز وجل .
(2) "Dari Ubay bin Ka'ab ,
ia berkata; Rasulullah Saw bersabda : shalatnya seseorang bersama
seseorang lainnya adalah lebih baik dari pada shalatnya seorang diri,
dan shalatnya bersama dua orang adalah lebih baik dari pada shalatnya
bersama seseorang dan semakin banyak (jumlah jamaah) adalah lebih
disukai oleh Allah Azza wa jalla."
3 0 قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : صلاة ا لجماعة تفضل على صلاة ا لفذ بسبع و عسرين درجة.
(3) "Rasulullah Saw bersabda : Shalat berjamaah adalah lebih utama dibanding shalat sendirian dengan perbedaan 27 derajat."
(4).
Begitu juga hadits masyhur tentang orang yang buruk dalam shalatnya,
lalu Nabi memerintahkan orang tersebut untuk mengulangi shalatnya, lalu
ia pun mengulanginya dengan shalat sendiri. Dan dihadits lain, ketika
Rasulullah Saw. melihat seseorang shalat seorang sendiri, beliau
bersabda :"Tidak adakah seseorang yang mau bersedekah dengan orang ini
?".
Hadits-hadits diatas menunjukkan bahwa shalat seorang diri
adalah shahih dan menggugurkan kewajiban. Adapun hadits-hadits yang
menunjukkan atau mengisyaratkan kewajiban sholat berjama'ah diantaranya
adalah :
عن أ بى هريرة رضي أ لله عنه قال : أ تى ا لنبى رجل أ عم فقال :
يا رسول ا لله أ نه ليس لي قاءد يقودني إ لى ا لمسجد ، فسأل رسول ا لله أن
يرخص له فيصلي فى بيته فرخص له, فلما و لي دعاه. فقال " هل تسمع ا لنداء
با ا لصلاة .فقال : نعم . قال : فأجب .
Dari Abi Hurairah Ra. ia
berkata : Seorang buta menghadap Rasulullah Saw dan bertanya :" Ya,
Rasulullah, saya tidak punya orang yang membimbing saya untuk datang ke
masjid " Lalu orang tersebut meminta kepada Rasulullah Saw. Agar
diberinya keringanan untuk shalat di rumahnya. Maka Nabi pun memberi
keringanan. Tatkala orang buta tersebut hendak pulang, Rasulullah
memanggilnya dan berkata " Apakah kamu mendengar adzan ?" jawab orang
itu " Ya " Maka Nabi bersabda " datanglah kemasjid untuk sholat
jama'ah."
Maka hadits ini dan juga hadits-hadits lainnya yang semakna di takwil
(bukan
wajib melainkan sunnah), dengan dasar menggabungkan dalil-dalil yang
mengatakan shahnya sholat yang dilakukan seorang diri.
Batas Minimal Jama'ah.
Ukuran
minimal jama'ah adalah dua orang, seorang sebagai imam dan seorang lagi
sebagai makmum (baik itu seorang anak kecil atau wanita)
قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : أذا حضرت ا لصلاة فليؤذن أحدكما و ليؤمكما أ كبركما
"Rasulullah
saw bersabda : Apabila tiba waktu shalat maka ber-azanlah salah seorang
diantara kalian berdua dan hendaklah yang menjadi imam adalah orang
yang tertua diantara kalian."
Rasulullah Saw pernah mengimami Huzaifah seorang diri , begitu juga Ibnu Mas'ud dan Ibnu Abbas - .
Namun semakin banyak jumlah jamaah, maka hal itu lebih utama dan lebih disukai oleh Allah swt. Rasulullah saw bersabda :
.
عن أبي بن كعب قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : صلاة الرجل مع
الرجل أزكى من صلاته وحده وصلاته مع الرجلين أزكى من صلاته مع الرجل وما
أكثر فهو أحب إلى الله عز وجل .
"Dari Ubay bin Ka'ab, ia berkata;
Rasulullah Saw bersabda : shalatnya seseorang bersama seseorang lainnya
adalah lebih baik dari pada shalatnya seorang diri, dan shalatnya
bersama dua orang adalah lebih baik dari pada shalatnya bersama
seseorang dan semakin banyak (jumlah jamaah) adalah lebih disukai oleh
Allah Azza wa jalla."
Dan shalat jamaah ini lebih utama dan lebih
sempurna jika dilakukan di masjid. Tetapi jika dilakukan dirumah atau
ditempat-tempat lainnya selain masjid maka hal tersebut diperbolehkan
dan tetap terhitung mendapatkan keutamaan shalat jamaah yaitu 27
derajat.
Rasullah saw. bersabda kepada dua orang yang tidak ikut berjamaah bersamanya:
اذا صليتما في رحالكما ثم أدركتما الجماعة فصليا معهم ، تكن لكما نافلة .
Apabila kalian berdua telah shalat di rumah kalian, kemudian mendapati
shalat jamaah maka ikutlah berjamaah dengan mereka, ( hal itu sunnah
bagi kalian berdua".
أعطيت خمسا لم يؤتهن أحد قبلي : جعلت لي الأرض طيبة وطهورا ومسجدا فأيما رجل أدركته الصلاة صلى حيث كان .
"aku
diberi lima hal yang tidak diberikan kepada seseorangpun sebelumku.
Dijadikan bagiku tanah itu sebagai pensuci dan sebagai masjid, maka
barang siapa yang mendapatkan shalat maka shalatlah dimana saja ia"
Demikian
juga Rasulullah saw. pernah shalat dirumahnya – dimana ketika itu
beliau dalam keadaan sakit – beliau shalat duduk, orang-orang dibelakang
beliau shalat berdiri, lalu Rasulullah saw mengisyaratkan mereka untuk
duduk.
Shalat berjamaah bagi wanita
Keutamaan-keutamaan
berjamaah diatas juga berlaku pada wanita, bahwa wanitapun dianjurkan
untuk berjamaah, tentunya dengan meruju' kepada keumuman hadits yang
menyebutkan "Bahwa shalat berjamaah adalah lebih utama dibanding shalat
sendirian dengan perbedaan 27 derajat." Namun ada yang membedakan
antara laki-laki dan wanita, jika laki-laki dituntut untuk menghadiri
shalat jamaah di masjid maka wanita lebih dianjurkan untuk shalat
dirumahnya, karena shalatnya wanita dirumahnya jauh lebih baik dari pada
shalatnya di masjid. Diriwayatkan oleh Ibnu Umar , bahwasanya
Rasulullah Saw bersabda :
لا تمنعوا النساء أن يخرجن الى المساجد , وبيوتهن خير لهن .
"Janganlah kalian melarang para wanita mendatangi masjid-masjid, dan rumah-rumah mereka adalah lebih baik bagi mereka."
Namunpun
demikian, wanita tetap diperbolehkan untuk ikut shalat berjamaah
dimasjid, tentunya dengan mematuhi syarat serta adâb-adâb (tata krama)
yang terdapat didalam sunnah Rasulullah Saw, yaitu :
1. Meminta izin kepada orang tua atau suami.
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لا تمنعوا نساءكم المساجد إذا استأذنكم اليها .
"Rasulullah Saw bersabda : Janganlah kalian melarang wanita-wanita kalian kemasjid apabila mereka meminta izin kepadamu."
2. tidak menggunakan wewangian.
إذا شهدت إحداكن المسجد فلا تمس طيبا .
"Apabila salah seorang diantara kalian (wanita) menghadiri masjid maka janganlah ia menggunakan wewangian."
Syaikh
Syinqity pemilik tafsir "Adhwâul Bayan" berkata : Jika engkau telah
mengetahui, bahwa hadits-hadits diatas menunjukkan bahwa wanita yang
menggunakan wewangian tidak diperbolehkan ke masjid, karena hal tersebut
dapat membangkitkan syahwat lelaki lantaran aroma farfumnya, maka
ketahuilah bahwa ahli ilmu menyamakan segala bentuk yang memiliki
keserupaan illat (sebab) dengan wewangian. Yaitu semua bentuk-bentuk
yang dapat menyulut fitnah dengan membangkitkan dorongan syahwat."
3. Tidak bersolek.
Imam
Nawawie berkata : (syarat-syarat bolehnya wanita keluar dari rumah)
adalah : Tidak berparfum, bersolek, menggunakan gelang kaki yang
terdengar suaranya, berpakain mewah, tidak bercampur baur dengan
lelaki…"
Catatan :
(1). Jika wanita (baik ia pemudi atau
orang tua) meminta izin kepada orang tua, suami atau walinya untuk
menghadiri shalat jamaah di Masjid, maka ia harus diberi izin tidak
boleh ditolak, selama wanita tersebut mematuhi adâb-adâb yang kami
sebutkan diatas. Tetapi, jika wanita tersebut melanggar adab-adab
tersebut maka sang wali berkewajiban melarangnya keluar.
(2).
Bolehnya wanita ke masjid tidak terbatas pada waktu tertentu saja,
tetapi dibolehkan dalam semua waktu shalat, termasuk shalat isya dan
shubuh. Hal ini dapat dilihat dari dua dalil dibawah ini :
فقد كان النساء يشهدن صلاة الصبح مع رسول الله صلى الله عليه وسلم ثم ينصرفن متلفعات بمروطهن لايعرفن أحد من الغلس .
"Adalah
wanita-wanita pernah menghadiri shalat shubuh bersama Rasulullah Saw,
kemudian mereka pulang dengan menyelubungi badan mereka dengan
pakaian-pakaian mereka, tidak ada seorangpun yang dikenal (dari
wanita-wanita itu) karena hari masih gelap."
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : أيما إمرأة أصابت بخورا فلا تشهد معنا العشاء الأخرة .
"Rasulullah Saw bersabda : Wanita mana saja terkena wewangian dupa maka ia tidak boleh hadir bersama kami dalam shalat isya'."
BAB III: KAEDAH UMUM MENGENAI SHAF DIDALAM SHALAT
Shalat
berjamaah memiliki tata cara tersendiri yang pengaturan dan
pelaksanaannya telah diatur didalam sunnah Rasulullah saw. mulai dari
jumlah jamaah yang paling kecil hingga jumlah jamaah yang besaar
semuanya memiliki pososo-posisi tertentu yang seorang muslim tidak
dibenarkan melanggar aturan-aturan tersebut. Namun dalam Bab ini penulis
akan memaparkan kaedah umum mengenai shaf didalam shalat, adapun
rincianya mengenai posisi khusus imam dan makmum penulis letakkan
didalam bab yang khusus.
Makna shaff
Shaffûn adalah bentuk
plural dari shufûf, yang bermakna baris yang lurus dari segala sesuatu.
Jika dikatakan "shaffal Qoum" artinya membariskan mereka dalam satu
barisan .
Kalimat shaff termaktub dalam surat al-Quran diantaranya dalam surat as-Shaff ayat ke empat. Alah swt berfirman:
ان الله يحب الذين يقاتلون في سبيله صفا كأنهم بنيان مرصوص
"
sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang dijalannya dalam
barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang
tersusun kokoh".
Dengan demikian makna shaf dalam pembahasan ini adalah barisan jamaah ( makmum ) didalam shalat.
Keutamaan Menempati Shaff Terdepan
Dianjurkan untuk selalu berada dishaf terdepan didalam shalat. Rasulullah saw bersabda :
1- ان الله وملائكته يصلون على الصفوف الأولى .
(1). "Sesungguhnya Allah dan para Malaikat-Nya bersalawat kepada mereka yang di shaff pertama."
2- قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: إن الصف الأول على مثل صف الملائكة ولو علمتم مافضيلته لابتدرتموه .
(2).
"Rasulullah saw bersabda: sesungguhnya shaff awal itu adalah sperti
shaff para malaikat, andai kalian mengetahui keutamaannya niscaya kalian
akan bersegera (menempati) nya."
Syeikh Ahmad Abdurrahman
Al-Banna berkata didalam menjelaskan (syarh) sabda Rasulullah Saw
"seperti shaff para malikat" yaitu: dalam hal kedekatannya kepada Allah
Azza wajalla, turunnya rahmat, kesempurnaan, dan kelurusannya.
2. صلى رسول الله صلى الله عليه وسلم على الصف المقدم ثلاثا و على الذين يليه واحدة .
(3). Rasulullah Saw. berselawat kepada orang yang di shaff pertama sebanyak tiga kali dan pada shaff berikutnya sekali."
Makna
shalawat Nabi Saw, seperti yang dikatakan oleh Allamah As-Sindy ,
adalah : "mendoakan mereka dengan rakhmat dan meminta ampunkan kepada
mereka 3X."
Andai tidak ada dorongan lain didalam shaff pertama melainkan istigfar Rasulullah Saw tiga kali, niscaya hal itu adalah cukup".
Catatan penting :
(1).
Keutamaan-keutamaan yang terdapat di shaf awal diatas, berlaku untuk
laki-laki dan wanita. Adapun jika dalam jamaah shalat tergabung antara
laki-laki dan wanita, maka shaf yang terbaik bagi wanita adalah di akhir
shaff bukan didepannya. Rasulullah Saw bersadba :
خير صفوف الرجال أولها وشرها أخرها ، وخير صفوف النساء أخرها وشرها أولها .
"Sebaik-baik
shaff laki-laki adalah diawalnya dan sejelek-jeleknya adalah di
akhirnya, sebaik-baik shaf wanita adalah di akhirnya dan
sejelek-jeleknya adalah di awalnya."
Imam Nawawi berkata : "Adapun
shaff wanita yang di maksudkan didalam hadits tersebut adalah yang
shalat bersama laki-laki. Adapun jika para wanita itu shalat bersama
kaumnya tanpa keikutsertaan laki-laki maka mereka tidak berbeda dengan
laki-laki, yaitu sebaik-baik shaff mereka adalah yang diawal dan yang
paling jelek adalah yang diakhir".
Dengan demikian , Rasulullah Saw
hendak menunjukkan bahwa seberapa jauh wanita menjauhkan diri dari
pergaulan laki-laki, sebegitu banyak kebaikannya.
(2). Terdapat
segelintir ulama diantaranya Ibnu-Abdil Barr , yang berpendapat bahwa
seseorang yang lebih awal datang kemasjid walaupun tidak menempati
shaff yang terdepan adalah lebih baik dibanding mereka yang datang
belakangan lalu menempati shaff terdepan, Alasannya kerena mereka
menganggap bahwa keutamaan yang terdapat pada shaff Awal adalah
penggambaran dari orang yang datang lebih awal ke masjid.
Namun pendapat ini tertolak dengan dhahir hadits-hadits yang menerangkan keutamaan di shaff awal.
Imam
Nawawie berkata : "orang yang dipuji yang terdapat didalam hadits
dengan keutamaan berikut dorongan atasnya adalah shaf yang mengiringi
imam, baik itu shahibnya (yang menempati shaf pertama) datang lebih awal
atau datang belakangan."
Anjuran bagi imam untuk mengingatkan makmum dalam urusan shaf
Sebelum shalat dimulai, imam di sunnahkan memberikan aba-aba kepada makmum agar meluruskan dan merapatkan shaf.
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يتخلل الصف من ناحية إلى ناحية يمسح صدورنا ومناكبنا ويقول : لا تختلفوا فتختلف قلوبكم.
Artinya
: Adalah Rasulullah Saw masuk kedalam shaf dari satu arah ke arah yang
lain, beliau meluruskan dan meratakan dada dan pundak-pundak kami dan
bersabda : "kalian jangan berselisih (shaf tidak lurus dan teratur) jika
tidak niscaya hati-hati kalianpun akan berbeda".
عن أنس أن النبي صلى الله عليه وسلم كان يقبل علينا بوجه قبل أن يكبر فيقول : تراصوا وعتدلوا .
"Dari
Anas Ra. Ia berkata : Adalah Rasulullah Saw menghadapkan wajahnya
kepada kami sebelum beliau bertakbir, lalu berkata : rapatkan dan
luruskan."
Shabat-shahabat Rasulullah Saw mempunyai perhatian
yang sangat besar terhadap sunnah ini, bahkan diantara mereka ada yang
menugaskan seseorang untuk membantunya dalam menangani urusan shaf.
عن عمر أنه كان يوكل رجلا بإقامة الصفوف, ولا يكبر حتى يخبر أن قد استوت .
Dari
Umar, bahwasanya beliau pernah mewakilkan seseorang untuk mengatur
shaf, dan beliau tidak bertakbir kecuali jika dikhabarkan bahwa shaf
telah lurus dan sempurna."
وعن عثمان وعلى أنهما كان يتعاهدان ذلك, ويقولان : استووا , وكان على يقول : تقدم يافلان , تأخر يا فلان.
"Dari
Utsman dan Ali, bahwasanya keduanya senantiasa memelihara hal itu,
dimana keduanya berkata : luruskan (shaf) kalian. Dan adalah Ali berkata
: Agak kedepan ya Fulan, agak kebelakang ya Fulan."
Kesalahan
yang banyak dilakukan oleh makmum dalam urusan shaf (terutama banyaknya
kekosongan diantara shaf), tidak lain karena imam turut andil dalam
kesalahan tersebut, imam lalai menasehatkan dan memperingatkan makmum
akan pentingnya kesempurnaan shaf.
Diantara lafadz-lafadz yang dipergunakan oleh Rasulullah Saw dalam mengatur dan meluruskan shaf, adalah sebagai berikut :
(1). سووا صفوفكم فإن تسوية الصفوف من إقامة الصلاة .
"Luruskan shaf-shaf kalian, karena sesungguhnya meluruskan shaf itu adalah bagian dari mendirikan shalat."
(2). لاتختلفوا فتختلفوا قلوبكم .
"Kalian jangan berselisih (shaf tidak lurus dan teratur) jika tidak, niscaya hati-hati kalianpun akan berselisih".
(3).
أقيموا صفوفكم, وحاذوا بين المناكب , وسدوا الخلل ولينوا بأيدي إخوانكم ,
ولاتذروا فرجات للشيطان , ومن وصل صفا وصله الله ومن قطع صفا قطعه الله .
"Dirikanlah
shaf-shaf kalian, sejajarkan antar pundak-pundak, isi yang kosong, dan
hendaklah kalian melunakkan (bahu-bahu kalian) ditangan saudara-saudara
kalian dan janganlah kalian membiarkan celah untuk syaitan, barangsiapa
yang menyambung shaf (yang kosong) maka Allah akan menyambungnya dan
barangsiapa yang memutuskan shaf maka Allah akan memutuskannya
(4). رصوا صفوفكم , وقاربوا بينها , وحاذوا بالأعناق .
"Rapatkan shaf-shaf kalian dan dekatkanlah antaranya."
(5). أتموا الصف المقدم , ثم الذي يليه , فما كان من نقص فليكن فى الصف الؤخر .
"Sempurnakan shaf yang didepan, kemudian shaf yang mengiringinya, apabila kurang maka hendaklah dishaf yang terakhir."
Beberapa catatan penting
(1).
Diantara salah satu aba-aba yang masyhur dan yang sering diucapkan oleh
imam (khususnya dinegara-negara Arab), adalah "Innallaha Lâ Yandhurû
Ilâ Ash-Shaffi-l-A'waj" (sesungguhnya Allah tidak mau melihat shaf yang
bengkok). Aba-aba ini tidak bersumber dari sunnah Rasulullah Saw, yang
benar sebaiknya imam mengucapkan seperti yang diucapkan Rasulullah Saw
ketika meluruskan shaf.
(2). Begitu juga, seringkali imam
menasehatkan para jamaahnya agar berlaku khusyu' didalam shalat dan
berkata "Shalli Shalâtan Muwaddha'" (Shalatlah seakan-akan ia adalah
shalat perpisahan) tetapi sama sekali tidak mau memperhatikan keadaan
makmum apakah shaf mereka telah sempurna atau belum.
(3). Pada
beberapa daerah tertentu, setelah qamat didirikan imam bukannya
menganjurkan makmum untuk meluruskan dan menyerpunakan shaf melainkan
membaca doa dan ramai-ramai di Aminkan oleh makmum, perbuatan ini jelas
menyalahi sunnah Rasulullah saw.
(4).Dalam memberikan aba-aba
kepada Makmum, imam tidak mesti mengucapkannya dengan bahasa arab tetapi
cukup dengan bahasa setempat yang dipahami oleh makmum.
Hukum meluruskan shaf
Hukum meluruskan shaf adalah wajib. Dari Nu'man Bin Basyir . Ra. Ia berkata : Rasulullah saw bersabda :
لتسوون بين صفوفكم , أو ليخالفن الله بين وجوهكم . وفي رواية : بين قلوبكم .
"Kalian
luruskan shaf-shaf kalian, atau Allah betul-betul mengubah arah pandang
antar kalian (sehingga hati-hati kalian berselisih,penj)" dan dalam
satu riwayat : antar hati-hati kalian.
عن أنس قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : سووا صفوفكم فإن تسوية الصفوف من إقامة الصلاة . وفى رواية : من تمام الصلاة .
"Dari Anas ia berkata : Rasulullah Saw bersabda : "Luruskan shaf-shaf
kalian, karena sesungguhnya meluruskan shaf itu adalah bagian dari
mendirikan shalat." Dan dalam satu riwayat : "Bagian dari kesempurnaan
shalat."
Tata cara meluruskan shaf
Dalam meluruskan shaf ada beberapa hal yang mesti diperhatikan agar terwujud kesempurnaan shaf tersebut, yaitu :
(1).
Al-Muhâzât, yaitu posisi seorang makmum dengan makmum lainnya harus
sejajar, patokannya adalah bahu dan kedua mata kaki, adapun menjadikan
ujung-ujung jari sebagai patokan sejajarnya shaf adalah keliru, karena
ukuran panjang pendeknya kaki seseorang itu berbeda.
(2).
At-Tarâshu, yaitu tidak terdapat kerenggangan atau kekosongan didalam
shaf. Dari Ibnu Umar Ra, bahwasanya Rasulullah Saw bersabda:
أقيموا
صفوفكم, وحاذوا بين المناكب , وسدوا الخلل ولينوا بأيدي إخوانكم , ولاتذروا
فرجات للشيطان , ومن وصل صفا وصله الله ومن قطع صفا قطعه الله .
"Dirikanlah
shaf-shaf kalian, sejajarkan antar pundak-pundak, isi yang kosong, dan
hendaklah kalian melunakkan (bahu-bahu kalian) ditangan saudara-saudara
kalian dan janganlah kalian membiarkan celah untuk syaitan, barangsiapa
yang menyambung shaf (yang kosong) maka Allah akan menyambungnya dan
barangsiapa yang memutuskan shaf maka Allah akan memutuskannya
رصوا صفوفكم , وقاربوا بينها , وحاذوا بالأعناق فوالذى نفسي بيده إني لأرى الشيطان يدخل من خلل الصف كأنها الخذف .
"Rapatkan
shaf-shaf kalian, dekatkanlah antaranya, dan sejajarkanlah
tengkuk-tengkuk, demi zat yang diriku berada ditangannya, sesungguhnya
aku melihat syaithan masuk diantara celah-celah shaf yang kosong
seakan-akan ia seperti Hazaf (kambing kecil berwarna hitam)."
Adapun
cara merapatkan shaf, terdapat didalam hadits shahih yang diceritakan
oleh Nu'man dan Anas (lihat pada hadist sebelumnya), dimana dalam dua
hadits tersebut disebutkan :
وكان أحدنا يلزق منكبه بمنكب صاحبه وقدمه بقدمه .
"Dan
adalah diantara kami ada yang menempelkan bahu dan kakinya dengan bahu
dan kaki shahabatnya (yaitu orang yang disampingnya)."
Perlu
diperhatikan, bahwa apa yang diceritakan oleh shahabat diatas bukan
bermakna saling berhimpitan dan bersesakan yang dapat menghilangkan
ke-khusyu'an shalat. Ibnu Utsaimin dalam Syarhul Mumthi' (3/14),
berkata : "Bukanlah yang dimaksud dengan "At-Tarâshu" (merapatkan)
adalah saling berhimpitan".
Dengan demikian, seorang muslim hendaklah
berlaku lembut dan lunak kepada saudaranya yang lain dengan memberikan
kesempatan kepadanya untuk menyambung atau menutupi shaf yang kosong.
Dari Ibnu Abbas Ra. Ia berkata : Rasulullah saw bersabda :
خياركم ألينكم مناكب فى الصلاة .
"Sebaik-baik kalian adalah yang paling lunak/lembut pundaknya didalam shalat."
(3). Antara satu shaf dengan shaf lainnya saling berdekatan.
Telah disebutkan sebelumnya pada hadits Anas , Rasulullah Saw bersabda :
رصوا صفوفكم , وقاربوا بينها .
"Rapatkan shaf-shaf kalian, dan dekatkanlah antaranya."
(4). Menyempurnakan shaf, yaitu tidak membuat shaf yang baru sebelum shaf sebelumnya penuh benar. Rasulullah Saw bersabda :
أتموا الصف المقدم , ثم الذي يليه , فما كان من نقص فليكن فى الصف الؤخر .
"Sempurnakan shaf yang didepan, kemudian shaf yang mengiringinya, apabila kurang maka hendaklah ia dishaf yang terakhir."
Didalam hadits yang lain terdapat anjuran dan dorongan untuk melakukan hal tersebut :
قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم : ألا تصفون كما تصف الملائكة عند ربها عز
وجل ؟ قلنا : وكيف تصف الملائكة عند ربها ؟ قال : يتمون الصفوف المقدمة
ويترصون فى الصف .
"Rasulullah Saw bersabda : Tidakkah kalian bershaf
seperti bershafnya para malaikat disisi tuhannya Azza wa Jalla ? kami
berkata : Bagaimana Malaikat-malaikat itu bershaf disisi tuhannya ?
beliau berkata : mereka menyempurnakan shaf yang didepan dan mereka
saling merapatkan didalam shaf tersebut."
(5). Shaf laki-laki berada didepan shaf wanita (Akan datang pada pembahasan berikutnya).
(6). Hendaknya shaf yang mengiringi imam adalah mereka dari ahli Ilmu.
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ليلني منكم أولو الأحلام و النهى ثم الذين يلونهم ثم الذين يلونهم .
"Rasulullah
Saw bersabda : Hendaklah orang yang mengiriku (yaitu shaf yang berada
di belakang beliau), adalah mereka para ahli ilmu, kemudian setelahnya
adalah orang-orang yang mengiringi mereka , dan kemudian orang-orang
yang mengiringi mereka (sebelumnya)."
(7) Mengutamakan posisi kanan shaf dari pada posisi kirinya. Rasulullah Saw bersabda :
إن الله وملائكته يصلون على ميامن الصفوف .
"Sesungguhnya Allah dan Malaikat-malaikatnya berselawat kepada mereka yang berada di kanan shaf."
Namun
keutamaan ini tidak secara mutlaq. Jika tampak perbedaan nyata , dimana
posisi kanan imam lebih banyak dibanding posisi kiri imam maka yang
lebih utama untuk dipenuhi adalah posisi kirinya, karena kaedah umum
dalam berjamaah, jika makmum bertiga maka imam berdiri diposisi tengah.
Tetapi jika posisi kanan dan kiri imam seimbang atau perbedaannya hanya
sedikit saja maka disunnahkan mengambil posisi kanan imam seperti yang
terdapat didalam hadits.
Catatan penting :
Apakah ketidaklurusan shaf para makmum dapat mengakibatkan batalnya shalat yang mereka kerjakan?
Ibnu
Utsaimin dalam Syarhul Mumti' menjawab : "mengandung kemungkinan,
terkadang dapat dikatakan bahwa hal itu membatalkan karena mereka
meninggalkan yang wajib, akan tetapi kemungkinan tidak batalnya shalat
namun ia berdosa dengan perbuatannya itu adalah kemungkinan yang lebih
kuat."
Shalat seorang diri dibelakang shaf
Makmum tidak dibenarkan shalat seorang diri dibelakang shaf, karena terdapat didalam hadits shahih yang melarang demikian.
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لا صلاة لمنفرد خلف الصف .
Rasulullah Saw bersabda : "Tidak ada (tidak shah) shalat, bagi orang yang shalat seorang diri dibelakang shaf."
عن وابصة رضي الله عنه : أن رسول الله صلى الله عليه وسلم رأى رجلا يصلى خلف الصف وحده . فأمر أن يعيد الصلاة .
"Dari
Wâbishah Ra. Bahwasanya Rasulullah saw pernah melihat seseorang shalat
seorang diri dibelakang shaf, lalu Nabi memerintahkan (orang itu)
mengulangi shalat(nya)."
Namun jika larangan ini tidak
diindahkan oleh makmum, yaitu ia tetap shalat seorang diri dibelakang
shaf hingga sempurna satu rakaat dari shalatnya atau menyelesaikan
seluruh rakaat shalatnya dibelakang shaf, apakah hal tersebut
membatalkan shalatnya ?
Ulama berbeda pendapat mengenai shah
tidaknya shalat seseorang yang shalat seorang dibelakang shaf, sebagian
berpendapat shah shalatnya tetapi perbuatan tersebut adalah makruh dan
sebagiannya lagi mengatakan batal shalatnya.
Namun pendapat yang kuat
adalah pendapat yang mengatakan bahwa shalat orang tersebut adalah
batal dan ia wajib mengulangi shalatnya bersandarkan dengan dhahir dua
hadits diatas.
Adapun pendapat yang mengatakan shah shalatnya namun
teranggap makruh, dengan beralasan pada hadits Abi Bakrah dan
mempertentangkan hadits tersebut dengan dua hadits diatas adalah keliru.
Perhatikan hadits Abi Bakrah dibawah ini :
عن أبي بكرة أنه انتهى إلى
النبي صلى الله عليه وسلم وهو راكع , فركع قبل أن يصل إلى الصف , فذكر ذلك
للنبى صلى الله عليه وسلم فقال : زادك الله حرصا .
"Dari Abi Bakrah
bahwasanya ia pergi kepada Nabi Saw yang sedang ruku', lalu ia ruku
sebelum ia sampai kepada shaf. (setelah shalat) hal itu ia ceritakan
kepada Rasulullah Saw, maka nabi berkata kepadanya : "Moga-moga Allah
menambahkan Hirs (kemauan) kepadamu, tetapi jangan kamu ulangi lagi."
Hadits
Abi Bakrah diatas tidak bertentangan dengan dua dalil yang mengatakan
batalnya shalat makmum yang shalat seorang diri dibelakang shaf.Hadits
Abi Bakrah hanya bercerita tentang perbuatannya yang ruku' sebelum
sampai kedalam shaf (tidak diceritakan bahwa beliau menyempurnakan
ruku'nya hingga imam mengangkat kepalanya dari ruku'), sedang pada
hadits Wâbitsah menceritakan tentang seseorang yang shalat seorang diri
dibelakang shaf lalu diperintahkan untuk mengulanginya.
Namunpun
jika kita menerima –keabsahan- beristidlâl dengan hadits Abi Bakrah
(bahwa ia shalat seorang diri dibelakang shaf), maka ia pun tertolak
dengan dua hal :
1. Abi Bakrah tidak menyempurnakan seluruh shalatnya dibelakang shaf seorang diri.
2.
Rasulullah saw melarangnya untuk mengulanginya yang kedua kali. Beliau
bersabda : "tetapi jangan kamu ulangi lagi". Artinya Nabi memaklumi
tindakan Abi Bakrah tersebut karena ia melakukannya atas dasar
kajahilannya (ketidaktahuaannya).
Adapun jika seseorang shalat
seorang diri dibelakang shaf karena sebuah uzur, seperti ia datang
kemasjid lalu ia mendapatkan semua shaf telah terisi penuh dan ia tidak
mendapatkan celah yang dapat diisi, maka dalam keadaan seperti ini ia
diperbolehkan shalat seorang diri dibelakang shaf. Allah Swt berfirman :
فاتقوا الله مااستطعتم (التغابن 16) .
"Artinya : Bertakwalah kalian dengan sekemampuan kalian" (Attaghâbun 16).
لا يكلف الله نفسا إلا وسعها (البقرة 286) .
"Artinya : Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya." (Al-Baqarah 286).
Dan
ini adalah pendapat yang dipilih oleh Ibnu Taimiyyah , beliau berkata :
"dan shalat seorang diri adalah shah apabila ada uzur, demikian
pendapat hanafiyah, dan apabila ia tidak mendapatkan tempat kecuali
dibelakang shaf, maka yang lebih utama baginya adalah ia berdiri seorang
diri, dan ia tidak boleh menarik orang lain untuk membuat shaf
bersamanya…"
Catatan :
(1). Seorang makmum yang mendapatkan
seluruh shaf telah terisi penuh, maka ia tidak dibenarkan menarik
seorangpun yang berada didalam shaf untuk membuat shaf yang baru. Adapun
berhujjah dengan hadits :
إذا انتهى أحدكم إلى الصف وقد تم فليجبذ إليه رجلا يقيمه جنبه .
"Apabila
salah seorang diantara kalian berhenti kepada sebuah shaf dan ternyata
shaf itu telah penuh maka hendaklah ia menarik seseorang (yang berada
didalam shaf) agar ia berdiri disampingnya".
Hadits ini tidak boleh
dijadikan sebagai hujjah karena hadits ini adalah lemah, didalam
sanadnya terdapat seorang rawi yang bernama Bisyr Bin Ibrahim, ia adalah
orang yang termasuk pemalsu hadits. Disamping lemahnya hadits yang
berbicara tentang hal itu, tindakan menarik seseorang keluar dari shaf
berarti telah melakukan beberapa kesalahan :
1. Ia telah menghilangkan konsentrasi (kekhusyuan) orang yang ditariknya tersebut.
2. Ia telah memutuskan shaf. Sedang Rasulullah Saw bersabda :
من قطع صفا قطعه الله .
"Barangsiapa yang memutuskan shaf maka Allah akan memutuskannya".
3.
Ia telah berlaku dhalim terhadap orang yang ditariknya tersebut, karena
ia telah memindahkannya dari posisi yang utama (fâdhil), kepada posisi
yang lebih rendah dari itu (Mafdhûl).
Ibnu Qudamah berkata :
Perbuatan (menarik orang keluar dari shaf) dimakruhkan oleh Mâlik,
Al-Auzâi , dan dianggap jelek oleh Ahmad dan Ishâq.
(2).
Seseorang yang masuk kedalam masjid dan ia mendapatkan imam sedang dalam
keadaan ruku', maka ia diperbolehkan ruku' sebelum sampai kedalam shaf,
kemudian setelah itu ia berjalan (dalam keadaan ruku') hingga masuk dan
bergabung kedalam shaf tersebut.
Perbuatan ini disandarkan kepada
Atha' , bahwa ia pernah mendengar Ibnu Zubair (salah seorang shahabat
Rasulullah saw), berkata diatas mimbar : "Apabila salah seorang diantara
kalian masuk kedalam masjid sedang orang-orang dalam kedaan ruku' maka
hendaklah ia ruku' hingga ia masuk, kemudian ia berjalan dalam keadaan
ruku' hingga ia sampai kedalam shaf, karena sesungguhnya yang demikian
itu adalah sunnah."
Atha' berkata : " Aku melihat ia (Ibnu Zubair)
melakukan hal itu". Ibnu Juraij berkata : "Dan aku melihat Atha'
melakukan itu juga".
Adapun orang-orang yang membolehkan hal demikian
diantaranya Ibnu Mas'ud, Zaid bin Tsabit , dan Zaid Ibnu Wahbin , Abu
Bakar bin Abdurrahman , 'Urwah , Sa'id bin Jubair dan Ibnu Juraij, juga
hal tersebut dibolehkan oleh Az-Zuhry , Al-Auzai, Mâlik, dan As-Syafi'I
jika dekat dari shaf
Dan juga perkataan Ibnu Zubair bahwa "yang
demikian itu adalah sunnah" tidak diingkari oleh seorangpun dari
shahabat-shahabat Rasul.
Perbuatan diatas ini tidak bertentangan
dengan hadits Abi Bakrah, dimana ia datang (ke masjid) sedang
Rasulullah Saw dalam keadaan ruku' lalu beliaupun ruku' diluar shaf,
kemudian ia berjalan menuju shaf, tatkala Rasulullah Saw menyelesaikan
shalatnya beliau bersabda : Siapakah diantara kalian yang ruku' diluar
shaf, kemudian ia berjalan menuju keshaf ? Abu Bakrah berkata : "Saya".
Rasulullah Saw bersabda: "Moga-moga Allah menambahkan Hirs (kemauan)
kepadamu, tetapi jangan kamu ulangi lagi."
Adapun bentuk
Jam'unya (bentuk penggabungannya) antara hadits Abi Bakrah dengan hadits
Ibnu Zubair diatas adalah bahwa Nabi Saw melarang perbuatan Abi Bakrah
tidak lain karena sifatnya yang tergesa-gesa itu, sebagaimana
diceritakan dalam beberapa riwayat: "bahwa ia (Abi Bakrah) datang dalam
keadaan berlari". Dan dalam riwayat lain disebutkan : "Qad Hafazani
An-Nafas" (yaitu datang tergesa-gesa). Dengan demikian imam Syafi'I
berkata : Sabda Rasul : "Jangan kamu ulangi lagi" serupa dengan sabda
beliau : "Kalian jangan mendatangi shalat dan kamu dalam keadaan
berlari."
Membuat shaf di depan imam
Jika bukan karena uzur
atau dharurat seperti keadaan masjid yang demikian padatnya pada hari
jum'at, makmum tidak dibenarkan berdiri atau membuat shaf didepan imam,
karena shalat didepan imam menurut pendapat yang rajih (kuat) adalah
tidak shah. Dalil yang menunjukkan demikian, adalah :
(1) Sabda Rasulullah Saw :
إنما جعل الإمام ليؤتم به .
" Dijadikan imam itu tidak lain kecuali untuk diikuti."
Imam
diikuti dan diturut karena makmum melihatnya, berbeda dengan mereka
yang shalat didepan imam, dalam mengikutinya perlu pada iltifât (menoleh
kebelakang) untuk memastikan setiap gerak yang dilakukan oleh imam.
Namun
hujjah ini ditolak oleh mereka yang memandang shahnya shalat didepan
imam dengan beralasan bahwa dalam mengikuti imam juga dapat terwujud
tanpa harus melihat imam seperti halnya orang yang shalat di belakang
shaf. Bantahan ini dijawab dengan alasan yang kedua dibawah ini.
(2).
Posisi makmum yang berada didepan imam adalah posisi keliru yang tidak
pernah ada dizaman Rasulullah saw, sedang Rasulullah Saw bersabda :
صلوا كما رأيتمني أصلي .
"Shalatlah kalian seperti kalian melihat aku shalat."
Sabda
Rasul Saw ini mencakup pada semua hal, baik itu berkaitan dengan
perbuatan didalam shalat, bilangan shalat ataupun hal-hal yang berkaitan
dengan posisi shalat.Membuat shaf yang posisinya dihadapan imam adalah
posisi yang menyalahi sunnah, artinya shalat yang dilakukannya tidak
shah, seperti halnya seseorang yang shalat dirumah dengan niat mengikuti
shalat imam yang dimasjid.
Membuat shaf disamping imam
Hukumnya
tidak berbeda dengan hukum membuat shaf didepan imam, tidak
diperbolehkan karena hal tersebut menyalahi sunnah Rasulullah Saw.
Adapun jika semua shaf-shaf telah terisi penuh dan makmum tidak
mendapatkan tempat lagi kecuali disamping imam maka dalam keadaan
seperti ini diperbolehkan.
Membuat shaf diantara tiang-tiang masjid
Ulama
sepakat bolehnya membuat shaf diantara tiang-tiang masjid jika keadaan
masjid sesak dan dipenuhi oleh orang-orang (dalil, lihat hadits Abdul
Hamid didalam pembahasan ini), adapun jika masjid dalam keadaan luas dan
tidak dipenuhi oleh orang-orang lalu para makmum membuat shaf diantara
tiang-tiang masjid, maka hal ini menjadi perselisihan diantara para
ulama sebagian membolehkan dan sebagian lagi tidak membolehkannya.
Pendapat
yang rajih-kuat- adalah pendapat yang tidak membolehkan, karena
terdapat beberapa hadits dan atsar shahabat yang melarang demikian.
عن قرة بن إياس المزني , قال : كنا ننهى أن نصف بين السواري على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم.
"Dari
Qurrah bin Iyyâs Al-Mazniy ia berkata : Dulu kami dilarang membuat shaf
diantara tiang-tiang (masjid) pada masa Rasulullah Saw."
عن عبد
الحميد بن محمود , قال : صلينا خلف أمير من الأمراء , فاضطرنا الناس ,
فصلينا بين الساريتين , فلما صلينا, قال أنس بن مالك : كنا نتقي هذا على
عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم .
" Dari Abdul Hamid Bin Mahmud, ia
berkata : Kami pernah shalat dibelakang salah seorang Amir, lalu
orang-orang mendesak kami, hingga akhirnya kami shalat diantara dua
tiang, tatkala kami selesai shalat, Anas bin Mâlik berkata : " Dulu kami
menghindari hal ini dimasa Rasulullah Saw."
Keabsahan hadits ini
digugat oleh Abu Muhammad Abdul Haq dari segi sanadnya. Beliau
melemahkan hadits ini karena didalam sanadnya terdapat seorang rawi yang
bernama : "Abdul Hamid Bin Mahmud" beliau berkata : "Ia (Abdul Hamid)
tidak termasuk dari orang-orang yang haditsnya dapat dijadikan sebagai
hujjah".
Namun hal ini bantah oleh Abul Hasan Bin Al-Qatthan, beliau
berkata : "Saya tidak tahu siapa yang mengkhabarkan hal ini kepada
beliau (tentang lemahnya Abdul Hamid), dan saya belum pernah melihat
satu ulamapun yang mengarang kitab "Ad-dhu'afa" yang menyebutkan hal itu
didalam kitab mereka…."
Adapun atsar shahabat yang melarang salat
diantara tiang-tiang, diantaranya adalah perkataan ibnu Mas'ud : "Kalian
jangan membuat shaf diantara tiang-tiang (masjid)…"
Ibnul Araby
berkata : "Tidak ada khilaf (diantara para fuqaha) tentang bolehnya
shalat diantara tiang jika keadaan yang sempit, adapun jika keadaan
lowong maka hal itu dimakruhkan bagi jamaah (shalat)."
Catatan :
1.
Larangan shalat diantara tiang ini berlaku khusus untuk shaf dan
jamaah. Adapun untuk orang yang shalat seorang diri atau ia menjadi imam
maka hal tersebut diperbolehkan.
2. Penyebab larangan ini (baca illat), tidak lain karena menyebabkan terputusnya shaf.
Shaf anak-anak kecil
Sebagian
ulama memandang bahwa diantara salah satu kesempurnaan dalam pengaturan
shaf adalah menempatkan anak-anak kecil dibelakang shaf orang dewasa.
Mereka berhujjah dengan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Mâlik
Al-Asy'ari Ra :
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يجعل الرجل قدام الغلمان , والغلمان خلفهم , والنساء خلف الغلمان .
Adalah
Rasulullah Saw menjadikan (shaf) orang-orang dewasa didepan anak-anak
kecil, sedang anak-anak kecil dibelakang mereka, dan wanita berada
dibelakang anak kecil."
Tetapi hadits ini tidak dapat dijadikan
sebagai landasan hukum (hujjah), karena hadits ini adalah dhaif (lemah),
didalam sanadnya terdapat seorang rawi yang bernama "Syahru Bin
Hausyab" ia dianggap lemah oleh ahli-ahli hadits. Dengan lemahnya
hadits ini, Ibnu Utsaimin dan Syaikh Al-Bany lebih merajihkan bolehnya
anak-anak kecil berada dishaf orang dewasa
Memposisikan anak-anak
kecil dibelakang shaf orang dewasa terkadang atau bahkan pada ghalibnya
menimbulkan beberapa dampak : mereka membuat gaduh sesama mereka,
timbul rasa tidak simpatiknya kepada orang yang menariknya mundur
kebelakang bahkan dapat menyebabkan mereka menjauhi masjid.
Adapun dalil bolehnya anak kecil berada didalam shaf orang dewasa adalah sebagai berikut :
أقبلت
راكبا على أتان , وأنا يومئذ قد ناهزت الإحتلام ورسول الله صلى الله عليه
وسلم يصلي بالناس بمنى إلى غير جدار , فمررت بين يدي بعض الصف , فنزلت و
أرسلت الأتان ترتع , فدخلت في الصف , فلم ينكر ذلك علي أحد .
"Aku
pernah mengendarai keledai-dimana usiaku ketika itu mendekati masa akil
baligh-. Dan Rasulullah Saw sendiri sedang mengimami orang-orang di Mina
tanpa sutrah (pembatas). Akupun melintas didepan sebagian shaf, lalu
turun dan melepaskan keledai tersebut untuk mencari makan, lalu aku
masuk kedalam shaf dan tidak ada seorangpun yang mengingkari hal itu."
Begitu
juga hadits tentang anak yatim yang shalat bersama Anas Ra. dibelakang
Rasulullah Saw, yang menunjukkan bolehnya anak kecil berdiri disamping
orang dewasa :
عن أنس بن مالك قال : صليت أنا ويتيم فى بيتنا خلف النبى صلى الله عليه وسلم وأمي – أم سليم – خلفنا .
"Dari
Anas Bin Mâlik ia berkata : Aku dan seorang anak yatim pernah shalat
dirumah kami dibelakang Rasulullah Saw, sedang ibuku-Ummu Sulaim-
(shalat) shalat dibelakang kami."
Andai anak kecil memiliki shaf
yang tersendiri seperti halnya wanita, niscaya shaf Anas berbeda dengan
shaf anak kecil tersebut (anak yatim), akan tetapi Anas dan anak yatim
berada dalam satu shaf tanpa ada pemisahan.
Catatan :
Sekalipun
tidak ada hadits shahih yang menerangkan bahwa posisi anak kecil harus
dibelakang orang dewasa, tetapi harus diperhatikan bahwa hendaknya yang
shalat tepat dibelakang imam bukan dari anak-anak kecil tetapi hendaknya
orang dewasa dari ahli ilmu. Rasulullah Saw bersabda :
ليلني منكم أولو الأحلام و النهى ثم الذين يلونهم ثم الذين يلونهم .
"Hendaklah
orang yang mengiringiku (yaitu shaf yang berada di belakang beliau),
adalah mereka para ahli ilmu, kemudian orang-orang yang mengiringi
mereka, dan kemudian orang-orang yang mengiringi mereka."
Shaf Wanita
Jika
dalam sebuah jamaah berkumpul laki-laki, wanita, anak-anak kecil
(laki-laki) dan Khuntsa, maka wanita menempati posisi paling belakang.
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah Saw bersabda :
خير صفوف الرجال أولها وشرها أخرها ، وخير صفوف النساء أخرها وشرها أولها .
"Sebaik-baik
shaff laki-laki adalah diawalnya dan sejelek-jeleknya adalah di
akhirnya, sebaik-baik shaf wanita adalah di akhirnya dan
sejelek-jeleknya adalah di awalnya."
Imam Nawawie berkata :"…Maksud hadits ini adalah shaf wanita yang shalat bersama laki-laki…"
Adapun
jika wanita shalat bersama kaumnya (sesama wanita) maka posisi shafnya
tidak berbeda dengan posisi laki-laki dalam shalat berjamaah, jika
makmum hanya seorang maka ia berdiri disamping imam dan jika makmum
terdiri dari beberapa orang maka yang utama adalah shaf terdepan. Yang
berbeda hanyalah posisi imam wanita, imam wanita berdiri ditengah-tengah
shaf bukan didepan shaf (akan kita jelaskan pada pembahasan
berikutnya).
Laki-laki dan wanita dalam satu shaf
Jika wanita
berdiri di shaf laki-laki atau laki-laki berdiri di shaf wanita, maka
hal itu tidak membatalkan shalat seorangpun diantara mereka, baik dari
laki-laki maupun wanita. Namun hal tersebut adalah perbuatan yang
dimakruhkan (dibenci) demikian pendapat jumhur.
Dan apa yang
disebutkan oleh jumhur, itulah pendapat yang rajih (kuat) terutama lagi
jika keadaan dharurat yang menuntut demikian seperti di Masjid Al-Haram
dan Nabawy.
Imam Asy-Syaukani berkata : Adapun rusaknya shalat wanita
disebabkan karena hal itu (sejajar dengan laki-laki), maka tidak ada
satu dalilpun yang menunjukkan demikian, demikian juga tidak ada dalil
yang menunjukkan rusaknya shalat laki-laki.
Imam Nawawie berkata :
Sandaran kami bahwa pada asalnya, shalat itu adalah shahih sehingga
terdapat dalil shahih dari syar'I yang menunjukkan pada kebathalannya,
dan mereka (yang mengatakan batal) tidak memiliki dalil tentang itu…"
Namun
perlu dicatat, bahwa perbuatan tersebut jika dilakukan dengan sengaja
akan menyebabkan dosa, baik itu laki-laki yang shalat dishaf wanita atau
wanita yang shalat dishaf laki-laki.
Wanita shalat didepan shaf laki-laki
Tidak
berbeda dengan hukum diatas, wanita yang shalat didepan laki-laki tidak
membatalkan shalatnya dan shalat orang yang dibelakangnya (laki-laki),
hanya saja wanita tersebut telah berlaku maksiyat karena menyalahi
posisinya yang telah ditentukan baginya oleh Rasulullah saw.
Ibnu
Hajar berkata : "Kalau seorang wanita menyalahi posisinya, shalatnya
teranggap shah menurut mayoritas ulama, sedang Hanafi berpendapat bahwa
shalat laki-laki itu adalah bathal sedang wanita tidak."
Mengatakan
batalnya shalat laki-laki sedang wanita tidak atau batalnya shalat
kedua-duanya, butuh kepada dalil shahih seperti yang diucapkan oleh imam
Nawawie diatas.
BAB IV : POSISI IMAM DAN MAKMUM DALAM KAITANNYA DENGAN SHAF
Bab
ini mencakup pada dua bagian, bagian yang shalat jamaah di imami oleh
laki-laki dan bagian lainnya adalah shalat jamaah di imami oleh wanita.
Dan pada tiap-tiap bagian mencakup pada beberapa permasalahan.
Bagian pertama : Shalat jamaah dengan imam laki-laki
A. Imam bersama dengan seorang makmum :
(1) Seorang makmum laki-laki (anak kecil atau dewasa).
(2) Seorang makmum Khuntsa.
(3) Seorang makmum wanita.
Rinciannya sebagai berikut :
(1) Makmum seorang laki-laki (anak kecil atau dewasa)
Makmum berdiri tepat sejajar disamping kanan imam. Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas Ra. beliau berkata :
صليت مع رسول الله صلىالله عليه وسلم ذات ليلة , فقمت عن يساره , فأخذ رسول الله صلىالله عليه وسلم برأسى من ورائى فجعلنى عن يمينه .
"Pada
suatu malam aku pernah shalat bersama Rasulullah Saw, dan aku berdiri
disamping kirinya, lalu Rasulullah Saw memegang kepalaku dari belakang,
lalu beliau mendirikanku disamping kanannya."
عن عبد الله بن عتبة بن مسعود قال : دخلت على عمر بن الخطاب بالهاجرة فوجدته يسبح فقمت وراءه فقربني حتى جعلني حذاءه عن يمينه .
"Dari
Abdullah Bin 'Utbah Bin Mas'ud ia berkata : Aku pernah masuk ketempat
umar Bin Khattab karena udara siang yang begitu panas dan aku
mendapatinya ia sedang shalat, lalu akupun (ikut shalat) dibelakangnya,
lalu beliau mendekatkanku hingga menjadikanku berada sejajar disamping
kanannya."
عن إبن جريج قال : قلت لعطاء : الرجل يصلي مع الرجل اين
يكون منه ؟ قال : إلى شقه الأيمن , قلت : أيحاذي به حتى يصف معه لايفوت
أحدهما الأخر ؟ قال : نعم , قلت : أتحب أن يساويه حتى لا تكون بينهما فرجة ؟
قال : نعم .
"Dari Ibnu Juraij, ia berkata : Aku berkata kepada Atha'
: Seseorang yang shalat bersama seseorang, (imam dan seorang makmum)
dimanakah posisi makmum dari imam ? ia (Atha') berkata : disamping
kanannya. Aku berkata : apakah dia harus sejajar dengannya sehingga ia
bersaf bersamanya, yang mana salah seorang diantara keduanya tidak boleh
mendahului (satu agak kedepan dan satunya agak kebelakang, penj), Atha'
berkata : Ya. Aku berkata : Apakah kamu suka jika ia merapatkannya
hingga tidak ada furjah ( tempat lowong) diantara keduanya ? ia berkata :
Ya."
Imam Bukhari sendiri telah membuat bab khusus tentang posisi
tersebut, dimana beliau menulis : "Bab berdiri tepat sejajar disamping
kanan imam apabila berdua".
Dengan demikian apa yang diyakini oleh
kebanyakan orang, yaitu wajibnya sang makmum berada dibelakang imam
dalam segala hal walaupun ia seorang diri atau sang makmum berada
disamping imam tetapi ia tidak boleh sejajar persis dengan imam, harus
agak mundur sedikit kebelakang, maka yang demikian adalah pendapat yang
keliru yang sama sekali tidak bersandarkan kepada dalil. Yang benar
adalah apa yang telah kami sebutkan diatas.
Catatan :
1. Jika
seorang makmum berdiri disamping kiri imam, maka imam hendaknya
memindahkan posisi makmum tersebut dengan memutarnya dari arah
belakangnya hingga sang makmum tepat sejajar disebelah kanan imam,
seperti yang dilakukan oleh Rasulullah Saw kepada Ibnu Abbas dan Jâbir
Radiyallahu Anhuma.
2. Jika makmum shalat disamping kiri imam dan
imam tidak memindahkan posisi makmum tersebut kesebelah kanannya, apakah
shalat sang makmum teranggap shah atau tidak ?
Shalatnya batal dan
ia wajib mengulangi shalatnya tersebut, demikian pendapat mazhab
Hanbali. Sedang jumhur (mayoritas) ulama (diantaranya imam Mâlik,
As-Sâfi'I dan Abu Hanifah) berpendapat bahwa shalat orang tersebut
adalah shahih namun orang tersebut telah menyalahi sunnah Rasulullah
Saw.
Pendapat jumhur ini adalah pendapat yang kuat karena tidak ada
satu dalilpun yang menyebutkan secara tegas bahwa shalat orang tersebut
adalah batal, adapun hadits Ibnu Abbas yang ia ceritakan diatas hanyalah
semata-mata fi'il (perbuatan) Nabi Saw, yang tidak menunjukkan akan
wajibnya. Andai hal itu wajib niscaya Rasulullah saw berkata kepada ibnu
Abbas jangan kamu ulangi perbuatan itu seperti halnya Rasulullah
mengucapkannya kepada Abi Bakrah (yang mendatangi shalat dengan cara
tergesa-gesa).
3. Jika pada asalnya terdapat dua makmum di belakang
imam, lalu salah seorang makmum mengundurkan diri karena sebuah uzur
(kentut umpamanya) maka makmum yang tersisa itu diharuskan berjalan
kedepan hingga sejajar dengan posisi imam.
(2). Makmum seorang Khuntsa
Khuntsa
adalah seseorang yang memiliki dua kemaluan, kemaluan laki-laki dan
kemaluan wanita serta kencing melalui jalur keduanya. Khuntsa ini juga
mencakup pada orang yang tidak memiliki kemaluan tetapi memiliki lubang
dubur.
Walaupun jenis ini tidak terdapat dizaman Rasulullah Saw dan
beliau juga tidak pernah menentukan posisi khusus untuknya, namun
ulama-ulama kita terdahulu telah membahas permasalahan ini secara
mendetail karena jenis khuntsa benar-benar ada di tengah masyarakat
mereka. Jika ini terjadi pada masa mereka, maka untuk dimasa kita
mungkin jenis ini lebih banyak dibanding masa mereka, mengingat jumlah
penduduk didunia semakin hari semakin banyak saja jumlahnya. Dengan
demikian penulis tetap merasa penting untuk memasukkan posisi khuntsa
didalam bab ini.
Posisi khuntsa
Khuntsa menempati posisi kanan
imam, sebab jika ia seorang laki-laki maka ia telah menempati posisinya
yang benar, sedang jika ternyata ia adalah seorang wanita, maka
posisinya yang disamping kanan imam itu tidak membatalkan shalatnya,
seperti tidak batalnya shalat wanita yang berdiri di samping makmum
laki-laki. Khuntsa tidak boleh berdiri sendiri karena ada kemungkinan ia
seorang laki-laki.
(3). Makmum seorang wanita
Sebelum kita
membahas posisi seorang makmum wanita, maka terlebih dahulu kita
membahas tentang boleh tidaknya seorang wanita atau beberapa wanita
menjadi makmum dari imam laki-laki yang bukan mahramnya, tanpa adanya
makmum laki-laki.
Dalam mazhab Maliki begitu juga Hanbali laki-laki
dimakruhkan mengimami wanita yang bukan mahramnya tanpa ada laki-laki
bersamanya. Karena keadaan yang demikian adalah salah satu dari bentuk
khalwat , sedang Rasulullah Saw melarang laki-laki berkhalwat (berduaan)
dengan wanita asing.
Namun pendapat diatas tertolak dengan dengan dua alasan;
Pertama,
jika wanita lebih dari seorang maka keadaan tersebut tidak dapat
dikatakan sebagai khalwat, baik shalat itu dilakukan di masjid atau
diluar masjid. Diriwayatkan oleh Abu Ya'la dan At-Tabrâni dengan sanad
yang hasan :
أن أبي بن كعب جاء إلى النبي صلىالله عليه وسلم , فقال :
يا رسول الله , عملت اللية عملا . قال : وما هو ؟ قال : نسوة معي في الدار
قلن : إنك تقرأ , ولا نقرأ , فصل بنا . فصليت ثمانيا و الوتر . فسكت النبي
صلى الله عليه وسلم , قال : فرأينا سكوته رضا .
"Bahwasanya Ubay Bin
Ka'ab pernah datang menghadap kepada Nabi Saw, dan berkata : Ya
Rasulullah, malam tadi aku melakukan sebuah amalan. Ia (nabi Saw)
berkata : (amalan) apakah itu ? : Ia berkata : ada beberapa wanita
bersamaku dirumah, mereka berkata : "kamu ini dapat membaca, sedang kami
tidak, maka shalatlah dengan kami (imam)." Lalu aku shalat delapan
(rakaat) dan ditambah dengan witir." Dan Nabi Sawpun diam. Ia (Ubay)
berkata : "Kami melihat bahwa diamnya beliau adalah sebuah keridhaan."
Kedua,
adapun jika makmum hanya seorang wanita dan shalat dilakukan bukan
ditempat-ditempat umum (seperti dirumah) maka menghukuminya hanya
sebagai suatu hal yang makruh saja adalah kurang tepat. Karena
"khalwat" adalah haram dalam segala keadaan apapun. Imam Nawawie berkata
: Shahabat-shahabat kami berkata : "Dan tidak ada perbedaan dalam
haramnya berkhalwat, dimana kami mengharamkannya baik dalam shalat
maupun diluar shalat."
Tetapi jika shalat yang dilakukannya ini
dimasjid maka bentuk khalwat diatas pun tidak terwujud. Berkata pemilik
kitab "Al-Mufasshal fi Ahkâmil Mar'ah Wa Baitil Muslim" Dr. Abdul Karim
Zaidan :
"Yang Râjih menurutku : Bahwa laki-laki boleh mengimami
seorang wanita saja, atau hanya mengimami kelompok wanita (tanpa ada
makmum laki-lakinya) di Masjid dan itu bukanlah hal yang makruh, karena
masjid adalah tempat umum untuk beribadah, maka tidak terwujud padanya
bentuk khalwat yang dilarang oleh syariat…"
catatan :
Adapun jika
laki-laki mengimami wanita dari mahramnya sendiri maka hal itu tidak
menjadi perselisihan diantara para ulama, tidak dimakruhkan.
Posisi seorang makmum wanita
Adapun posisinya, ia berada dibelakang imam, demikian kesepakatan para ulama. Posisi ini, disandarkan kepada hadits Anas :
عن أنس بن مالك قال : صليت أنا ويتيم فى بيتنا خلف النبى صلى الله عليه وسلم وأمي – أم سليم – خلفنا .
"Dari
Anas Bin Mâlik ia berkata : Aku dan seorang anak yatim pernah shalat
dirumah kami dibelakang Rasulullah Saw, sedang ibuku-Ummu Sulaim-
(shalat) shalat dibelakang kami."
B. Imam bersama dua orang makmum
(1). Seorang laki-laki dan seorang wanita
(2). Dua orang laki-laki
(3). Dua orang wanita
(4). Seorang laki-laki dan seorang khuntsa
(5). Seorang laki-laki dewasa dan seorang anak kecil
(6). Seorang laki-laki kecil dan seorang wanita dewasa
Adapun rinciannya sebagai berikut :
(1). Seorang laki-laki ( dewasa atau anak kecil ) dan seorang wanita
Laki-laki berdiri disamping kanan imam sedang wanita berdiri seorang diri dibelakang.
عن
إبن عباس قال : صليت إلى جنب النبي صلى الله عليه وسلم و عائشة معنا تصلي
خلفنا و أنا إلى جنب النبي صلى الله عليه وسلم أصلي معه .
"Dari Ibnu
Abbas Ra. ia berkata : Aku pernah shalat disamping Nabi Saw dan Aisyah
ketika itu bersama kami, ia shalat dibelakang kami sedang saya sendiri
shalat disamping Rasulullah Saw."
عن أنس أن النبي صلى الله عليه وسلم صلى به وبأمه أو خالته قال : فأقامني عن يمينه وأقام المرأة خلفنا .
"Dari
Anas Ra. bahwasanya Rasulullah saw pernah mengimaminya bersama ibunya
atau bibinya. Anas berkata : Beliau saw meletakkanku disamping kanannya
dan meletakkan wanita dibelakang kami."
Catatan :
Shalatnya
wanita seorang diri dibelakang shaf, hukumnya berbeda dengan shalatnya
seorang laki-laki dibelakang shaf. Jika laki-laki dilarang shalat
seorang diri dibelakang shaf kecuali jika ada uzur yang membenarkan
demikian (seperti semua shaf telah terisi penuh) maka wanita disunnahkan
berdiri seorang diri dibelakang shaf jika tidak ada wanita lain yang
hadir bersamanya, karena wanita berada dilarang berada di shaf
laki-laki. Adapun jika wanita terdiri dari beberapa orang lalu seorang
wanita berdiri seorang diri dibelakang shaf, maka hukumnya tidak berbeda
dengan hukum laki-laki.
(2) Dua orang laki-laki ( dewasa atau anak kecil )
Posisi yang lebih afdhal (utama) adalah berada dibelakang imam. Diriwayatkan dari Jâbir, beliau berkata :
قام
رسول الله صلى الله عليه وسلم ليصلى فجئت فقمت على يساره , فأخذ بيدي
فأدارني , حتى أقامنى عن يمينه ثم جاء جبار بن صخر , فقام عن يسار رسول
الله صلى الله عليه وسلم فأخذ بأيدينا جميعا فدفعنا حتى أقامنا خلفه
"Rasulullah
Saw tengah berdiri untuk melaksanakan shalat, lalu aku datang dan
berdiri disamping kiri beliau, lalu beliau mengambil kedua tanganku dan
memutarku hingga beliau mendirikanku disamping kanannya, kemudian Jabbar
bin Shakhrin datang dan berdiri disamping kiri Rasulullah saw, lalu
beliau memegang tangan-tangan kami dan mendorong kami hingga beliau
mendirikan kami dibelakangnya."
Dan lihat juga hadits Anas beserta anak yatim yang shalat dibelakang Rasulullah Saw. (halaman 40, posisi seorang makmum wanita).
Selain
posisi diatas, ada posisi lain bagi dua orang makmum laki-laki yaitu
seorang disamping kanan imam dan seorangnya lagi disamping kirinya,
sedang imam sendiri berada ditengah-tengah diantara keduanya. Posisi ini
disandarkan kepada hadits Ibnu Mas'ud :
أنه وقف بين علقمة و الأسود وصلى بهما. وقال هكذا رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم فعل .
"Bahwasanya
beliau (Ibnu Mas'ud) berdiri diantara AlQamah dan Aswad dan mengimami
mereka berdua. Dan berkata (setelah shalat) : seperti inilah aku melihat
Rasulullah saw melakukannya."
Namun posisi yang terakhir ini
menjadi perdebatan (khilaf) diantara para ulama. Sebagian besar
berpendapat bahwa posisi satu-satunya adalah makmum berada dibelakang
imam, dan apa yang dilakukan oleh Ibnu Mas'ud adalah Mansukh (hukumnya
telah dihapus) dengan hadits Jâbir, Anas dan lain-lainnya yang
menceritakan bahwa posisi makmum berada dibelakang imam, dan juga hadits
Ibnu Mas'ud adalah Mauquf dan tidak shah rafa'nya (tidak sampai
sanadnya) kepada Nabi Saw.
Dan sebagiannya lagi berpendapat bahwa posisi dua orang makmum adalah disamping kanan kiri imam.
Yang
rajih-Wallahu A'lam- boleh mengamalkan kedua hadits diatas, dengan
catatan bahwa posisi dua orang makmum dibelakang imam adalah lebih utama
dari pada posisi dua orang makmum yang berdiri disamping kanan-kiri
imam, sebab perbuatan Rasulullah Saw mengundurkan Jâbir dan Jabbar
menunjukkan keutamaannya tersebut, andai yang lebih utama adalah
menempatkan keduanya disamping kanan kiri imam niscaya Rasulullah Saw
membiarkan keduanya berada disampingnya.
Adapun kritikan terhadap
hadits Ibnu Mas'ud, bahwa hadits tersebut adalah mauquf dan tidak shah
rafa'nya kepada Nabi Saw, dibantah oleh Al-Hâfidz Az-zila'I, beliau
berkata : "Bahwasanya imam Muslim meriwayatkannya (hadits Ibnu Mas'ud)
melalui tiga jalur, beliau tidak merafa'kannya pada dua jalur yang
pertama dan ia merafa'kannya kepada Nabi Saw pada jalur yang ketiga,
dimana ia (Ibnu Masud) berkata pada jalur yang ketiga itu : "seperti
inilah yang dilakukan oleh Rasulullah saw."
(3). Dua orang wanita
Keduanya berada dibelakang imam.
عن أنس أن النبي صلى الله عليه وسلم صلى به وبأمه أو خالته قال : فأقامني عن يمينه وأقام المرأة خلفنا .
"Dari
Anas Ra. bahwasanya Rasulullah saw pernah mengimaminya bersama ibunya
atau bibinya. Anas berkata : Beliau saw meletakkanku disamping kanannya
dan meletakkan wanita dibelakang kami."
عن إبن عباس قال : صليت إلى
جنب النبي صلى الله عليه وسلم و عائشة معنا تصلي خلفنا و أنا إلى جنب النبي
صلى الله عليه وسلم أصلي معه .
"Dari Ibnu Abbas Ra. ia berkata : Aku
pernah shalat disamping Nabi Saw dan Aisyah ketika itu bersama kami, ia
shalat dibelakang kami sedang saya sendiri shalat disamping Rasulullah
Saw."
Jika hadits-hadits diatas hanya menerangkan tentang seorang
wanita yang ikut shalat berjamaah dan letaknya berada dibelakang, maka
dua orang wanita lebih utama menempati posisi belakang imam. Wallahu
A'lam.
(4). Seorang laki-laki dan seorang Khuntsa.
Laki-laki
berdiri disamping kanan imam sedang Khuntsa berdiri disamping kirinya,
atau sang khuntsa berdiri disamping kanan makmum laki-laki. Dan keduanya
tidak boleh berdiri dibelakang imam, karena ada kemungkinan sang
khuntsa adalah seorang wanita.
(5). Seorang wanita dan seorang Khuntsa.
Khuntsa
berdiri disamping kanan imam, sedang wanita berdiri dibelakang
keduanya. Karena kaedah umum menyebutkan bahwa wanita selamanya harus
berada dibelakang khuntsa. Adapun Khuntsa menempati posisi kanan imam,
sebab jika ia seorang laki-laki maka ia telah menempati posisinya yang
benar, sedang jika ternyata ia adalah seorang wanita, maka posisinya
yang disamping kanan imam itu tidak membatalkan shalatnya.
(6). Dua orang Khuntsa.
Keduanya
berada dibelakang imam. Sebab jika keduanya ternyata adalah laki-laki,
maka keduanya telah menempati posisi yang benar dan utama. Sedang jika
keduanya ternyata adalah wanita maka disitulah posisi yang sebenarnya.
Adapun jika ternyata salah satu diantara keduanya berbeda jenis dengan
yang lainnya, yaitu seorang wanita dan seorang laki-laki, maka posisinya
yang bersampingan itu tidak membatalkan shalat keduanya, seperti tidak
batalnya shalat wanita yang berdiri di samping makmum laki-laki. (lihat
pembahasan sebelumnya tentang laki-laki dan wanita berada didalam satu
shaf).
(7). Seorang laki-laki dewasa dan seorang anak kecil laki-laki.
Keduanya berdiri sejajar dibelakang imam.
عن أنس بن مالك قال : صليت أنا ويتيم فى بيتنا خلف النبى صلى الله عليه وسلم وأمي – أم سليم – خلفنا .
"Dari
Anas Bin Mâlik ia berkata : Aku dan seorang anak yatim pernah shalat
dirumah kami dibelakang Rasulullah Saw, sedang ibuku-Ummu Sulaim-
(shalat) shalat dibelakang kami."
Perkataan Anas Ra. : "Aku dan
seorang anak yatim", menunjukkan bahwa Anas ketika itu shalat bersama
anak kecil. Istilah "Anak Yatim" menurut orang-orang Arab, adalah sebuah
nama atau gelar bagi tiap anak-anak manusia yang tidak memiliki bapak
hingga ia mencapai usia baligh, jika ia telah mencapai usia baligh maka
ia telah keluar dari gelar "yatim" dan masuk dalam golongan orang
dewasa. Rasulullah Saw bersabda : "Tidak ada yatim setelah baligh."
C. Imam bersama tiga orang makmum atau lebih
(1). Tiga orang makmum laki-laki atau lebih, baik dewasa maupun anak kecil.
(2). Tiga orang makmum wanita atau lebih.
(3). Dua orang laki-laki dan seorang wanita.
(4). Dua orang wanita dan seorang laki-laki.
(5).
Adapun rinciannya sebagai berikut :
(1). Tiga orang makmum laki-laki atau lebih, baik dewasa maupun anak kecil.
Tidak
ada khilaf diantara para ahli ilmu, bahwa jika imam bersama tiga orang
makmum atau lebih, imam berada didepan sedang para makmum berada
dibelakang imam. Adapun diantara dalil-dalilnya adalah sebagai berikut :
(1). Adalah hadits Jâbir yang telah kita sebutkan sebelumnya :
قام
رسول الله صلى الله عليه وسلم ليصلى فجئت فقمت على يساره , فأخذ بيدي
فأدارني , حتى أقامنى عن يمينه ثم جاء جبار بن صخر , فقام عن يسار رسول
الله صلى الله عليه وسلم فأخذ بأيدينا جميعا فدفعنا حتى أقامنا خلفه
"Rasulullah
Saw tengah berdiri untuk melaksanakan shalat, lalu aku datang dan
berdiri disamping kiri beliau, lalu beliau mengambil kedua tanganku dan
memutarku hingga beliau mendirikanku disamping kanannya, kemudian Jabbar
bin Shakhrin datang dan berdiri disamping kiri Rasulullah saw, lalu
beliau memegang tangan-tangan kami dan mendorong kami hingga beliau
mendirikan kami dibelakangnya."
(2). Dan juga hadits Anas Bin Mâlik :
عن أنس بن مالك قال : صليت أنا ويتيم فى بيتنا خلف النبى صلى الله عليه وسلم وأمي – أم سليم – خلفنا .
"Dari
Anas Bin Mâlik ia berkata : Aku dan seorang anak yatim pernah shalat
dirumah kami dibelakang Rasulullah Saw, sedang ibuku-Ummu Sulaim-
(shalat) shalat dibelakang kami."
Jika dua orang makmum
laki-laki disunnahkan membuat shaf dibelakang imam, maka tiga orang
makmum atau lebih adalah lebih utama menempati posisi belakang imam.
(2). Tiga orang wanita atau lebih.
Juga
tidak ada khilaf diantara para ahli ilmu, bahwa posisi wanita berada
dibelakang imam. Jika dua laki-laki menempati posisi belakang imam
seperti yang telah kita terangkan sebelumnya, maka wanita lebih utama
melakukannya. Seberapapun jumlah wanita, jika mereka shalat berjamaah
dan di imami oleh laki-laki, baik dalam jamaah itu tidak ada seorang
makmum laki-lakipun, atau ada tapi makmum hanyalah seorang anak kecil
maka wanita tetap harus dibelakang shaf laki-laki. Dan dalil-dalil untuk
permasalahan ini telah kita terangkan pada pembahasan-pembahasan
sebelumnya, terutama pada pembahasan makmum seorang wanita atau dua
orang wanita.
(3). Dua orang laki-laki ( dewasa atau anak kecil ) dan seorang wanita.
Dua
orang laki-laki berada dibelakang imam dan wanita berdiri seorang diri
dibelakang shaf. Diriwayatkan oleh Anas Ra. ia berkata :
صليت أنا ويتيم فى بيتنا خلف النبى صلى الله عليه وسلم وأمي – أم سليم – خلفنا .
"Dari
Anas Bin Mâlik ia berkata : Aku dan seorang anak yatim pernah shalat
dibelakang Rasulullah Saw. di rumah kami, sedang ibuku-Ummu Sulaim-
(shalat) shalat dibelakang kami."
(4). Dua orang wanita dan seorang laki-laki ( dewasa maupun anak kecil ).
Laki-laki berdiri disamping kanan imam, sedang kedua wanita berada dibelakang keduanya.
عن
إبن عباس قال : صليت إلى جنب النبي صلى الله عليه وسلم و عائشة معنا تصلي
خلفنا و أنا إلى جنب النبي صلى الله عليه وسلم أصلي معه .
"Dari Ibnu
Abbas Ra. ia berkata : Aku pernah shalat disamping Nabi Saw dan Aisyah
ketika itu bersama kami, ia shalat dibelakang kami sedang saya sendiri
shalat disamping Rasulullah Saw."
Jika hadits diatas hanya berbicara
tentang seorang wanita (yaitu Aisyah), maka dua orang wanita lebih
utama dibelakang dalam permasalahan ini.
(5). Dua orang laki-laki dan seorang Khuntsa.
Ketiganya
berada dalam satu shaf dibelakang imam. Sang Khuntsa tidak boleh
berdiri seorang diri dibelakang shaf ( di belakang dua makmum
laki-laki), sebab ada kemungkinan ia adalah seorang laki-laki, adapun
jika ternyata ia adalah seorang wanita maka shalat mereka tidak bathal.
(6). Dua orang wanita dan seorang Khuntsa.
Khuntsa
sejajar dengan imam (lihat pembahasan tentang imam dan seorang khuntsa)
sedang dua wanita berada dibelakang keduanya (imam dan Khuntsa). Begitu
juga, jika terdapat beberapa khuntsa dan wanita, maka wanita tetap
berada dibelakang para khuntsa.
Berkumpulnya beberapa laki-laki dewasa, anak-anak kecil, para Khuntsa dan wanita.
Jika
didalam jamaah terkumpul dalam beberapa jenis, yaitu beberapa laki-laki
dewasa, anak-anak kecil, para khuntsa dan wanita, maka posisi mereka
sebagai berikut :
Hendaknya yang mengiringi imam (yang tepat
dibelakang imam) adalah laki-laki dewasa dari ahli ilmu, kemudian
anak-anak kecil (namun tidak ada keharusan bahwa posisi mereka secara
mutlaq harus dibelakang shaf laki-laki dewasa, lihat pembahasan
sebelumnya tentang shaf anak-anak kecil, halaman 31), kemudian para
Khuntsa (shaf mereka berada diantara laki-laki dan wanita karena ada
kemungkinan mereka berjenis laki-laki dan wanita) dan setelahnya adalah
wanita (lihat pembahasan tentang shaf wanita, halaman 34). Posisi-posisi
ini secara umum disandarkan pada dua hadits dibawahi ini :
ليلني منكم أولو الأحلام و النهى ثم الذين يلونهم ثم الذين يلونهم .
"Hendaklah
orang yang mengiringiku (yaitu shaf yang tepat berada di belakang
beliau), adalah mereka para ahli ilmu, kemudian orang-orang yang
mengiringi mereka, dan kemudian orang-orang yang mengiringi mereka."
خير صفوف الرجال أولها وشرها أخرها ، وخير صفوف النساء أخرها وشرها أولها .
"Sebaik-baik
shaff laki-laki adalah diawalnya dan sejelek-jeleknya adalah di
akhirnya, sebaik-baik shaf wanita adalah di akhirnya dan
sejelek-jeleknya adalah di awalnya."
Bagian Kedua : Shalat Jamaah dengan Imam Wanita
Tentunya
jamaah yang penulis maksudkan disini adalah jamaah wanita yang tidak
ada laki-laki didalamnya. Sebab jika dalam jamaah tersebut terdapat
laki-laki, maka wanita selamanya tidak boleh mengimami laki-laki bahkan
shalatnya teranggap tidak shah, demikian pendapat yang terkuat dari tiga
pendapat dalam permasalahan ini, dan yang demikian adalah pendapat
jumhur ulama bahkan seluruh ulama. Ibnu Qudamah berkata : "Adapun wanita
maka ia tidak shah mengimami laki-laki dalam segala keadaan, baik itu
shalat fardhu atau nafilah, menurut pendapat seluruh ulama." Larangan
wanita menjadi imam bagi laki-laki disandarkan pada hadits-hadits
dibawah ini :
(1). Hampir dalam semua konteks hadits tentang shalat
berjamaah, Rasulullah Saw mengkhususkan penyebutan imam hanya ada pada
laki-laki. Diantaranya :
عن مالك بن الحويرث أنه قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : "من زار قوما فلا يؤمهم وليؤمهم رجل منهم .
"Dari
Mâlik Bin Al-Huwairitsi Ra. bahwasanya ia berkata : Aku mendengar
Rasulullah Saw bersabda : "Barangsiapa yang mengunjungi sebuah kaum,
maka ia tidak boleh mengimami mereka.Dan hendaklah yang mengimami mereka
adalah seorang laki-laki dari mereka."
قال رسول الله صلى الله
عليه وسلم : يؤم القوم أقرؤهم لكتاب الله , فإن كانوا في القراءة سواء
فأعلمهم بالسنة .... – إ لى أن قال - ولا يؤم الرجل الرجل في سلطانه ولا
يقعد في بيته على تكرمته إلا بإذنه .
"Rasulullah Saw bersabda :
Hendaklah yang mengingami kaum itu adalah mereka yang paling hafal
terhadap Kitabullah. Jika mereka sebanding dalam hafalan, maka yang
lebih mengetahui Sunnah…(hingga perkataan beliau) dan janganlah seorang
laki-laki
mengimami seorang laki-laki lainnya yang berada didalam
kekuasaannya dan jangan pula ia duduk ditempat kehormatannya kecuali
atas izinnya."
(2). Keumuman hadits tentang tidak beruntungnya laki-laki dipimpin oleh wanita.
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لن يفلح قوم ولوا أمرهم امرأة .
"Rasulullah Saw. bersabda : Tidak akan pernah beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan mereka kepada wanita."
Shalat
adalah bagian dari perkara terbesar didalam agama, bahkan kebesarannya
berada setelah dua kalimat syahadat. Karena kebesaran dan keagungannya
itu, Rasulullah Saw sendiri yang mengomandoi dan mengimami shalat,
kemudian setelah Rasulullah Saw tertimpa penyakit parah urusan mengimami
orang-orang diserahkan kepada Abu Bakar Shiddiq, manusia terbaik
setelah Rasulullah saw. Dengan demikian wanita tidak diperkenankan
menduduki posisi besar ini.
(3). Menyalahi keutamaan dan posisi yang telah ditentukan bagi wanita. Rasulullah Saw bersabda :
خير صفوف الرجال أولها وشرها أخرها ، وخير صفوف النساء أخرها وشرها أولها .
"Sebaik-baik
shaff laki-laki adalah diawalnya dan sejelek-jeleknya adalah di
akhirnya, sebaik-baik shaf wanita adalah di akhirnya dan
sejelek-jeleknya adalah di awalnya."
Wanita menjadi imam bagi
laki-laki berarti mengharuskan keberadaannya didepan shaf laki-laki.
Posisi ini, jelas terlarang oleh hadits diatas. Dengan demikian wanita
tidak diperbolehkan menjadi imam bagi laki-laki.
Adapun bagi
orang-orang yang berpendapat bolehnya wanita menjadi imam bagi laki-laki
pada shalat sunnat tidak pada shalat fardhu atau pendapat yang
membolehkan keduanya yaitu shalat fardhu dan sunnah dengan bersandarkan
pada hadits Ummu Waraqah :
عن عبد الرحمن بن خلاد , عن أم ورقة بنت
عبد الله بن الحارث : أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان يزورها , وجعل
لها مؤذنا كان يؤذن لها , وأمرها أن تؤم أهل دارها .
قال عبد الرحمن : فأنا رأيت مؤذنها شيخا كبيرا .
"Dari
Abdurrahman Bin Khallad, dari Ummu Waraqah Binti Abdullah Bin Hârits :
Bahwasanya Rasulullah Saw pernah berkunjung kepadanya, dan beliau
menjadikan baginya seorang Muazzin, yang mana ia berazan untuknya, dan
memerintahkannya untuk mengimami orang-orang (ahli) dirumahnya."
Abdurrahman berkata : Aku melihat muazzinnya adalah seorang laki-laki yang teramat tua.
Dijawab oleh ulama-ulama sebagai berikut :
(1).
Bagi yang mengatakan wanita boleh menjadi imam bagi laki-laki pada
shalat sunnat tidak pada shalat wajib dengan dalil diatas adalah
tertolak karena hadits menyebutkan tentang shalat yang diiringi dengan
azan, sedang shalat yang diiringi oleh azan hanya ada pada shalat wajib.
(2).
Bagi yang mengatakan wanita dibolehkan menjadi imam bagi laki-laki pada
shalat sunnah dan wajib juga tertolak, karena nash hadits tidak secara
tegas menyebutkan bahwa orang-orang yang berada dirumahnya yaitu sang
Muazzin tua dan seorang budak laki-laki kecil ikut shalat dan berdiri
dibelakang ummu Waraqah. Bahkan terdapat didalam sebuah riwayat lain
dari ummu waraqah : Bahwasanya Rasulullah Saw mengizinkannya untuk
mengimami perempuan-perempuannya
Andai wanita boleh menjadi imam
bagi laki-laki, niscaya Aisyah Ra. tidak di Imami oleh budaknya, karena
Aisyah lebih faqih dan lebih hafal Al-quran dibanding budaknya
tersebut, bahkan disebutkan dalam satu riwayat bahwa budaknya tersebut
membaca mushaf Al-Quran ketika mengimami Aisyah Ra. Hal ini menunjukkan
secara jelas bahwa wanita tidak dibolehkan menjadi imam bagi laki-laki.
Wallahu a'lam.
A. Imam wanita bersama seorang makmum wanita.
Makmum
berdiri disamping kanan imam, tepat seperti posisi seorang makmum laki
berdiri disamping kanan imam laki-laki. Tidak boleh berdiri disamping,
didepan, atau dibelakang imam. Posisi tersebut disandarkan pada dua
alasan dibawah ini :
1. Shahihnya hadits-hadits yang menunjukkan
bahwa posisi seorang makmum berdiri disamping kanan imam (lihat
hadits-hadits tersebut pada posisi seorang makmum laki-laki hal 36),
hadits-hadits tersebut berlaku untuk laki-laki dan wanita.
2. Pada
asalnya, dalam perkara-perkara ibadah tidak ada perbedaan antara
laki-laki dan wanita kecuali jika terdapat sebuah dalil yang menunjukkan
perbedaan diantara keduanya. Dan dalam permasalahan kita ini, tidak
terdapat dalil yang memisahkan antara posisi seorang makmum wanita
dengan imam wanita dan posisi seorang makmum laki-laki dengan imam
laki-laki.
B. Imam wanita bersama lebih dari seorang makmum wanita.
Imam
wanita tidak berdiri didepan para makmum seperti halnya imam laki-laki,
tetapi imam wanita berdiri ditengah-tengah shaf, yaitu makmum wanita
berada dikanan kiri sang imam. Hal ini disandarkan pada perbuatan dua
orang shahabat wanita, Aisyah dan Ummu Salamah Radiyallahu Anhuma.
عن عائشة رضي الله عنها أنها كانت تؤذن , وتقيم , وتؤم النساء وتقف وسطهن .
"Dari Aisyah Ra. bahwasanya ia pernah ber-azan, qamat dan mengimami para wanita dan ia berdiri ditengah-tengah mereka."
Atsar
ini dishahihkan oleh Imam Nawawie didalam Al-Majmu' (4/199) dan diakui
keshahihannya oleh Imam Az-zila'I didalam Nasbur-Râyah (2/31).
عن حجيرة بنت حصين قالت : أمتنا أم سلمة في صلاة العصر قامت بيننا .
"Dari
Hujîrah Binti Hushin ia berkata : Ummu Salamah pernah mengimami kami
pada shalat ashar, ia berdiri diantara kami (ditengah-tengah shaf)."
Imam Nawawie dalam Al-Majmu' (3/296) berkata : Sanad-sanad hadits ini adalah Hasan.
Dalam
pendapat yang shahih, perbuatan shahabat dapat dijadikan sebagai hujjah
selama tidak bertentangan dengan nash (hadits dan al-qur'an) dan tidak
juga bertentangan dengan shahabat-shahabat lainnya. Sedang Posisi imam
wanita ditengah-tengah shaf tidak bertentangan dengan nash begitu juga
tidak ada shahabat lain yang menyalahinya.
Ibnu Qudamah berkata :
"Apabila wanita mengimami para wanita maka ia berdiri ditengah-tengah
mereka, kami tidak mengetahui adanya khilaf (dalam posisi tersebut, red)
diantara orang yang mengatakan bolehnya wanita mengimami para makmum
wanita."
Berkata Ibnu Hazm : "Al-Auzai, Sufyan At-Tsaury, Ahmad Bin
Hanbal, Ishaq Bin Rahawai dan Abu Tsaur berkata : Disukai bagi wanita
itu mengimami para wanita dan berdiri ditengah-tengah mereka."
Demikianlah
posisi-posisi makmum dan imam didalam shalat yang berkaitan penuh
dengan shaf (barisan), baik itu imamnya seorang laki-laki maupun seorang
wanita. Dan untuk melengkapi pembahasan pada bab ini, penulis
menyempurnakannya dengan hukum anak kecil menjadi imam.
Imam seorang anak kecil
Anak
kecil boleh menjadi imam bagi yang sebayanya, begitu juga kepada orang
yang usianya berada jauh darinya . Rasulullah Saw. bersabda :
يؤم القوم أقرؤهم لكتاب الله , فإن كانوا في القراءة سواء فأعلمهم بالسنة ....
"Hendaklah
yang mengingami kaum itu adalah mereka yang paling hafal terhadap
Kitabullah. Jika mereka sebanding dalam hafalan, maka yang lebih
mengetahui Sunnah… "
Hadits ini mencakup pada orang dewasa dan anak kecil.
Diriwayatkan
oleh Bukhari didalam kitab "As-shahih-nya" bahwasanya Amru Bin Salamah
pernah mengimami kaumnya pada hari Fathul Makkah, sedang usianya ketika
itu berkisar 6 atau 7 tahun.
Sebagian orang mengkritik dan menolak
hadits ini karena apa yang dilakukan oleh Amru Bin Salamah diluar
sepengetahuan Rasulullah Saw.
Namun bantahan dan kritikan ini dijawab
oleh ulama : bahwa apa yang dilakukan oleh Amru bin Salamah yaitu
mengimami kaumnya adalah terjadi pada masa wahyu belum terputus, dimana
pada masa ini Allah Swt mengetahui dan menetapkan segala sesuatunya.
Andai hal tersebut adalah perbuatan yang munkar ( yang diingkari )
niscaya Allah Swt mengingkarinya melalui lisan Nabi-nya Saw. walaupun
Nabi-Nya Saw tidak mengetahuinya. Kaedah ini pun berlaku dikalangan para
shahabat, dimana mereka berhujjah bolehnya ber-A'zal : "Karena mereka
melakukan A'zal padahal al-qur'an sedang turun, andai 'Azl adalah
sesuatu hal yang terlarang kata mereka, niscaya Al-Qur'an melarang kami
melakukannya."
Begitu juga, orang-orang yang memposisikan Amru Bin
Salamah sebagai imam adalah mereka para shahabat Rasulullah Saw, Ibnu
Hazm berkata : "Kami tidak mengetahui adanya khilaf diantara mereka."
Adapun pendapat yang tidak membolehkan anak kecil menjadi imam dengan bersandarkan kepada hadits :
لاتقدموا صبيانكم
"Janganlah kalian mengajukan anak-anak kecil kalian."
Adalah tertolak, karena hadits ini adalah hadits lemah, yang tidak memiliki ashal.
BAB V : POSISI IMAM DAN MAKMUM DALAM KAITANNYA DENGAN TEMPAT.
Dalam
bab ini mencakup pada beberapa tempat yang pada umumnya kaum muslimin
melakukan shalat jamaah ditempat tersebut, diantaranya adalah; masjid,
rumah, lapangan (padang pasir), kebun dan kendaraan.
Namun, sebelum
kita membahas khusus tempat-tempat tersebut ada baiknya kita
memperhatikan beberapa point penting dibawah ini, agar nantinya penulis
cukup mengisyaratkan kepada pembaca budiman untuk meruju' ke point-point
tersebut jika terjadi beberapa pengulangan dalam sebuah pembahasan.
Adapun point-point tersebut adalah sebagai berikut :
A. Posisi (tempat) Imam lebih tinggi dari posisi Makmum
Letak imam yang berada diposisi lebih tinggi dari makmum, memiliki dua keadaan ;
Pertama ; imam berada seorang diri ditempat ketinggian.
Hal
ini tidak diperbolehkan baik itu dimasjid atau ditempat lainnya, baik
itu seukuran sedepa atau kurang dari itu, kecuali jika dimaksudkan untuk
memberikan pelajaran shalat.
عن همام أن حذيفة أم الناس بالمدائن على
دكان فأخذ أبو مسعود بقميصه فجذبه , فلما فرغ من صلاته قال ألم تعلم أنهم
كانوا ينهون عن ذلك ؟ قال : بلى قد ذكرت حين مددتني .
"Dari Hammâm,
bahwasanya Huzaifah pernah mengimami orang-orang di Al-Madâin (nama
salah sebuah tempat didaerah baghdad) diatas tempat yang tinggi, lalu
Ibnu Mas'ud memegang baju Huzaifah dan menariknya mundur, tatkala
shalatnya beres, ia (Ibnu Mas'ud) berkata : Tidak engkau tahu bahwa
mereka dulu dilarang melakukan demikian ? Huzaifah menjawab : betul, aku
teringat hal itu ketika engkau menarik bajuku."
Adapun dalil diperbolehkan jika dimaksudkan untuk memberikan pelajaran, adalah hadits yang diriwayatkan didalam Shahihain :
عن
سهل بن سعد رضى الله عنه قال : لقد رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم قام
عليه – يعني المنبر – فكبر وكبر الناس وراءه , ثم ركع وهو على المنبر , ثم
رفع فنزل القهقرى حتى سجد في أصل المنبر, ثم عاد حتى فرغ من اخر صلاته ,
ثم أقبل على الناس فقال : أيها الناس , إنما فعلت هذا لتأتموا بي ,
ولتعلموا صلاتي.
"Dari Sahl Bin Sa'din Ra. Ia berkata : "Sungguh aku
pernah melihat Rasulullah Saw berdiri diatasnya (yaitu mimbar), lalu
beliau bertakbir dan orang-orangpun bertakbir dibelakangnya, kemudian
beliau ruku' sedang beliau diatas mimbar, kemudian bangkit dari ruku
lalu turun dengan cara mundur kebelakang hingga beliau sujud dibawah
anak tangga mimbar , kemudian beliau kembali (keatas mimbar) hingga
selesai seluruh shalatnya, kemudian beliau menghadap ke orang-orang dan
berkata ; "Wahai sekalian manusia, aku melakukan hal ini (shalat diatas
mimbar) tidak lain agar kalian mengikutiku dan mempelajari shalatku."
Kedua : Imam bersama seorang atau beberapa orang makmum ditempat tinggi sedang makmum selebihnya berada ditempat yang rendah.
Posisi ini dibolehkan oleh ulama, karena imam tidak berdiri seorang diri disuatu tempat.
B. Posisi makmum lebih tinggi dibanding posisi sang imam.
Tidak
terdapat riwayat yang melarang makmum menempati posisi yang lebih
tinggi dari imam seperti halnya larangan imam menempati posisi yang
lebih tinggi dari makmum. Artinya jika terdapat uzur yang membenarkan
demikian seperti keadaan masjid yang demikian penuh maka hal tersebut
diperbolehkan. Terdapat atsar shahabat yang menunjukkan bolehnya
perbuatan tersebut.
عن أبي هريرة أنه صلى على ظهر المسجد بصلاة الإمام .
"Dari Abu Hurairah, bahwasanya ia pernah shalat diatas atap datar (sutuh) masjid dengan mengikuti shalat imam."
Perbuatan Abu Hurairah ini dibawah kepada makna uzur, karena hadits Rasulullah Saw menyebutkan :
رصوا صفوفكم , وقاربوا بينها .
"Rapatkan shaf-shaf kalian, dan dekatkanlah antaranya."
C. Terdapat penghalang atau pembatas diantara imam dan makmum.
عن عائشة رضي الله عنها قالت : صلى النبي صلى الله عليه وسلم في حجرتي , والناس يأتمون به من وراء الحجرة , يصلون بصلاته .
"Dari
Aisyah Ra. ia berkata : Rasulullah Saw. pernah shalat didalam kamarku,
dan orang-orang bermakmum dibalik kamar, mereka shalat mengikuti shalat
Rasulullah Saw."
Hadits ini menunjukkan bolehnya makmum mengikuti imam sedang diantara keduanya ada penghalang berupa dinding dan semisalnya.
Namun
disyaratkan, makmum dapat mengetahui perubahan gerak imam (takbir) ,
baik itu melalui pengeras suara (mikrofon) atau melalui "pentabligh"
(penyampai) yang berada di belakang imam. Namun jika listrik padam
sehingga jamaah yang berada didalam sebuah ruangan tidak dapat mendengar
suara takbir sang imam dan juga suara pentabligh tidak sampai kedalam
ruangan tersebut, maka dalam keadaan seperti ini makmum diperbolehkan
berniat mufaraqah (berpisah) dengan imam lalu menyempurnakan shalatnya
masing-masing.
Begitu juga halnya, jika keadaan tempat tidak
mengizinkan yang mengharuskan sang makmum shalat diluar masjid, maka
sang makmum dibenarkan shalat ditempat yang diantaranya dengan imam
terdapat penghalang atau pembatas.
قال هشام بن عروة : جئت أنا وأبي مرة , فوجدنا المسجد قد امتلأ , فصلينا بصلاة الإمام في دار عند المسجد بيتهما طريق .
"Dari
Hisyam Bin 'Urwah ia berkata : pernah Aku dan bapakku sekali kemasjid
dan kami mendapatkan masjid dalam keadaan penuh, lalu kami shalat
dirumah yang berada disamping masjid dengan berimam kepada imam (yang
dimasjid) , yang mana diantara keduanya terpisah dengan jalan."
Imam
Ahmad berkata tentang seseorang shalat diluar masjid pada hari jum'at
sedang pintu masjid dalam keadaan tertutup : "saya berharap hal itu
tidak mengapa".
Namun keadaan ini disyaratkan dua hal :
1.
Bersambungnya shaf, artinya tidak menempati atau membuat shaf yang baru
diluar masjid baik itu dijalan atau dalam sebuah ruangan umpamanya,
sebelum didalam masjid terisi benar. (lihat pembahasan ini dalam "kaedah
umum dalam menyusun shaf, pada halaman…)
2. Mendengar takbir imam,
baik itu melalui pengeras suara (mikrofon) atau melalui "pentabligh"
(penyampai) yang berada di belakang imam. Karena makmum tidak mungkin
dapat mengikuti imam kecuali mendengar langsung suara aba-aba dari sang
imam.
Dua syarat diatas harus terjaga, sebab banyak orang
terjatuh dalam kesalahan disebabkan karena tidak memperhatikan syarat
tersebut, diantaranya shalat mengikuti radio atau televisi atau shalat
dirumah yang kebetulan rumahnya berdekatan dengan masjid dengan
beralasan suara sang imam dapat terdengar olehnya.
Ibnu
Taymiyyah berkata didalam kitabnya "Majmu'atu Al-Fatawa" (23/232) : "Dan
tidak boleh membuat shaf di jalan-jalan dan penginapan-penginapan
sedang masjid dalam keadaan kosong, barangsiapa yang melakukan demikian
maka ia berhaq di ta'dib." Beliau berkata ditempat yang sama : "Apabila
masjid penuh dengan shaf-shaf, hendaklah mereka membuat shaf diluar
masjid, apabila shaf-shaf bersambung ketika itu hingga kejalan-jalan
atau pasar, shalat mereka adalah shah."
Rincian tempat berjamaah
MASJID
>
Apabila imam dan makmum berkumpul didalam sebuah masjid, sekalipun
masjid terdiri dari beberapa tingkat maka makmum teranggap sah mengikuti
imam, baik itu makmum melihat imam, melihat orang yang dibelakang imam,
atau tidak melihat mereka karena terhalang dinding pembatas atau karena
diantara mereka terpisah dengan sebuah jarak. Dengan syarat sang makmum
mendengar suara takbir sang imam atau suara dari sang pentabligh.
Imam
Nawawie didalam "Al-Majmu' " berkata : "Adalah suatu hal disepakati
bahwa apabila shaf-shaf berjauhan dari sang imam, sedang shalat
tersebut didirikan didalam sebuah masjid maka shalatnya adalah sah dan
sah pula ikutannya (bermakmumnya kepada sang imam), jika para makmum
mengetahui shalatnya sang imam, baik itu diantara keduanya (antara
makmum dan imam) terpisah oleh sebuah pembatas atau tidak, jaraknya
keduanya berdekatan atau berjauhan karena besar dan luasnya masjid…"
Ibnu
Utsaimin berkata : "jika ada seseorang mengikuti shalatnya imam sedang
ia berada dibagian paling akhir masjid dan imam berada dibagian paling
depan masjid yang mana jarak keduanya sekitar 50 meter umpamanya, maka
shalatnya adalah shah karena mereka berada didalam tempat yang satu…"
>
Apabila masjid terdiri dari beberapa tingkat, Imam berada dilantai
dasar sedang makmum berada dilantai atas atau sebaliknya sang imam
berada dilantai atas dan makmum berada dilantai dasar maka shalat jamaah
teranggap shah. (lihat point A dan B ).
> Apabila sebuah
masjid terdiri dari beberapa bangunan, yaitu bangunan baru dan tua maka
shalat berjamaah didalamnya teranggap seperti berjamaah didalam satu
masjid dan tembok tembok pemisahnya tidak ubahnya seperti tiang-tiang
masjid.
> Apabila disamping masjid terdapat masjid yang lain
dimana masing-masing masjid memiliki imam, muazzin, dan jamaah
tersendiri, maka orang yang berada didalam satu masjid tidak boleh
mengikuti masjid lainnya kecuali jika shaf bersambung dan mendengar
suara takbir sang imam. (lihat point c ).
POSISI IMAM DAN MAKMUM DI DALAM SHALAT
Mukaddimah …………………………………………………………………………………………….03
BAB I : Tentang shalat
Makna Shalat……………………………………………………………………………………………… 06
Kedudukan shalat didalam islam………………………………………………………………. 07
Ancaman bagi yang meninggalkan shalat………………………………………………….. 08
Hukum bagi yang meninggalkan shalat ………………………………………………………08
BAB II : Shalat berjamah
Keutamaan shalat berjamaah…………………………………………………………………… 11
Hukum shalat berjamaah…………………………………………………………………………. 12
Batas minimal berjamaah …………………………………………………………………………14
Shalat berjamaah bagi wanita ………………………………………………………………….15
BAB III : Kaedah umum shaf didalam shalat
Makna shaf ……………………………………………………………………………………………….17
Keutamaan menempati shaf terdepan ……………………………………………………..18
Anjuran bagi imam untuk mengingatkan makmun dalam urusan shaf ………20
Hukum meluruskan shaf ……………………………………………………………………………..22
Tata cara meluruskan shaf ………………………………………………………………………..22
Shalat seorang diri dibelakang shaf …………………………………………………………..25
Membuat shaf didepan imam …………………………………………………………………..29
Membuat shaf diantara tiang-tiang masjid .....................................30
Shaf anak-anak kecil ………………………………………………………………………………..31
Shaf Wanita ……………………………………………………………………………………………….34
Shaf laki-laki dan wanita didalam satu barisan………………………………………… 16
Shaf wanita didepan shaf laki-laki……………………………………………………………. 17
BAB IV
Posisi imam dan makmum dalam kaitannya dengan shaf……………………… 18
Imam bersama dengan seorang makmum
Makmum seorang laki-laki………………………………………………………………………….. 19
Makmum seorang wanita…………………………………………………………………………… 20
Makmum seorang khuntsa …………………………………………………………………………21
Imam bersama dengan dua orang makmum
Seorang laki-laki dan seorang wanita ………………………………………………………..22
Dua orang laki-laki ……………………………………………………………………………………..23
Dua orang wanita ……………………………………………………………………………………..24
Seorang laki-laki dan seorang khuntsa ……………………………………………………..25
Seorang laki-laki dewasa dan seorang anak kecil ……………………………………..26
Seorang laki-laki kecil dan seorang wanita dewasa …………………………………27
Imam bersama dengan tiga orang makmum
Dua laki-laki dan satu orang wanita dewasa…………………………………………….. 28
Dua laki-laki dan satu orang anak perempuan kecil …………………………………29
Seorang laki-laki dan dua orang wanita ……………………………………………………30
Seorang laki-laki, seorang khuntsa dan seorang wanita ……………………………31
BAB V
Posisi Imam dan makmum dalam kaitannya dengan tempat
Posisi imam lebih tinggi dari posisi makmum ……………………………………………32
Posisi makmum lebih tinggi dari posisi imam ……………………………………………33
Posisi imam yang terpisah dengan makmum dengan sebuah pembatas …..34
BAB VI
Beberapa posisi makmum yang teranggap mengikuti imam
Berkaitan dengan masjid
Sebuah masjid yang terdiri dari beberapa bangunan masjid …………………….35
Masjid
terdiri dari beberapa tingkat (makmum berada ditingkat bawah sedang
imam ditingkat atas atau sebaliknya) …………………………………………36
Masjid dan halaman …………………………………………………………………………………..37
Masjid dan jalan …………………………………………………………………………………………38
Sebuah masjid yang berdekatan dengan masjid yang lain ………………………..39
Berkaitan dengan rumah
Ruang tamu dengan kamar ………………………………………………………………………40
Ruang tamu dengan teras ………………………………………………………………………..41
Rumah bersambung dengan masjid …………………………………………………………..42
Posisi imam dan makmum disekitar ka'bah …………………………………………..43
Berkaitan dengan kendaraan (perahu misalnya) …………………………………..44
Berkaitan dengan padang pasir, kebun, dan lain-lain ………………………….45
BAB VII
Posisi makmum yang terpisah dengan tiang-tiang masjid………………………… 55
Posisi makmum yang terpisah dengan mimbar masjid ………………………………56
BAB VIII
Mengikuti Imam
Larangan mendahului imam ……………………………………………………………………..57
Imam shalat duduk ………………………………………………………………………………….58
Berbeda niat antara makmum dan imam ………………………………………………….59
Sujud sahwi ……………………………………………………………………………………………..60
Sujud sajadah ……………………………………………………………………………………………61
Beberapa masalah
Anak kecil mengimami anak kecil ……………………………………………………………62
Anak kecil mengimami orang baligh …………………………………………………………63
Posisi imam wanita ditengah kaumnya ………………………………………………………64
BAB IX
Penutup ……………………………………………………………………………………………………65