Senin, 29 September 2014

Sipat Wajib di ALLOH :

MuqoddimaH
1 Wujud
2 Qidam
3 Baqo'
4 Mukholafatu lilhawaditsi
5 Qiyamuhu Binafsihi
6 Wahdaniyat
7 Qurot
8 Irodat
9 Ilmu
10 Hayat
11-12 Sama' dan Bashor
13 Kalam

Sipat Wajib di ROSUL :

1. Sidiq
2. Amamnah
3. Fathonah
4. Tabligh

TIJAN *Muqoddimah*

Muqoddimah

Dengan menyebut nama Alloh yang maha pengasih lagi penyayang. Adapun segala puji hanyalah bagi Alloh yang mengatur semua alam. Selanjutnya  rohmat Alloh semoga selamanya tercurahkan atas penghulu kita, yakni Nabi Muhammad beserta keluarganya, para sahabatnya, dan begitu juga semoga keselamatan (Alloh) tercurah kepadanya.  Dan selanjutnya sesudah membaca basmalah, hamdalah sholawat serta salam, maka berkata orang yang sangat butuh akan rohmatnya Dzat yang mengatur dirinya yang maha waspada (Alloh) serta yang maha melihat (Alloh), yakni dialah Ibrohim orang negri bajuri  yang sangat merasa (dirinya) gegabah. Telah meminta dariku sebagian saudara-saudaraku
Dalam pembukaan risalah ini, (mushonnif = orang yg mengarang kitab ini) mendahulukan membaca basmalah, hamdalah dan seterusnya sampai akhir.
Sebelum melangkah lebih jauh, marilah kita mulai pembahasannya dari salahsatu pesan ulama yang begini ungkapannya:
◄Satu keharusan kepada setiap orang yang akan tampil dalam satu (fan) membahas basmalah dengan ilmu jurasannya itu (fan)►
(Fan) itu ialah seni atau uraian yang isinya sebuah kajian ilmu.
Nah disini membahas (fan) tauhid, maka membahas basmalah dengan fan tauhid. bismillah. niat saya berharap dengan meminta pertolongan kepada dzat yang memiliki nama Alloh, bismillah niat saya berharap mencari berkah dengan menyebut nama Alloh.
Kalimat Alloh ialah (asma') yang dikatagorikan (taufiqiyyah) artinya perkara yang menunggu akan turunnya wahyu dari Alloh, oleh karenanya dengan menyebut-nyebut asma'Nya adalah satu tanda akan turunnya taufiq dari Alloh, dan ia-pun datangnya bukan hasil dari akal.
Lapad Alloh, namanya:
● Ismun jalalah, nama keagungan.
● Ismun a'dhom, nama kebesaran.
● Ismun min asma'ul husna, nama-nama dari (asma'ul husna).
Di awal permulaan risalah ini, ungkapan yang keluar dari lapad basmalah, yang pertama diniati mencontoh pada alqur’an, dan yang keduanya karena ada hadits yang berbunyi:
◄Setiap perkara (pekerjaan) yang dipandang baik oleh hukum syara’, akan tetapi tidak diawali dengan membaca bismillahirrohmanirrohim, maka kurang berkah►
Penjelasan : bismillah
Dalam pembukaan risalah ini mushonnif memulai dengan membaca basmalah, tiada lain hanya mengharap keberkahan serta pertolongan Alloh semata.
Penjelasan : arrohman
Yaitu salasatu sipat Alloh yang memberi limpahan kurnia serta nikmat yang besar atas semua makhluk di dunia dan di akhirat.
Penjelasan : arrohim
Yaitu salasatu sipat Alloh yang memberi limpahan kurnia serta nikmat yang besar khusus bagi orang-orang yang merasakan nikmat ar-rohman.
Penjelasan : alhamdulillah
Kalimat (alhamdu lillah), memberitahukan bahwa semua yang namanya puji hanyalah milik Alloh, bukan hanya memberitahukan saja, akan tetapi maksudnya memanjatkan pujian kepada Alloh. hal ini termasuk dalam qo’idah, dan juga kalau dibawa pada 'fan' ilmu 'ma’ani bilaghoh', ungkapan kalimah alhamdu lillah itu begini:
◄Ungkapan pemberitahuan puji, akan tetapi isinya memanjatkan puji►
Perbedaan antara lapad basmalah dengan hamdalah, yakni basmalah sebagai (ibtida haqiqi: pembuka yg sesunggunya), sedangkan lapad hamdalah sebagai (ibtida idhofi: pembuka yg disandarkan pada kalimah basmalah).
Adapun yang namanya puji terbagi atas 4 bagian, yaitu:
1. Qodimun liqodimin: yaitu puji Alloh terhadap dzatnya sendiri, seperti firman Alloh dalam Al-Qur’an:
◄Dan Dialah Dzat yang maha tinggi lagi maha agung►
2. Qodimun lihaditsin: yaitu puji Alloh terhadap makhlukNya, seperti firman Alloh dalam Al-Qur’an:
◄Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga `Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing)►
(Qs 3 Ali Imran: 33)
3. Haditsun liqodimin: yaitu puji makhluk terhadap Alloh, seperti makhluk membaca hamdalah.
4. Haditsun lihaditsin: yaitu puji makhluk terhadap sesama makhluk, seperti Rosululloh memberi gelar atau titel (ash shidqu: orang yg benar) kepada sohabatNya Abu Bakar dengan titel Abu Bakar as-Sidqu.
Alasan mushonnif membaca hamdalah.
● Pertama, ittiba (mengikuti jejak) rosul, yang terlahir dari sebuah hadits:
◄Ber-akhlaklah seperti akhlak Alloh►
● Kedua, amalan bilhadits,
◄Setiap perkataan yang tidak dimulai dengan membaca hamdalah, maka perkataan tersebut cacar/corob (penyakit kulit)►
dikatakan pula dalam hadits:
◄Sesungguhnya Alloh itu menyenangi pujian, pujian kepada Alloh adalah arah-arah diberinya pahala pada orang yang memuji kepada Alloh►
Jadi hikmahnya si hamba memuji kepada Alloh, yakni bahwa Alloh akan memberi pahala kepada orang yang memuji terhadapNya, serta dengan pujian tersebut menjadikan penglihatanNya kepada si hamba dengan penglihatan rohmat, serta menjadikan pahala simpanan bagi si hamba diakhirat nanti.
dikatakan pula dalam hadits:
◄Adapun memuji Alloh akan menjadikan keselamatan nikmat dari hilangnya nikmat►
Penjelasan : robbil ‘alamin
Ungkapan kalimah (Robbi) maknanya lebih luas dibandingkan dengan kalimat (Milku) atau (Maula), karena kalimat Robbi maknanya mencakup penciptaan, memiliki, menguasai, mengurus dan juga mengatur.
Sedangkan kalimat (Al-Alamin), menunjukan pada setiap yg namanya alam, seperti alam sadar, alam bawah sadar, alam rahim, alam mulki, alam malakut, alam jabarut, alam hissi alam maknawi, alam dunia, alam akhirat dst.
Penjelasan : washsholatu wassalamu
Ungkapan kalimat Sholawat dan Salam apabila dihubungkan:
● Dari Alloh, kedudukannya menjadi rohmat (kesejahteraan) untuk Nabi.
● Dari Malaikat, kedudukannya menjadi istighfar (permintaan ampunan) untuk Nabi.
● Dari orang Mukmin, kedudukannya menjadi du’a (permintaan harapan yg tulus), agar senantiasa rohmat dan keselamatan Alloh selamanya tercurah kan untuk Nabi. Contoh ungkapan du’a:
◄Ya Alloh semoga kesejahteraan dan keselamatan senantiasa selamanya tercurah kepada penghulu kami, ya’ni Nabi Muhammad saw►
Kalimat Sholawat dan Salam adalah:
◄Ungkapan pemberitahuan (sholawat), akan tetapi isinya memanjatkan sholawat►

Firman Alloh dalam Al-Qur’an:
◄Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bersholawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersholawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya►
(Qs 33 Al-Ahzab: 56)
Penjelasan : faqiru rohmata robbihi
Setiap makhluk Alloh, pasti membutuhkan rohmatNya, dan tingkatan orang yg membutuhkan rohmatNya diantaranya ialah:
● 1. Orang yg tidak percaya dirinya membutuhkan rohmatnya Alloh, malahan merasa dirinya kaya, Alloh-lah yg butuh, firman Alloh dalam Al-Qur’an:
◄Sesungguhnya Allah telah mendengar perkatan orang-orang yang mengatakan: "Sesunguhnya Allah miskin dan kami kaya.►
(Qs 3 Ali Imron: 181)
● 2. Orang yg percaya dirinya membutuhkan rohmatnya Alloh, akan tetapi tidak merasakan atas kebutuhannya. mereka adalah tingkatan orang beriman.
● 3. Orang yg percaya dirinya membutuhkan rohmatnya Alloh serta merasakan dirinya sangat membutuhkanya, inilah tingkatan orang mukmin haqqul yaqin. Nah nomor dua dan tiga sejalan dengan firman Alloh dalam Al-Qur’an:
◄Maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam►
(Qs 3 Ali Imron: 97)
Yang menyusun kitab ini dalam ungkapan (faqiru rohmata robbihi) termasuk golongan yg ketiga. Dan juga dalam ungkapan (faqiru rohmata robbihi) diakuinya oleh mushonnif robb dirinya saja tidak disebut robb alam (memisahkan diri), dengan kata lain hanya sekedar antara dirinya dengan Alloh, serta sedang merasakan haq rububuyyah yang ada dalam dirinya, dan merasakan haq ubudiyyahnya, yakni haq pribadi diri yang ada dalam dirinya.
● Haq Rububiyyah:
Setiap keberadaan selain seluruh anggota badan seperti ilmu, wibawa, harta-benda, pamili dll.
● Haq Ubudiyyah:
Seluruh anggota badan yang keluar dari rahim Ibu, yg membentang bagaikan mayit, atau pribadi yang wajib dibuktikan kepada Alloh.
Penjelasan : al khobiru
◄Ialah sipat yang mengetahi terhadap dalam-dalamnya segala perkara►
Yakni yang mencakup semua perkara yang (dhohir), yang (wujud aqli), atau yang (wujud hissi) (yang belum dhohir)
(Al khobiru) yaitu salah satu sipat Aloh yang tidak dijadikan sipat 20 oleh ahli aqo’id iman, karena sudah terliputi oleh sipat ilmu serta bashor-nya Alloh, setiap yg diwaspadai oleh Alloh pasti kelihatan dan diketahui oleh Alloh, cuma perbedaannya hanya untuk perkara yang (mumkinul wujud), yakni perkara yang akan ada tapi belum ada. Dan kontaknya sipat (al khobiru)-nya Alloh (tanjizi hadits), sedangkan kontaknya sipat ilmu-nya Alloh (tanjizi qodim).
Penjelasan : albashiru
(Albashiru) adalah salah satu sipat Alloh, yang melihat dengan sipat bashor-nya Alloh terhadap perkara yang maujud walaupun belum ter-(idrok = diketemukan).
Adapun ta’aluq-nya sipat bashor-nya Alloh pada perkara yang maujudat, yaitu wajibul wujud, atau mumkinul wujud.
Penjelasan : dzu taqtsiri = merasa gegabah
Kalau berkata (dzu taqtsiri) ingin disebut tawadlu, itu namanya riya', tapi kalau berkata (dzu taqtsiri) karena benar-benar merasa gegabah dalam ibadah kepada Alloh, dialah (khosyi'an mutawadi'an rofi'a darojatihi indalloh) orang khusu’ serta tawadlu yang terangkat derajatnya disisi Alloh.
Penjelasan : tholaba minni
Disini mushonnif menerangkan asal mulanya mengarang kitab tijan ini, yang diawali oleh sebuah permohonan sebagian saudara muslim, yang meminta dirinya untuk menuliskan sebuah kitab kecil yang mencakup sipat Alloh dan sipat Rosul.
Oleh karenanya hasil ilmu dengan cara diminta akan lebih intim dan lebih penting serta lebih bermanfaat. Ada keterangan begini bunyinya:
◄Adapun yang namanya ilmu itu bagaikan gudang yang dikunci, adapun alat untuk membukanya ialah permintaan dan pertanyan►
Penjelasan : ba’dlul ikhwani
Kalimat (ba’dlul ikhwani jama') dari lapad (akhun) maksudnya ialah saudara seagama, seperti firman Alloh dalam alqur’an:
◄Sesungguhnya orang-orang mu'min adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu►
(Surat 49 Al-Hujuraat:10)
Dalam istilah kitab, kalau saudara satu turunan, biasanya memakai kata (jama’ ikhwatun) untuk laki-laki, sedangkan kalau untuk perempuan biasanya menggunakan kata (akhwatun), kalau untuk saudara seagama biasa menggunakan kata (ikhwanun).**********
Semoga Alloh memberi kemaslahatan kepadaku dan kepada saudaraku pada tingkah dan kelakuan, agar supaya saya menuliskan untuk sebagian saudaraku itu, satu risalah (lembaran buku) yang kecil yang meliputi sipat-sipat ketuhanan serta sipat-sipat berlawanannya, dan perkara yang wenang dalam haqnya Alloh ta’ala. Dan juga pada perkara yang wajib dalam haqnya para rosul serta pada perkara yang mustahil didalam haqnya para rosul semua, dan juga pada perkara yang wenang di para rosul. Oleh karenanya, maka aku penuhi permintaan ba’dul ikhwan untuk mengarang kitab kecil ini. Selanjutnya aku memohon taufiq kepada Alloh.
Wajib kepada setiap mukallaf, ialah mengenal pada perkara yang wajib didalam haqnya Alloh ta’ala, dan perkara yang mustahil, serta perkara yang wenang
Penjelasan : ashlahallohu
Kalimat yang diatas merupakan jumlah (mu’taridhoh) artinya pembatas antara (fi’il) dan (maf’ul), antara (tholaba) dan (an aktuba), Nah inilah yang disebut jumlah (du’a'iyyah), karena mushonnif sengaja menyelipkan dengan du’a (ashlahallohu li walahum) secara minimal satu kali memenuhi dari ayat (fa'ashlihu baina akhwaikum), karenanya, paling sedikit menjalin persaudaraan itu dengan du’a.
Perkara yang diminta oleh (ba’dlul ikhwan), tiada lain agar aku (kata syeh Ibrohim) menulis kitab kecil yang meliputi sipat-sipat ketuhanan, semuanya ada 20 sipat:
  1. Wujud arti secara harfiyyah: ada
  2. Qidam arti secara harfiyyah: pemula, hal yg dahulu kala
  3. Baqo’ arti secara harfiyyah: kekal
  4. Mukholafatu lilhawaditsi arti secara harfiyyah: berbeda dengan yang baru
  5. Qiyamuhu binafsihi arti secara harfiyyah: berdiri sendiri
  6. Wahdaniyyat arti secara harfiyyah: tunggal
  7. Qudrot arti secara harfiyyah: kuasa
  8. Irodat arti secara harfiyyah: berkehendak
  9. ‘Ilmu arti secara harfiyyah: mengetahui
  10. Hayyat arti secara harfiyyah: hidup
  11. Sama' arti secara harfiyyah: mendengar
  12. Bashor arti secara harfiyyah: melihat
  13. Kalam arti secara harfiyyah: berkata
  14. Qodiron arti secara harfiyyah: yang kuasa
  15. Muridan arti secara harfiyyah: yang berkehendak
  16. ‘Aliman arti secara harfiyyah: yang mengetahui
  17. Hayyan arti secara harfiyyah: yang hidup
  18. Sami’an arti secara harfiyyah: yang mendengar
  19. Bashiron arti secara harfiyyah: yang melihat
  20. Mutakalliman arti secara harfiyyah: yang berkata
Adapun sipat-sipat yang belawanannya ada 20 sipat:
  1. ‘Adam arti secara harfiyyah: tiada
  2. Huduts arti secara harfiyyah: baru
  3. Fana’ arti secara harfiyyah: ruksak
  4. Mumatsalatu lil hawaditsi arti secara harfiyyah: serupa dengan yang baru
  5. Ihtiyaju arti secara harfiyyah: butuh
  6. Ta’addud arti secara harfiyyah: berbilang (lebih bilangannya)
  7. ‘Ajzu arti secara harfiyyah: lemah (tak berdaya)
  8. Karohah arti secara harfiyyah: terpaksa
  9. Jahlu arti secara harfiyyah: bodoh
  10. Mautu arti secara harfiyyah: mati
  11. Shomam arti secara harfiyyah: tuli
  12. ‘Umyun arti secara harfiyyah: lolong / buta
  13. Bukmun arti secara harfiyyah: bisu
  14. ‘Ajizan arti secara harfiyyah: yang lemah (tak berdaya)
  15. Karihan arti secara harfiyyah: yang terpaksa
  16. Jahilan arti secara harfiyyah: yang bodoh
  17. Mayyitan arti secara harfiyyah: yang mati
  18. Ashomma arti secara harfiyyah: yang tuli
  19. ‘A’ma’ arti secara harfiyyah: yang lolong
  20. Abkama arti secara harfiyyah: yang bisu
Sedangkan perkara yang wenang dalam haqnya Alloh ta’ala jumlahnya cuma ada satu, yaitu:
◄Mengerjakan atau meninggalkannya, pada setiap perkara yang MUMKIN adanya►
Penjelasan : ma yajibu fi haqqir rusuli
Adapun perkara yang wajib didalam haqnya para rosul, semuanya ada empat, diantaranya:
  1. Sidiq arti secara harfiyyah: benar
  2. Amamnah arti secara harfiyyah: terpercaya
  3. Fathonah arti secara harfiyyah: pintar = mahir (cepat mengerti)
  4. Tabligh arti secara harfiyyah: menyampaikan
Adapun jumlahnya sipat yang mustahil didalam haqnya para rosul ada empat, yaitu:
  1. Kidbu arti secara harfiyyah: dusta = bohong
  2. Khiyanat arti secara harfiyyah: khiyanat (tidak jujur)
  3. Biladah arti secara harfiyyah: dungu = bodoh
  4. Kitmani arti secara harfiyyah: menyembunyikan
Adapun perkara yang wenang didalam haqnya para rosul, jumlahnya hanya satu, yaitu:
◄Yaitu sipat kamanusaan►
Nah itulah yang diminta oleh (ba’dul ikhwan), didalam risalah ini. Sehubungan dengan adanya permintaan untuk menulis susunan tentang ilmu yang berkaitan dengan ketuhanan dan kerosulan, baik perkara yang wajib, mustahil ataupun yang wenang, maka syekh imam Albajuri memenuhi permintaannya.
Penjelasan.
Dalam kalimat (wabillahi taufiq), adalah merupakan suatu pernyataan:
◄Tiada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Alloh yang maha tinggi dan maha agung►
Penjelasan : yajibu
Yang namanya wajib disini ada beberapa bagian, diantaranya yaitu :
● Wajib menurut hukum syara’
● Wajib menurut hukum ushul fiqih
● Wajib menurut hukum aqli
● Wajib menurut hukum adi (adat)
Nah dalam kalimat (wajib) disini, yaitu wajib menurut hukum syara’ (bagian fiqih).
Definisi wajib menurut hukum syara’, yaitu:
◄Suatu perkara yang mana Alloh telah menjanjikan kepada orang yang mengerjakannya dengan pahala, dan Alloh telah menjanjikan kepada orang yang meninggalkannya dengan siksaan►
Dikarenakan ma’rifat diwajibkan menurut hukum syara’, maka pasti akan dapat pahala serta terpenuhi syarat sahnya syahadat bagi orang yang ma’rifat, sebaliknya pasti akan dikenakan siksaan dan tidak akan sah syahadatnya bagi orang yang tidak ma’rifat.
Yang keduanya ada yang namanya (wajib) menurut ushul fiqih, namanya (Ijab)
Definisi wajib menurut ushul fiqih, yaitu:
◄Mencari pekerjaan yang pasti►
Adapun yang mewajibkan ma’rifat, karena ada perintah didalam alqur’an, yang begini bunyinya:
◄Hai manusia, bertauhidlah kamu sekalian kepada robb kalian, Yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa►
(Surat 2 Al-Baqarah: 21)
● Lapad (u’budu), ialah mencari i’tiqod yang pasti, hal ini sebagai bukti dan petunjuk pada perkara yang wajib.
● Lapad (u’budu), maksudnya ialah menunjukan suatu perintah kepada setiap yang namanya manusia, untuk bertauhid serta ma’rifat kepada robb, karena dalam ayat tersebut diatas yang (di-khithoban) diajak dialog adalah yang namanya (annas) manusia. Maka tidak sah kalau di-khithoban (ibadah) kalau belum bertauhid dulu. Tapi kalau andai kata ayat yang diatas tersebut menggunakan kalimat (ya ayyuhal ladzina amanu), maka sah kalau di-khithoban untuk (ibadah), karena sudah berada dalam keadaan iman.
● Lapad (robbakum) disipati dengan kalimat (alladzi kholaqokum), kalimat ini menunjukan bahwa ma’rifat itu diharuskan dengan menggunakan dalil.
Yang ketiga wajib menurut hukum (aqli=akal) dan hukum (adi=adat), nah wajib inilah yang ada hubungannya dengan ilmu aqo’id iman, atau yang ada hubungannya dengan bahasan yang ada dalam kitab ini.
Penjelasan : ala kulli mukallafin
Pertama, dalam bahasanya menggunakan kata (ala) bukan dengan kata ( li ), menunjukan (wujub) bukan (hasan), Oleh karena itu maka wajib yang tidak bisa ditawar lagi, berbeda dengan haq, ini masih bisa ditawar, gugur karena ridlo, gugur karena bodoh.
Yang kedua, ditambah lagi dengan kata (kulli), ini menunjukan pada:
Maksudnya ialah, setiap bagian dari jenisnya mukallaf wajib ma’rifat, lelaki, perempuan, bangsa dan suku apa saja, dimana saja berada, baik tahapan rendah, pinpinan, awam atau ulama, wajib mengenal Alloh.
Yang ketiga, ditambahan lagi dengan kalimat (mukallafin), artinya yaitu orang yang telah dibebani oleh perintah hukum syara’. Tandanya, yaitu sudah balig serta punya akal, iman atau tidak iman, tetap dikenakan wajib ma’rifat. Kalimat (mukallafin) lapadnya (am=umum), nah oleh karena umum, maka orang kafir disiksa kalau tidak ma’rifat.
Penjelasan : an ya’rifa
Bilamana (fi’il mudlore) kemasukan / disisipi (an masdariyyah) kedudukan makna dan (tarkiban)-nya sama seperti (masdar), disini kedudukan (an ya'rifa) jadi (fa’il) maknanya sama dengan (alma’rifat).
Kata (ma’rifat) dalam tauhid sebagaimana definisi dalam ilmu tashowwuf, kata ma’rifat dalam ilmu tashowwuf yaitu iman tingkatan (arifin ilmul yaqin), (ainul yaqin), (haqqul yaqin).
Kata ma’rifat dalam aqo’id iman bukan sekedar mengetahui, bukan sekedar percaya, yang tahu namanya ilmu, yang percaya namanya iman, tetapi yang nama ma’rifat melebihi tahu serta melebihi percaya, nah itu mutlaknya iman.
Pertama.
Adapun definisi ma’rifat dalam aqo’id iman, ialah:
◄Penemuan tekad yang pasti, sekira-kira tidak disertai keraguan►
● Kalimat yang ada hubungannya dengan kata (idrokun), dintaranya yaitu:
● Khoyali, yaitu bayangan jiwa yang belum sampai pada tingkah kepercayaan.
● Wahmun, yaitu sekilas bayangan kepercayaan yang kurang dari lima puluh persen.
● Syak, yaitu iman, kepercayaan lima puluh persen.
● Dhon, nyaitu iman, kepercayaan yang disertai sangkaan yang kuat yang melebihi dari lima puluh persen, tapi kurang dari seratus persen.
● Yaqin, yaitu termasuk dalam idrokun jazimun. ini yakin yang seratus persen.
Apabila, umpamanya kemarin (jazim), sekarang tidak (jazim), maka dimualai dari sekarang hingga sebelum (jazim) tidak sah imannya, hukumnya murtad.
Kedua.
Selanjutnya mesti (muwafiqun lilwaqi'i), maksudnya ialah perkara yang ditekadkannya mesti sesuai dengan buktinya. Seumpama tekadnya (idrokun jazimun). Imannya kepada Alloh, tapi perkara yang ditekadinya tidak sesuai dengan buktinya, atau tidak sesuai dengan sipat-sipat ketuhanan, menurut ahli sunnah, bukan ma’rifat tapi kupur hukumnya, seperti tekadnya kafir (mujassimah) dengan nekadkan (jazim) atas adanya Alloh, tapi Alloh yang ia tekadkan yang bersemayan dalam dirinya sendiri. Atau seperti tekadnya kafir (fulasifah) yang menekadkan akan adanya Alloh dengan (jazim), tapi yang ia tekadkan bahwa Alloh yang bersemayan didalam alam.
Atau menekadkan dengan (jazim) bahwa Muhammad itu rosululloh (utusan Alloh), sedangkan muhammad yang ia akui bukan muhammad bin abdulloh, tapi misalnya (mim ~ ha ~ mim ~ dal) misalkan, (Mim)-nya kepala, (Ha)-nya tangan, (Mim)-nya perut, (Dal)-nya kaki.
Ketiga.
Selanjutnya harus (nasyi’un an dalilin), artinya harus timbul dari dalil, dalil itu terbagi atas dua bagian:
  1. Dalil tafshili, yaitu dalil yang mendalam serta mendetil, dalil yang ini bisa untuk menyerang atau menghancurkan aqidah yang batal. Pandangan hukum syara’ terhadap dalil tafshili, para ulama berpendapat bahwa hukumnya fardlu kifayah.
  2. Dalil ijmali, ulama ittifaq bahwa hukumnya adalah fardlu ain terhadap dalil ijmali. serta dimasukan kedalam syarat ma’rifat.
Ulama mujtahidin terhadap hukum syara’nya terbagi menjadi lima pendapat:
  • Qoul yang pertama, golongan Imam Sanusi dan Imam Ibnul Arobi berpendapat bahwa ma’rifat tidak dengan dalil, maka hukumnya tidak sah imannya, baik orang pintar atau orang bodoh, kapir hukumnya.
  • Qoul anu kedua, ma’rifat tidak dengan menggunakan dalil, sah imannya, baik cerdas ataupun bodoh, Cuma maksiat.
  • Qoul yang ketiga, ma’rifat tidak disertai dengan dalil untuk orang yang bodoh, sah imannya serta tidak maksiat, untuk orang yang cerdas sah imannya tapi dosa, qoul yang ketiga ini dibuat sandaran oleh ahli aqo’id, serta sah disebarkannya.
  • Qoul yang keempat, ma’rifat tidak disertai dalil, tidak berdosa seumpamanya taqlid pada qur’an dan hadits yang mutawatir.
  • Qoul yang kelima, ma’rifat tidak disertai dalil, sah imannya serta tidak berdosa, malah haram memikirkannya dalil, seumpama dalilnya tercampuri (fulasifah).
Penjelasan : ma yajibu
Maksudnya kata (ma) disini, yaitu perkara yang menunjukan pada macam-macam sipat yang dua puluh yang wajib adanya di Alloh yang wajib dima’rifatkannya, penjelasannya insya alloh yang akan datang.
Kata wajib disini maksudnya wajib aqli bukan wajib syar’i bukan wajib ‘adi.
Adapun definisinya wajib menurut akal, yaitu:
◄Perkara yang tergambarkan oleh akal ghorizi adanya perkara tersebut. Dan tidak tergambarkan oleh akal ghorizi tidak adanya itu perkara►
(Yakni perkara yang pasti adanya mustahil tidak adanya)
Adapun yang namanya aqal terbagi tiga bagian:
● Aqal thobi’i, yaitu akalnya binatang yang tidak tahu tentang robb.
● Aqal ghorizi, yaitu akalnya manusia yang bisa memisahkan antara haq dan batil, Dan mengetahui serta paham atas keagungan Robb.
● Aqal ruhani, yaitu akal yang bisa menyaksi terhadap (af’al), (asma’), (sipat) dan (dzat) Alloh.
Yang dimaksud oleh wajib menurut hukum aqli, bukan dari pertama adanya akal, atau bukan dimana akal tidak ada terus wajibnya hilang, tapi maksudnya pasti selalu ada selamanya, cuma akal yang menemukannya.
Aqli:
Adapun hukum aqal, yaitu menetapkan perkara yang lain, atau meniadakan perkara yang lain, serta bukan pengaturan Alloh, serta bukan karena ukuran penemuan. Seperti menetapkan adanya suatu pekerjaan, menandakan bahwa pasti adanya (orang) yang punya pekerjaan.
Hukum aqal itu ada tiga:
  1. Wajib.
  2. Mustahil.
  3. Wenang.
Yang namanya hukum, yaitu menetapkan satu perkara pada perkara yang lain, atau meniadakan perkara yang lain, seperti meniadakan perkara yang baru dari Alloh.
Adat.
Hukum adat, yaitu menetapkan perkara yang lain, atau meniadakan perkara dari yang lain, dikarenakan sudah biasa kerap terjadi seperti itu, tetapi sah menyalahinya serta tidak ada bekasnya, seperti menetapkan mesti adanya hangus dalam perkara yang bertemu kena api.
Pekerjaan Alloh didalam adat ada tiga rupa, yaitu:
  • Mewujudkan yang disambung.
  • Mewujudkan yang nyambung.
  • Menyambungkan.
Hukum adat tiga bagian, yaitu:
  • Wajib.
  • Mustahil.
  • Wenang.
Wajib.
Adapun yang namanya wajib menurut adat, yaitu yang mesti adanya, tak mengerti oleh adat dalam tiadanya, dikarenakan sudah biasa kerap terjadi seperti itu, tapi sah menyalahinya serta tidak ada bekasnya, seperti menetapkan mesti adanya hangus dalam perkara yang bertemu kena api.
Mustahil.
Adapun yang namanya mustahil menurut adat, yaitu yang mesti tiadanya, tidak mengerti oleh adat dalam tiadanya, dikarenakan sudah biasa kerap terjadi seperti itu, tapi sah menyalahinya serta tidak ada bekasnya, seperti mesti tidak ada hangus dalam perkara yang bertemu api-tidak kena.
Wenang.
Adapun yang namanya wenang menurut adat, yaitu mengerti ada dan tiadanya itu terpikirkan, dikarenakan sudah biasa kerap terjadi seperti itu, tapi sah menyalahinya serta tidak ada bekasnya, seperti berjualan, ada rugi ada untung.
Hukum adat wajib syar’i untuk dijaga dan dihormat.
Alloh berfirman:
◄Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya►
(Surat 2 Al-Baqarah: 286)
Menurut ushul fiqih:
◄Hukum adat dipakai sebagai landasan hukum syara’►
Serta Alloh memperkuat dengan firmannya:
◄Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik►
(Surat 2 Al-Baqarah: 195)
Adapun yang memperkuat bahwa adat tidak membawa bekas, yaitu firman Alloh dalam alqur’an:
◄Katakanlah: "Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami►
(Surat 9 At-Taubat: 51)
(Yakni seperti makan tak membuat kenyang, kenyang bukan karena hasil makan, tapi Alloh yang mengadakan makan serta membuat kenyang, makan dan kenyang adalah suatu ketentuan Alloh)
◄Dan Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu►
(Surat 37 Ash-Shaaffaat: 96)
Persambungan adat.
Nyambungnya adat itu ada empat, yaitu:
  • Ada ke ada, contohnya : adanya makan, maka kenyang ada.
  • Ada ke tidak ada, contohnya : adanya makan, maka lapar tidak ada.
  • Tidak ada ke tidak ada, contohnya : tidak ada makan, maka kenyang tidak ada.
  • Tidak ada ke ada, contohnya : tidak adanya makan, maka lapar ada.
Adapun yang namanya adat ketika bertemu dengan sabab dan musabab, maka sah menyalahinya serta tidak ada bekasnya. Karena terjadinya semua keadaan, bukan karena “sebab”, tetapi terjadinya semua itu oleh Alloh ta’ala, Insya Alloh penjelasannya ada dalam sipat wahdaniyyat.
Penjelasan : fi haqqihi ta’ala
Sipat dua puluh haq Alloh bukan sesuatu yang ditangguhkan terhadap keputusan para mujtahidin, serta bukan haq yang ditangguhkan terhadap perkataannya para rosul, serta bukan haq yang ditangguhkan terhadap adanya alam. Walaupun sama sekali ia Alloh tidak menciptakan makhluk, akan tetapi ia Alloh tetap tersipati oleh sipat dua puluh.
Adanya sipat dua puluh yang ada di Alloh, ia tidak tergantung atas ditetapkannya atau dipercaya oleh makhluk, andaikata semua makhluk tidak ada yang iman terhadap sipat yang dua puluh yang ada di Alloh, maka tetap ia Alloh tersipati oleh sipat dua puluh, sebagaimana firmanNya dalam alqur’an:
◄Dan jika kamu kafir, (maka kekafiran itu tidak merugikan Allah sedikitpun) karena sesungguhnya apa yang di langit dan di bumi itu adalah kepunyaan Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana►
(Surat 4 An-An-Nisaa’: 170)
Ayat yang diatas memberitahukan bahwasannya dzat Alloh tidak membutuhkan apa-apa. dikarenakan sipat dua puluh haq Alloh, Yakni tidak ada yang mempunyai sipat dua puluh kecuali Alloh, maka mustahil makluk tersipati oleh sipat dua puluh, seumpamanya ada makhluk menyerupai sipat dua puluh, kesamaannya cuma sekedar dalam sebutan saja (tasybih tasmiyyah), karena pada hakikatnya (mukholafah = berbeda), contohnya Alloh kuasa, raja-pun kuasa, kekuasaan Alloh tidak akan sama dengan kekuasaan raja.
Penjelasan : wa ma yastahilu
Maksud kata (ma) disini, yaitu perkara yang wajib dima’rifatkan bagian kedua, yaitu berbagai waranaan sipat yang mustahil di Alloh, tidaklah cukup ma’rifat terhadap perkara yang wajib di Alloh saja, kalau tidak mema’rifatkan terhadap rincian sipat yang mustahil di Alloh.Adapun penjelasannya Insya Alloh yang akan datang.
Adapun definisinya Mustahil menurut aqli, yaitu:
◄Perkara yang tidak tergambarkan oleh akal ghorizi akan adanya, dan tergambarkan oleh akal ghorizi akan tidak adanya►
Penjelasan : wa ma yajuzu
Maksudnya kata (ma) disini, yaitu perkara yang wajib dima’rifatkan bagian yang ketiga, yaitu pada sipat yang (wenang) di Alloh, tidaklah cukup ma’rifat dengan ma’rifat yang wajib di Alloh dan yang mustahil di Alloh saja seumpama tidak ma’rifat terhadap sipat yang (wenang) di Alloh.
Adapun jumlahnya sipat wenang di Alloh cuma satu yaitu:
◄Berbuat pada setiap perkara yang mumkin/mungkin, atau meninggalkanya►
(Mumkin) disini bukan (Mumkin) menurut hukum syara’, juga bukan menurut hukum adat, tapi (Mumkin) menurut hukum akal. Kalau mumkin menurut hukum syara’, yaitu menceritakan pada perkara yang dikerjakan dan tidak dikerjakan, atau tidak diberi pahala dan tidak disiksa.
(Mumkin) menurut hukum adat, yaitu kadangkala ada, kadangkala tiada, seperti nyalanya lampu dan matinya lampu.
Definisinya (Mumkin) menurut hukum akal, yaitu:
◄Perkara yang tergambarkan oleh akal ghorizi adanya dan tidak adanya►
Maksudnya, (Mumkin) adanya dan (Mumkin) tiadanya, walaupun hal tersebut yang dilarang oleh hukum syara’, seperti adanya kufur, atau yang lainnya seperti dibakar tidak hangus. Nah ini semuanya hal yang (Mumkin) di Alloh. Insya Alloh penjelasannya yang akan datang.

Minggu, 28 September 2014

Terjemahan Kitab Safinah



Terjemahan Kitab Safinah
بسم الله الرحمن الرحيم

(Muqoddimah)

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Segala puji hanya kepada Allah Tuhan semesta alam, dan kepadaNya jualah kita memohon pertolongan atas segala perkara dunia dan akhirat. Dan shalawat serta salamNya semoga selalu tercurah kepada baginda Nabi Besar Muhammad SAW Penutup para nabi, juga terhadap keluarga, sahabat sekalian. Dan tiada daya upaya kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Perkasa.

(BAB I)
“Aqidah”
(Fasal Satu)


Rukun Islam ada lima perkara, yaitu:

1. Bersaksi bahwa tiada ada tuhan yang haq kecuali Alloh Subhaanahu wa Ta'aala dan Nabi Muhammad Sholalloohu 'Alayhi wa Sallam adalah utusanNya.

2. Mendirikan sholat (lima waktu).

3. Menunaikan zakat
.
4. Puasa Romadhan.
5. Ibadah haji ke baitullah bagi yang telah mampu melaksanakannya.

(Fasal Dua)

Rukun iman
ada enam, yaitu:
1. Beriman kepada Alloh Subhaanahu wa Ta'aala.
2. Beriman kepada sekalian Mala’ikat
3. Beriman dengan segala kitab-kitab suci.
4. Beriman dengan sekalian Rosul-rosul.
5. Beriman dengan hari kiamat.
6. Beriman dengan ketentuan baik dan buruknya dari Alloh Subhaanahu wa Ta'aala.

(Fasal Tiga)

Adapun arti “La ilaha illah”, yaitu: Tidak ada Tuhan yang berhak disembah dalam kenyataan selain Alloh.

(BAB II)
Penjelasan Tentang Thoharoh

(Fasal Satu)

Adapun tanda-tanda balig (mencapai usia remaja) seseorang ada tiga, yaitu:
1. Berumur seorang laki-laki atau perempuan lima belas tahun.
2. Bermimpi (junub) terhadap laki-laki dan perempuan ketika melewati sembilan tahun.
3. Keluar darah haidh sesudah berumur sembilan tahun .

(Fasal Dua)

Syarat boleh menggunakan batu untuk beristinja ada delapan, yaitu:
1. Menggunakan tiga batu.
2. Mensucikan tempat keluar najis dengan batu tersebut.
3. Najis tersebut tidak kering.
4. Najis tersebut tidak berpindah.
5. Tempat istinja tersebut tidak terkena benda yang lain sekalipun tidak najis.
6. Najis tersebut tidak berpindah tempat istinja (lubang kemaluan belakang dan kepala kemaluan depan) .
7. Najis tersebut tidak terkena air .
8. Batu tersebut suci.

(Fasal Tiga)

Rukun wudhu ada enam, yaitu:
1. Niat.
2. Membasuh muka
3. Membasuh kedua tangan serta siku.
4. Menyapu sebagian kepala.
5. Membasuh kedua kaki serta buku lali.
6. Tertib.

(Fasal Empat)

Niat adalah menyengaja suatu (perbuatan) berbarengan (bersamaan) dengan perbuatannya didalam hati.

Adapun mengucapkan niat tersebut maka hukumnya sunnah, dan waktunya ketika pertama membasuh sebagian muka.

Adapun tertib yang dimaksud adalah tidak mendahulukan satu anggota terhadap anggota yag lain (sebagaimana yang telah tersebut).

(Fasal Lima)

Air terbagi kepada dua macam;
  • Air yang sedikit.
  • Dan air yang banyak.

Adapun air yang sedikit adalah air yang kurang dari dua qullah . Dan air yang banyak itu adalah yang sampai dua qullah atau lebih.

Air yang sedikit akan menjadi najis dengan sebab tertimpa najis kedalamnya, sekalipun tidak berubah. Adapun air yang banyak maka tdak akan menjadi najis

(Fasal Enam)

Yang mewajibkan mandi ada enam perkara, yaitu:
1- Memasukkan kemaluan (kepala dzakar) ke dalam farji (kemaluan) perempuan.
2- Keluar air mani.
3- Mati.
4- Keluar darah haidh [datang bulan].
5- Keluar darah nifas [darah yang keluar setelah melahirkan].
6- Melahirkan.

(Fasal Tujuh)

Fardhu–fardhu (rukun) mandi yang diwajibkan ada dua perkara, yaitu:
1- Niat mandi wajib.
2- Menyampaikan air ke seluruh tubuh dengan sempurna.

(Fasal Delapan)

Syarat– Syarat Wudhu` ada sepuluh, yaitu:
1- Islam.
2- Tamyiz (cukup umur dan ber’akal).
3- Suci dari haidh dan nifas.
4- Lepas dari segala hal dan sesuatu yang bisa menghalang sampai air ke kulit.
5- Tidak ada sesuatu disalah satu anggota wudhu` yang merubah keaslian air.
6- Mengetahui bahwa hukum wudhu` tersebut adalah wajib.
7- Tidak boleh beri`tiqad (berkeyakinan) bahwa salah satu dari fardhu–fardhu wudhu` hukumnya sunnah (tidak wajib).
8- Kesucian air wudhu` tersebut.
9- Masuk waktu sholat yang dikerjakan.
10- Muwalat .
Dua syarat terakhir ini khusus untuk da`im al-hadats .

(Fasal Sembilan)

Yang membatalkan wudhu` ada empat, yaitu:
1- Apa bila keluar sesuatu dari salahsatu kemaluan seperti angin dan lainnya, kecuali air mani.
2- Hilang akal seperti tidur dan lain lain, kecuali tidur dalam keadaan duduk rapat bagian punggung dan pantatnya dengan tempat duduknya, sehingga yakin tidak keluar angin sewaktu tidur tersebut
3- Bersentuhan antara kulit laki–laki dengan kulit perempuan yang bukan muhrim baginya dan tidak ada penghalang antara dua kulit tersebut seperti kain dll.
”Mahram”: (orang yang haram dinikahi seperti saudara kandung).
4- Menyentuh kemaluan orang lain atau dirinya sendiri atau menyentuh tempat pelipis dubur (kerucut sekeliling) dengan telapak tangan atau telapak jarinya.

Larangan bagi orang yang berhadats kecil ada tiga, yaitu:
1- Shalat, fardhu maupun sunnah.
2- Thowaaf (keliling ka`bah tujuh kali).
3- Menyentuh kitab suci Al-Qur`an atau mengangkatnya.

Larangan bagi orang yang berhadats besar (junub) ada lima, yaitu:
1- Sholat.
2- Thowaaf.
3- Menyentuh Al-Qur`an.
4- Membaca Al-Qur`an.
5- I`tikaf (berdiam di masjid).

Larangan bagi perempuan yang sedang haidh ada sepuluh, yaitu:
1- Sholat.
2- Thowaaf.
3- Menyentuh Al-Qur`an.
4- Membaca Al-Qur`an.
5- Puasa
6- I’tikaf di masjid.
7- Masuk ke dalam masjid sekalipun hanya untuk sekedar lewat jika ia takut akan mengotori masjid tersebut.
8- Cerai, karena itu, di larang suami menceraikan isterinya dalam keadaan haidh.
9- Jima`.
10- Bersenang – senang dengan isteri di antara pusar dan lutut.

(Fasal Sebelas)

Sebab – Sebab yang membolehkan tayammum ada tiga hal, yaitu:
1- Tidak ada air untuk berwudhu`.
2- Ada penyakit yang mengakibatkan tidak boleh memakai air.
3- Ada air hanya sekedar mencukupi kebutuhan minum manusia atau binatang yang Muhtaram .

Adapun selain Muhtaram ada enam macam, yaitu:
1- Orang yang meninggalkan sholat wajib.
2- kafir Harbiy (yang boleh di bunuh).
3- Murtad.
4- Penzina dalam keadaan Ihshan (orang yang sudah ber’aqad nikah yang sah).
5- Anjing yang menyalak (tidak menta`ati pemiliknya atau tidak boleh dipelihara).
6- Babi.

(Fasal Dua Belas)

Syarat–Syarat mengerjakan tayammum ada sepuluh, yaitu:
1- Bertayammum dengan tanah.
2- Menggunakan tanah yang suci tidak terkena najis.
3- Tidak pernah di pakai sebelumnya (untuk tayammaum yang fardhu).
4- Murni dari campuran yang lain seperti tepung dan seumpamanya.
5- Mengqoshod atau menghendaki (berniat) bahwa sapuan dengan tanah tersebut untuk di jadikan tayammum.
6- Masuk waktu shalat fardhu tersebut, sebelum tayammum.
7- Bertayammum tiap kali sholat fardhu tiba.
8- Berhati – hati dan bersungguh – sungguh dalam mencari arah qiblat sebelum memulai tayammum.
9- Menyapu muka dan dua tangannya dengan dua kali mengusap tanah tayammum secara masing – masing (terpisah).
10- Menghilangkan segala najis di badan terlebih dahulu.

(Fasal Tiga Belas)

Rukun-rukun tayammum ada lima, yaitu:
1. Memindah debu.
2. Niat.
3. Mengusap wajah.
4. Mengusap kedua belah tangan sampai siku.
5. Tertib antara dua usapan.

(Fasal Empat Belas)

Perkara yang membatalkan tayammum ada tiga, yaitu:
1. Semua yang membatalkan wudhu’.
2. Murtad.
3. Ragu-ragu terdapatnya air, apabila dia bertayammum karena tidak ada air.

(Fasal Lima Belas)

Perkara yang menjadi suci dari yang asalnya najis ada tiga, yaitu:
1. Khamar (air yang diperah dari anggur) apabila telah menjadi cuka.
2. Kulit binatang yang disamak.
3. Semua najis yang telah berubah menjadi binatang.

(Fasal Enam Belas)

Macam macam najis ada tiga, yaitu:
1. Najis besar (Mughallazoh), yaitu Anjing, Babi atau yang lahir dari salah satunya.
2. Najis ringan (Mukhaffafah), yaitu air kencing bayi yang tidak makan, selain susu dari ibunya, dan umurnya belum sampai dua tahun.
3. Najis sedang (Mutawassithoh), yaitu semua najis selain dua yang diatas.

(Fasal Tujuh Belas)

Cara menyucikan najis-najis:
Najis besar (Mughallazoh), menyucikannya dengan membasuh sebanyak tujuh kali, salah satunya menggunakan debu, setelah hilang ‘ayin (benda) yang najis.
Najis ringan (Mukhaffafah), menyucikannya dengan memercikkan air secara menyeluruh dan menghilangkan ‘ayin yang najis.
Najis sedang (Mutawassithoh) terbagi dua bagian, yaitu:
1. 'Ainiyyah yaitu najis yang masih nampak warna, bau, atau rasanya, maka cara menyucikan najis ini dengan menghilangkan sifat najis yang masih ada.
2. Hukmiyyah, yaitu najis yang tidak nampak warna, bau dan rasanya, maka cara menyucikan najis ini cukup dengan mengalirkan air pada benda yang terkena najis tersebut.

(Fasal Delapan Belas)

Darah haid yang keluar paling sedikit sehari semalam, namun pada umumnya selama enam atau tujuh hari, dan tidak akan lebih dari 15 hari. Paling sedikit masa suci antara dua haid adalah 15 hari, namun pada umumnya 24 atau 23 hari, dan tidak terbatas untuk masa sucinya. Paling sedikit masa nifas adalah sekejap, pada umumnya 40 hari, dan tidak akan melebihi dari 60 hari.


(BAB III)
“SHALAT”
(Fasal Satu)

Penjelasan Tentang Udzur( ) sholat:
1. Tidur .
2. Lupa.

(Fasal Dua)

Syarat sah shalat ada delapan, yaitu:
1. Suci dari hadats besar dan kecil.
2. Suci pakaian, badan dan tempat dari najis.
3. Menutup aurat.
4. Menghadap kiblat.
2. Masuk waktu sholat.
3. Mengetahui rukun-rukan sholat.
4. Tidak meyakini bahwa diantara rukun-rukun sholat adalah sunnahnya
5. Menjauhi semua yang membatalkan sholat.

Macam-macam hadats: Hadats ada dua macam, yaitu: Kecil dan Besar.
Hadats kecil adalah hadats yang mewajibkan seseorang untuk berwudhu’, sedangkan hadats besar adalah hadats yang mewajibkan seseorang untuk mandi.
Macam macam aurat: Aurat ada empat macam, yaitu:
1. Aurat semua laki-laki (merdeka atau budak) dan budak perempuan ketika sholat, yaitu antara pusar dan lutut.
2. Aurat perempuan merdeka ketika sholat, yaitu seluruh badan kecuali muka dan telapak tangan.
3. Aurat perempuan merdeka dan budak terhadap laki-laki yang ajnabi (bukan muhrim), yaitu seluruh badan.
4. Aurat perempuan merdeka dan budak terhadap laki-laki muhrimya dan perempuan, yaitu antara pusar dan lutut.

(Fasal Tiga)

Rukun sholat ada tujuh belas, yaitu:
1. Niat.
2. Takbirotul ihrom (mengucapkan “Allahuakbar).
3. Berdiri bagi yang mampu.
4. Membaca fatihah.
5. Ruku’ (membungkukkan badan).
6. Thuma’ninah (diam sebentar) waktu ruku’.
7. I’tidal (berdiri setelah ruku’).
8. Thuma’ninah (diam sebentar waktu i’tidal).
9. Sujud dua kali.
10. Thuma’ninah (diam sebentar waktu sujud).
11. Duduk diantara dua sujud.
12. Thuma’ninah (diam sebentar ketika duduk).
13. Tasyahud akhir (membaca kalimat-kalimat yang tertentu).
14. Duduk diwaktu tasyahud.
15. Sholawat (kepada nabi).
16. Salam (kepada nabi).
17. Tertib (berurutan sesuai urutannya).

(Fasal Empat)

Niat itu ada tiga derajat, yaitu:
1. Jika sholat yang dikerjakan fardhu, diwajibkanlah niat qasdul fi’li (mengerjakan shalat tersebut), ta’yin (nama sholat yang dikerjakan) dan fardhiyah (kefardhuannya).
2. Jika sholat yang dikerjakan sunnah yang mempunyai waktu atau mempunyai sebab, diwajibkanlah niat mengerjakan sholat tersebut dan nama sholat yang dikerjakan seperti sunah Rowatib (sebelum dan sesudah fardhu-fardhu).
3. Jika sholat yang dikerjakan sunnah Mutlaq (tanpa sebab), diwajibkanlah niat mengerjakan sholat tersebut saja.

Yang dimaksud dengan qasdul fi’li adalah aku beniat sembahyang (menyenghajanya), dan yang dimaksud ta’yin adalah seperti dzuhur atau asar, adapun fardhiyah adalah niat fardhu.

(Fasal Lima)

Syarat takbirotul ihrom ada enam belas, yaitu:
1. Mengucapkan takbirotul ihrom tersebut ketika berdiri (jika sholat tersebut fardhu).
2. Mengucapkannya dengan bahasa Arab.
3. Menggunakan lafal “Allah”.
4. Menggunakan lafal “Akbar”.
5. Berurutan antara dua lafal tersebut.
6. Tidak memanjangkan huruf “Hamzah” dari lafal “Allah”.
7. Tidak memanjangkan huruf “Ba” dari lafal “Akbar”.
8. Tidak mentaysdidkan (mendobelkan/mengulang) huruf “Ba” tersebut.
9. Tidak menambah huruf “Waw” berbaris atau tidak antara dua kalimat tersebut.
10. Tidak menambah huruf “Waw” sebelum lafal “Allah”.
11. Tidak berhenti antara dua kalimat sekalipun sebentar.
12. Mendengarkan dua kalimat tersebut.
13. Masuk waktu sholat tersebut jika mempuyai waktu.
14. Mengucapkan takbirotul ihrom tersebut ketika menghadap qiblat.
15. Tidak tersalah dalam mengucapkan salah satu dari huruf kalimat tersebut.
16. Takbirotul ihrom ma’mum sesudah takbiratul ihrom dari imam.

(Fasal Enam)

Syarat-syarat sah membaca surat al-Fatihah ada sepuluh, yaitu:
1. Tertib (yaitu membaca surat al-Fatihah sesuai urutan ayatnya).
2. Muwalat (yaitu membaca surat al-Fatihah dengan tanpa terputus).
3. Memperhatikan makhroj huruf (tempat keluar huruf) serta tempat-tempat tasydid.
4. Tidak lama terputus antara ayat-ayat al-Fatihah ataupun terputus sebentar dengan niat memutuskan bacaan.
5. Membaca semua ayat al-Fatihah.
6. Basmalah termasuk ayat dari al-fatihah.
7. Tidak menggunakan lahan (lagu) yang dapat merubah makna.
8. Memabaca surat al-Fatihah dalam keaadaan berdiri ketika sholat fardhu.
9. Mendengar surat al-Fatihah yang dibaca.
10. Tidak terhalang oleh dzikir yang lain.

(Fasal Tujuh)

Tempat-tempat tasydid dalam surah al-fatihah ada empat belas, yaitu:
1. Tasydid huruf “Lam” jalalah pada lafal (الله ).
2. Tasydid huruf “Ra’” pada lafal (( الرّحمن .
3. Tasydid huruf “Ra’” pada lapal ( الرّحيم).
4. Tasydid “Lam” jalalah pada lafal ( الحمد لله).
5. Tasydid huruf “Ba’” pada kalimat (ربّ العالمين ).
6. Tasydid huruf “Ra’” pada lafal (الرّحمن ).
7. Tasydid huruf “Ra’” pada lafal ( الرّحيم).
8. Tasydid huruf “Dal” pada lafal (الدّين ).
9. Tasydid huruf “Ya’” pada kalimat إيّاك نعبد) ).
10. Tasydid huruf “Ya” pada kalimat (وإيّاك نستعين ).
11. Tasydid huruf “Shad” pada kalimat ( اهدنا الصّراط المستقيم).
12. Tasydid huruf “Lam” pada kalimat (صراط الّذين ).
13. Tasydid “Dhad” pada kalimat (ولا الضالين).
14. Tasydid huruf “Lam” pada kalimat (ولا الضالين).


(Fasal Delapan)

Tempat disunatkan mengangkat tangan ketika shalat ada empat, yaitu:
1. Ketika takbiratul ihram.
2. Ketika Ruku’.
3. Ketika bangkit dari Ruku’ (I’tidal).
4. Ketika bangkit dari tashahud awal.

(Fasal Sembilan)

Syarat sah sujud ada tujuh, yaitu:
1. Sujud dengan tujuh anggota.
2. Dahi terbuka (jangan ada yang menutupi dahi).
3. Menekan sekedar berat kepala.
4. Tidak ada maksud lain kecuali sujud.
5. Tidak sujud ketempat yang bergerak jika ia bergerak.
6. Meninggikan bagian punggung dan merendahkan bagian kepala.
7. Thuma’ninah pada sujud.

Penutup:
Ketika seseorang sujud anggota tubuh yang wajib di letakkan di tempat sujud ada tujuh, yaitu:

1. Dahi.
2. Bagian dalam dari telapak tangan kanan
3. Bagian dalam dari telapak tangan kiri.
4. Lutut kaki yang kanan.
5. Lutut kaki yang kiri.
6. Bagian dalam jari-jari kanan.
7. Bagian dalam jari-jari kiri

(Fasal Sepuluh)

Dalam kalimat tasyahud terdapat dua puluh satu harakah (baris) tasydid, enam belas di antaranya terletak di kalimat tasyahud yang wajib di baca, dan lima yang tersisa dalam kalimat yang menyempurnakan tasyahud (yang sunah dibaca), yaitu:
1. “Attahiyyat”: harakah tasydid terletak di huruf “Ta’”.
2. “Attahiyyat”: harakah tasydid terletak di huruf “Ya’”.
3. “Almubarakatusshalawat”: harakah tasydid di huruf “Shad”.
4. “Atthayyibaat”: harakah tasydid di huruf “Tha’”.
5. “Atthayyibaat”: harakah tasydid di huruf “ya’”.
6. “Lillaah”: harakah tasydid di “Lam” jalalah.
7. “Assalaam”: di huruf “Sin”.
8. “A’laika ayyuhannabiyyu”: di huruf “Ya’”.
9. “A’laika ayyuhannabiyyu”: di huruf “Nun”.
10. “A’laika ayyuhannabiyyu”: di huruf “Ya’”.
11. “Warohmatullaah”: di “Lam” jalalah.
12. “Wabarakatuh, assalaam”: di huruf “Sin”.
13. “Alainaa wa’alaa I’baadillah”: di “Lam” jalalah.
14. “Asshalihiin”: di huruf shad.
15. “Asyhaduallaa”: di “Lam alif”.
16. “Ilaha Illallaah”: di “Lam alif”.
17. “Illallaah”: di “Lam” jalalah.
18. “Waasyhaduanna”: di huruf “Nun”.
19. “Muhammadarrasulullaah”: di huruf “Mim”.
20. “Muhammadarrasulullaah”: di huruf “Ra’”.
21. “Muhammadarrasulullaah”: di huruf “Lam” jalalah.

(Fasal Sebelas)

Sekurang-kurang kalimat shalawat nabi yang memenuhi standar kewajiban di tasyahud akhir adalah Alloohumma sholliy ’alaa Muhammad.

(Adapun).harakat tasydid yang ada di kalimat shalawat nabi tersebut ada di huruf “Lam” dan “Mim” di lafal “Allahumma”. Dan di huruf “Lam” di lafal “Shalli”. Dan di huruf “Mim” di Muhammad.

(Fasal Dua Belas)

Sekurang-kurang salam yang memenuhi standar kewajiban di tasyahud akhir adalah Assalaamu’alaikum. Adpun Harakat tasydid yang ada di kalimat tersebut terletak di huruf “Sin”.

(Fasal Tiga Belas)
Waktu waktu shalat.

1. Waktu shalat dzuhur:
Dimulai dari tergelincirnya matahari dari tengah-tengah langit kearah barat dan berakhir ketika bayangan suatu benda menyamai ukuran panjangnya dengan benda tersebut.

2. Waktu salat Ashar:
Dimulai ketika bayangan dari suatu benda melebihi ukuran panjang dari benda tersebut dan berakhir ketika matahari terbenam.

3. Waktu shalat Magrib:
Berawal ketika matahari terbenam dan berakhir dengan hilangnya sinar merah yang muncul setelah matahari terbenam.

4. Waktu shalat Isya
Diawali dengan hilangnya sinar merah yang muncul setelah matahari terbenam dan berakhir dengan terbitnya fajar shadiq. Yang di maksud dengan Fajar shadiq adalah sinar yang membentang dari arah timur membentuk garis horizontal dari selatan ke utara.

5 Waktu shalat Shubuh:
Di mulai dari timbulnya fajar shadiq dan berakhir dengan terbitnya matahari.
Warna sinar matahari yang muncul setelah matahari terbenam ada tiga, yaitu:
Sinar merah, kuning dan putih. Sinar merah muncul ketika magrib sedangkan sinar kuning dan putih muncul di waktu Isya.
Disunnahkan untuk menunda atau mangakhirkan shalat Isya sampai hilangnya sinar kuning dan putih.

(Fasal Empat Belas)

Shalat itu haram manakala tidak ada mempunyai sebab terdahulu atau sebab yang bersamaan (maksudnya tanpa ada sebab sama sekaliseperti sunat mutlaq) dalam beberapa waktu, yaitu:
1. Ketika terbit matahari sampai naik sekira-kira sama dengan ukuran tongkat atau tombak.
2. Ketika matahari berada tepat ditengah tengah langit sampai bergeser kecuali hari Jum’at.
3. Ketika matahari kemerah-merahan sampai tenggelam.
4. Sesudah shalat Shubuh sampai terbit matahari.
5. Sesudah shalat Asar sampai matahari terbenam.

(Fasal Lima Belas)

Tempat saktah (berhenti dari membaca) pada waktu shalat ada enam tempat, yaitu:
1. Antara takbiratul ihram dan do’a iftitah (doa pembuka sesudah takbiratul ihram).
2. Antara doa iftitah dan ta’awudz (mengucapkan perlindungan dengan Allah SWT dari setan yang terkutuk).
3. Antara ta’awudz dan membaca fatihah.
4. Antara akhir fatihah dan ta’min (mengucapkan amin).
5. Antara ta’min dan membaca surat (qur’an).
6. Antara membaca surat dan ruku’.

Semua tersebut dengan kadar tasbih (bacaan subhanallah), kecuali antara ta’min dan membaca surat, disunahkan bagi imam memanjangkan saktah dengan kadar membaca fatihah.

(Fasal Enam Belas)

Rukun-rukun yang diwajibkan didalamnya tuma’ninah ada empat, yaitu:
1. Ketika ruku’.
2. Ketika i’tidal.
3. Ketika sujud.
4. Ketika duduk antara dua sujud.
Tuma’ninah adalah diam sesudah gerakan sebelumnya, sekira-kira semua anggota badan tetap (tidak bergerak) dengan kadar tasbih (membaca subhanallah).

(Fasal Tujuh Belas)

Sebab sujud sahwi ada empat, yaitu:
1. Meninggalkan sebagian dari ab’adhus shalat (pekerjaan sunnah dalam shalat yang buruk jika seseorang meniggalkannya).
2. Mengerjakan sesuatu yang membatalkan (padahal ia lupa), jika dikerjakan dengan sengaja dan tidak membatalkan jika ia lupa.
3. Memindahkan rukun qauli (yang diucapkan) kebukan tempatnya.
4. Mengerjakan rukun Fi’li (yang diperbuat) dengan kemungkinan kelebihan.

(Fasal Delapan Belas)

Ab’adusshalah ada enam, yaitu:
1. Tasyahud awal
2. Duduk tasyahud awal.
3. Shalawat untuk nabi Muhammad SAW ketika tasyahud awal.
4. Shalawat untuk keluarga nabi ketika tasyahud akhir.
5. Do’a qunut.
6. Berdiri untuk do’a qunut.
7. Shalawat dan Salam untuk nabi Muhammad SAW, keluarga dan sahabat ketika do’a qunut.

(Fasal Sembilan Belas)

Perkara yang membatalkan shalat ada empat belas, yaitu:
1. Berhadats (seperti kencing dan buang air besar).
2. Terkena najis, jika tidak dihilangkan seketika, tanpa dipegang atau diangkat (dengan tangan atau selainnya).
3. Terbuka aurat, jika tidak dihilangkan seketikas.
4. Mengucapkan dua huruf atau satu huruf yang dapat difaham.
5. Mengerjakan sesuatu yang membatalkan puasa dengn sengaja.
6. Makan yang banyak sekalipun lupa.
7. Bergerak dengan tiga gerakan berturut-turut sekalipun lupa.
8. Melompat yang luas.
9. Memukul yang keras.
10. Menambah rukun fi’li dengan sengaja.
11. Mendahului imam dengan dua rukun fi’li dengan sengaja.
12. Terlambat denga dua rukun fi’li tanpa udzur.
13. Niat yang membatalkan shalat.
14. Mensyaratkan berhenti shalat dengan sesuatu dan ragu dalam memberhentikannya.

(Fasal Dua Puluh)

Diwajibkan bagi seorang imam berniat menjadi imam terdapat dalam empat shalat, yaitu:
1- Menjadi Imam juma`t
2- Menjadi imam dalam shalat i`aadah (mengulangi shalat).
3- Menjadi imam shalat nazar berjama`ah
4- Menjadi imam shalat jamak taqdim sebab hujan


(Fasal Dua Puluh Satu)

Syarat – Syarat ma`mum mengikut imam ada sebelas perkara, yaitu:
1- Tidak mengetahui batal nya shalat imam dengan sebab hadats atau yang lain nya.
2- Tidak meyakinkan bahwa imam wajib mengqadha` shalat tersebut.
3- Seorang imam tidak menjadi ma`mum .
4- Seorang imam tidak ummi (harus baik bacaanya).
5- Ma`mum tidak melebihi tempat berdiri imam.
6- Harus mengetahui gerak gerik perpindahan perbuatan shalat imam.
7- Berada dalam satu masjid (tempat) atau berada dalam jarak kurang lebih tiga ratus hasta.
8- Ma`mum berniat mengikut imam atau niat jama`ah.
9- Shalat imam dan ma`mum harus sama cara dan kaifiyatnya
10- Ma`mum tidak menyelahi imam dalam perbuata sunnah yang sangat berlainan atau berbeda sekali.
11- Ma`mum harus mengikuti perbuatan imam.


(Fasal Dua Puluh Dua)

Ada lima golongan orang–orang yang sah dalam berjamaah, yaitu:
1- Laki –laki mengikut laki – laki.
2- Perempuan mengikut laki – laki.
3- Banci mengikut laki – laki.
4- Perempuan mengikut banci.
5- Perempuan mengikut perempuan.


(Fasal Dua Puluh Tiga)

Ada empat golongan orang – orang yang tidak sah dalam berjamaah, yaitu:
1- Laki – laki mengikut perempuan.
2- Laki – laki mengikut banci.
3- Banci mengikut perempuan.
4- Banci mengikut banci.


(Fasal Dua Puluh Empat)

Ada empat, syarat sah jamak taqdim (mengabung dua shalat diwaktu yang pertama), yaitu:
1- Di mulai dari shalat yang pertama.
2- Niat jamak (mengumpulkan dua shalat sekali gus).
3- Berturut – turut.
4- Udzurnya terus menerus.


(Fasal Dua Puluh Lima)

Ada dua syarat jamak takhir, yaitu:
1- Niat ta’khir (pada waktu shalat pertama walaupun masih tersisa waktunya sekedar lamanya waktu mengerjakan shalat tersebut).
2- Udzurnya terus menerus sampai selesai waktu shalat kedua.

(Fasal Dua Puluh Enam)

Ada tujuh syarat qasar, yaitu:
1- Jauh perjalanan dengan dua marhalah atau lebih (80,640 km atau perjalanan sehari semalam).
2- Perjalanan yang di lakukan adalah safar mubah (bukan perlayaran yang didasari niat mengerja maksiat ).
3- Mengetahui hukum kebolehan qasar.
4- Niat qasar ketika takbiratul `ihram.
5- Shalat yang di qasar adalah shalat ruba`iyah (tidak kurang dari empat rak`aat).
6- Perjalanan terus menerus sampai selesai shalat tersebut.
7- Tidak mengikuti dengan orang yang itmam (shalat yang tidak di qasar) dalam sebagian shalat nya.


(Fasal Dua Puluh Tujuh)

Syarat sah shalat Jum’at ada enam, yaitu:
1. Khutbah dan shalat Jum’at dilaksanakan pada waktu Dzuhur.
2. Kegiatan Jum’at tersebut dilakukan dalam batas desa.
3. Dilaksanakan secara berjamaah.
4. Jamaah Jum’at minimal berjumlah empat puluh (40) laki-laki merdeka, baligh dan penduduk asli daerah tersebut.
5. Dilaksanakan secara tertib, yaitu dengan khutbah terlebih dahulu, disusul dengan shalat Jum’at.

(Fasal Dua Puluh Delapan)

Rukun khutbah Jum’at ada lima, yaitu:
1. Mengucapkan “الحمد لله” dalam dua khutbah tersebut.
2. Bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW dalam dua khutbah tersebut.
3. Berwasiat ketaqwaan kepada jamaah Jum’at dalam dua khutbah Jum’at tersebut.
4. Membaca ayat al-qur’an dalam salah satu khutbah.
5. Mendo’akan seluruh umat muslim pada akhir khutbah.

(Fasal Dua Puluh Sembilan)

Syarat sah khutbah jum’at ada sepuluh, yaitu:
1. Bersih dari hadats kecil (seperti kencing) dan besar seperti junub.
2. Pakaian, badan dan tempat bersih dari segala najis.
3. Menutup aurat.
4. Khutbah disampaikan dengan berdiri bagi yang mampu.
5. Kedua khutbah dipisahkan dengan duduk ringan seperti tuma’ninah dalam shalat ditambah beberapa detik.
6. Kedua khutbah dilaksanakan dengan berurutan (tidak diselangi dengan kegiatan yang lain, kecuali duduk).
7. Khutbah dan sholat Jum’at dilaksanakan secara berurutan.
8. Kedua khutbah disampaikan dengan bahasa Arab.
9. Khutbah Jum’at didengarkan oleh 40 laki-laki merdeka, balig serta penduduk asli daerah tersebut.
10. Khutbah Jum’at dilaksanakan dalam waktu Dzuhur.

(BAB IV)
“Penjelasan Tentang Jenazah”
(Fasal Satu)

Pertama: Kewajiban muslim terhadap saudaranya yang meninggal dunia ada empat perkara, yaitu:
1. Memandikan.
2. Mengkafani.
3. Menshalatkan (sholat jenazah).
4. Memakamkan .

(Fasal Kedua)

Cara memandikan seorang muslim yang meninggal dunia:
Minimal (paling sedikit): membasahi seluruh badannya dengan air dan bisa disempurnakan dengan membasuh qubul dan duburnya, membersihkan hidungnya dari kotoran, mewudhukannya, memandikannya sambil diurut/digosok dengan air daun sidr dan menyiramnya tiga (3) kali.

(Fasal Ketiga)

Cara mengkafan:
Minimal: dengan sehelai kain yang menutupi seluruh badan. Adapun cara yang sempurna bagi laki-laki: menutup seluruh badannya dengan tiga helai kain, sedangkan untuk wanita yaitu dengan baju, khimar (penutup kepala), sarung dan 2 helai kain.

(Fasal Keempat)

Rukun shalat jenazah ada tujuh (7), yaitu:
1. Niat.
2. Empat kali takbir.
3. Berdiri bagi orang yang mampu.
4. Membaca Surat Al-Fatihah.
5. Membaca shalawat atas Nabi SAW sesudah takbir yang kedua.
6. Do’a untuk si mayat sesudah takbir yang ketiga.
7. Salam
.
(Fasal Kelima)

Sekurang-kurang menanam (mengubur) mayat adalah dalam lubang yang menutup bau mayat dan menjaganya dari binatang buas. Yang lebih sempurna adalah setinggi orang dan luasnya, serta diletakkan pipinya di atas tanah. Dan wajib menghadapkannya ke arah qiblat.

(Fasal Keenam)

Mayat boleh digali kembali, karena ada salah satu dari empat perkara, yaitu:
1. Untuk dimandikan apabila belum berubah bentuk.
2. Untuk menghadapkannya ke arah qiblat.
3. Untuk mengambil harta yang tertanam bersama mayat.
4. Wanita yang janinnya tertanam bersamanya dan ada kemungkinan janin tersebut masih hidup.

(Fasal Ketujuh)

Hukum isti’anah (minta bantuan orang lain dalam bersuci) ada empat (4) perkara, yaitu:
1. Boleh.
2. Khilaf Aula.
3. Makruh
4. Wajib.
Boleh (mubah) meminta untuk mendekatkan air.
Khilaf aula meminta menuangkan air atas orang yang berwudlu.
Makruh meminta menuangkan air bagi orang yang membasuh anggota-anggota (wudhu) nya.

Wajib meminta menuangkan air bagi orang yang sakit ketika ia lemah (tidak mampu untuk melakukannya sendiri).

(BAB V)
“Penjelasan Tentang Zakat”
(Fasal Satu)

Harta yang wajib di keluarkan zakatnya ada enam macam, yaitu:
1. Binatang ternak.
2. Emas dan perak.
3. Biji-bijian (yang menjadi makanan pokok).
4. Harta perniagaan. Zakatnya yang wajib di keluarkan adalah 4/10 dari harta tersebut.
5. Harta yang tertkubur.
6. Hasil tambang.


(BAB VI)
“Penjelasan Tentang Puasa”

(Fasal Satu)
Puasa Ramadhan diwajibkan dengan salah satu ketentuan-ketentuan berikut ini:
1. Dengan mencukupkan bulan sya’ban 30 hari.
2. Dengan melihat bulan, bagi yang melihatnya sendiri.
3. Dengan melihat bulan yang disaksikan oleh seorang yang adil di muka hakim.
4. Dengan Kabar dari seseorang yang adil riwayatnya juga dipercaya kebenarannya, baik yang mendengar kabar tersebut membenarkan ataupun tidak, atau tidak dipercaya akan tetapi orang yang mendengar membenarkannya.
5. Dengan beijtihad masuknya bulan Ramadhan bagi orang yang meragukan dengan hal tersebut.


(Fasal Kedua)

Syarat sah puasa ramadhan ada empat (4) perkara, yaitu:
1. Islam.
2. Berakal.
3. Suci dari seumpama darah haidh.
4. Dalam waktu yang diperbolehkan untuk berpuasa.

(Fasal Ketiga)

Syarat wajib puasa ramadhan ada lima perkara, yaitu:
1. Islam.
2. Taklif (dibebankan untuk berpuasa).
3. Kuat berpuasa.
4. Sehat.
5. Iqamah (tidak bepergian).

(Fasal Keempat)

Rukun puasa ramadhan ada tiga perkara, yaitu:
1. Niat pada malamnya, yaitu setiap malam selama bulan Ramadhan.
2. Menahan diri dari segala yang membatalkan puasa ketika masih dalam keadaan ingat, bisa memilih (tidak ada paksaan) dan tidak bodoh yang ma’zur (dima’afkan).
3. Orang yang berpuasa.

(Fasal Kelima)

Diwajibkan: mengqhadha puasa, kafarat besar dan teguran terhadap orang yang membatalkan puasanya di bulan Ramadhan satu hari penuh dengan sebab menjima’ lagi berdosa sebabnya .
Dan wajib serta qhadha: menahan makan dan minum ketika batal puasanya pada enam tempat:
1. Dalam bulan Ramadhan bukan selainnya, terhadap orang yang sengaja membatalkannya.
2. Terhadap orang yang meninggalkan niat pada malam hari untuk puasa yang Fardhu.
3. Terhadap orang yang bersahur karena menyangka masih malam, kemudian diketahui bahwa Fajar telah terbit.
4. Terhadap orang yang berbuka karena menduga Matahari sudah tenggelam, kemudian diketahui bahwa Matahari belum tenggelam.
5. Terhadap orang yang meyakini bahwa hari tersebut akhir Sya’ban tanggal tigapuluh, kemudian diketahui bahwa awal Ramadhan telah tiba.
6. Terhadap orang yang terlanjur meminum air dari kumur-kumur atau dari air yang dimasukkan ke hidung.

(Fasal Keenam)

Batal puasa seseorang dengan beberapa macam, yaitu:
- Sebab-sebab murtad.
- Haidh.
- Nifas.
- Melahirkan.
- Gila sekalipun sebentar.
- Pingsan dan mabuk yang sengaja jika terjadi yang tersebut di siang hari pada umumnya.

(Fasal Ketujuh)

Membatalkan puasa di siang Ramadhan terbagi empat macam, yaitu:
1. Diwajibkan, sebagaimana terhadap wanita yang haid atau nifas.
2. Diharuskan, sebagaimana orang yang berlayar dan orang yang sakit.
3. Tidak diwajibkan, tidak diharuskan, sebagaimana orang yang gila.
4. Diharamkan (ditegah), sebagaimana orang yang menunda qhadha Ramadhan, padahal mungkin dikerjakan sampai waktu qhadha tersebut tidak mencukupi.
Kemudian terbagi orang-orang yang telah batal puasanya kepada empat bagian, yaitu:
1. Orang yang diwajibkan qhadha dan fidyah, seperti perempuan yang membatalkan puasanya karena takut terhadap orang lain saperti bayinya. Dan seperti orang yang menunda qhadha puasanya sampai tiba Ramadhan berikutnya.
2. Orang yang diwajibkan mengqhadha tanpa membayar fidyah, seperti orang yang pingsan.
3. Orang yang diwajibkan terhadapnya fidyah tanpa mengqhadha, seperti orang yang sangat tua yang tidak kuasa.
4. Orang yang tidak diwajibkan mengqhadha dan membayar fidyah, seperti orang gila yang tidak disengaja.
(Fasal Kedelapan)
Perkara-perkara yang tidak membatalkan puasa sesudah sampai ke rongga mulut ada tujuh macam, yaitu:
1. Ketika kemasukan sesuatu seperti makanan ke rongga mulut denga lupa
2. Atau tidak tahu hukumnya .
3. Atau dipaksa orang lain.
4. Ketika kemasukan sesuatu ke dalam rongga mulut, sebab air liur yang mengalir diantara gigi-giginya, sedangkan ia tidak mungkin mengeluarkannya.
5. Ketika kemasukan debu jalanan ke dalam rongga mulut.
6. Ketika kemasukan sesuatu dari ayakan tepung ke dalam rongga mulut.
7. Ketika kemasukan lalat yang sedang terbang ke dalam rongga mulut.

Tamat…

Wallaohu a’lam bishshowaab

Kemudian kami akhiri dengan meminta kepada Tuhan Yang Karim , dengan berkah beginda kita Nabi Muhammad Shollalloohu 'Alayhi wa Sallam yang wasim , supaya mengakhiri hidupku dengan memeluk agama Islam, juga orang tuaku, orang yang aku sayangi dan semua keturunanku. Dan mudah-mudahan ia mengampuniku serta mereka segala kesalahan dan dosa.
Semoga rahmat Tuhan selalu tercurah keharibaan junjungan kita Nabi Muhammad bin 'Abdullah bin 'Abdul Mutholib bin Abdi Manaf bin Hasyim yang menjadi utusan Alloh kepada sekalian makhluk Rosulul malahim, kekasih Alloh yang membuka pintu rahmat, menutup pintu kenabian, serta keluarga dan sahabat sekalian. Walhamdu lillaahi Robbil ’Aalamin...



catatan....
Kitab Safinah Annajah kitab karya Sheikh Abdullah bin Saad bin Sumair al-Hadhrami, yang membahas mengenai asas-asas fiqh dalam mazhab Shafi'i yang turut meliputi aspek tauhid dan tasawuf. Beliau adalah seorang ahli fiqh dan tasawwuf yang bermadzhab Syafi'i.

Selain itu, beliau adalah seorang pendidik yang dikenal sangat ikhlas dan penyabar, seorang qodhi yang adil dan zuhud kepada dunia, bahkan beliau juga seorang politikus dan pengamat militer negara negara Islam. Beliau dilahirkan di desa Dziasbuh, yaitu sebuah desa di daerah Hadramaut Yaman, yang dikenal sebagai pusat lahirnya para ulama besar dalam berbagai bidang ilmu keagamaan.


Kitab Safinah memiliki nama lengkap "Safinatun Najah Fiima Yajibu `ala Abdi Ii Maulah" (perahu keselamatan di dalam mempelajari kewajiban seorang hamba kepada Tuhannya). Kitab ini walaupun kecil bentuknya akan tetapi sangatlah besar manfaatnya. Di setiap Pondok Pesantren atau pengajian di kampung-kampung kitab ini selalu ada untuk di pelajari, bahkan di hafalkan. Dulu di pesantren saya juga ada sistem ngaji yang namanya ngaji sorogan, yaitu kyai memberi arti/makna dan santri besoknya harus menghafalkan yang kyai artikan/maknain dan di setorkan dalam bentuk hafalan. Kitab ini salah satu yang pertama di hafal dalam sistem sorogan di pesantren saya.

Kitab ini di jadikan kitab fiqih dasar yang pertama di pelajari karena Kitab ini mencakup pokok-pokok agama secara terpadu, lengkap dan utuh, dimulai dengan bab dasardasar syari'at, kemudian bab bersuci, bab shalat, bab zakat, bab puasa dan bab haji yang ditambahkan oleh para ulama lainnya. Kitab ini disajikan dengan bahasa yang mudah, susunan yang ringan dan redaksi yang gampang untuk dipahami serta dihafal. Seseorang yang serius dan memiliki kemauan tinggi akan mampu menghafalkan seluruh isinya hanya dalam masa dua atau tiga bulan atau mungkin lebih cepat.

Karena sangat pentingnya kitab ini para ulama sampai membuat syarah/penjelasan lebih lanjut dari kitab ini. Ada berbagai kita syarah syafinah Annajah di antaranya:
1. Kitab Kasyifatus Saja ala Safinatin Najah
2. Kitab Durrotu Tsaminah Hasyiyah ala Safinah
3. Kitab Nailur Raja Syarah Safinah Najah
4. Kitab Na.siimul Hayah Syarah Safinatun Najah
5. Kitab Innarotut tDuja Bitanlwiril Hija Syarah Safinah Najah