Minggu, 09 September 2012

MAKALAH ILMU FILSAFAT

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.
      Puji Syukur kehadirat Ilahi Rabbi – Tuhan Yang Maha Esa, Penagsih dan Penyayang yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya kepada penulis sehingga tugas makalah “ Tasawuf Pada Masa Klasik” dapat terselesaikan. Shalwat serta salam atas junjungan nabi besar Muhammad SAW, sebagai USwtun khasanah, sosok model ideal bagi sekalian manusi auntuk meraih kesuksesan dunia dan akherat.
      Dapat terselesaikannya makalah ini tidak lepas dari dukungan, bantuan dan motivasi yang sifatnya spritual dan materil dari banyak pihak. Sehingga penulis mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya.
       Demikian yang bissa penulis sampaikan, dengan harapan semoga Allah SWT Senantiasa membalas segala kebaikan mereka dan makalah ini dapat memberi manfaat sebaik-baiknya. Amien
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Yogyakarta, 09 Oktober 2011
Penulis


BAB I
PENDAHULUAN

  1. A.    Latar Belakang
Tasawuf adalah upaya melatih jiwa dengan berbagai kegiatan yang dapat membebaskan dirinya dari pengaruh kehidupan dunia, sehingga tercermin ahlak yang mulia dan dekat dengan Allah Swt. Inilah esensi atau hakikat tasawuf itu sendiri.
Tasawuf bertujuan untuk memperoleh suatu hubungan khusus langsung dari Tuhan. Hubungan yang dimaksud mempunyai makna dengan penuh kesadaran. Bahwa manusia sedang berada di hadirat Tuhan. Kesadaran tersebut akan menuju kontek komunikasi dan dialog antara ruh manusia dengan Tuhan. Hal ini melalui cara bahwa manusia perlu mengasingkan diri. Keberadaannya yang dekat dengan Tuhan akan berbentuk “Ijtihad” (bersatu dengan Tuhan) demikian menjadi inti persoalan “sufisme” baik pda agama Islam maupun diluarnya.
Disini pemakalah akan membahas tentang pengertian dan tujuan tasawuf, serta tahanus nabi dan kehidupan kerohanian para sahabat.Dan menjelaskan sumber-sumber ajaran tasawuf, yang bertujuan agar semua mahasiswa dapat memahami asal-usul tasawuf itu sendiri.
  1. B.     Rumusan Masalah
1)      Bagaimanakah karakteristik tasawuf pada masa Rasulullah SAW dan  sahabat?
2)      Bagaimanakh kondisi religius pada masa Rasulullah SAW dan Sahabat?
3)      Bagaimanakah praktik tasawuf pada masa rasulullah dan sahabat?
4)   Bagaimanakah perbedaan tasawuf pada masa rasulullah SAW, sahabat dan tasawuf modern?
  1. C.    Tujuan Penulisan
1)      Untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah ilmu tasawuf.
2)      Untuk menjelaskan karaktristik tasawuf pada masa rasulullah dan sahabat.
3)      Untuk menjelaskan kondisi religius pada masa rasulullah dan masyarakat.
4)      Menjelaskan praktik tasawuf pada masa Rasulullah dan sahabat.
5)   Untuk menjelaskan perbedaan taswuf pada masa rasulullah, sahabat dan  tasawuf modern.
BAB II
PEMBAHASAN

  1. A.    Pengertian dan Tujuan Tasawuf
Dari sejumlah bahas terdapat sejumlah bahasa/istilah yang dihubungkan para ahli untuk menjelaskan tentang tasawuf. Harun Nasution misalnya, ia menyebutkan lima istilah yang berkenaan dengan tasawuf, yaitu Al-Suffah (orang yang ikut pindah dengan nabi dari Mekkah ke Madinah). Saf (barisan), Sufi (suci), Sophos (bahasa Yunani: hikmah) dan Suf (kain wol).[1] Keseluruhan kata ini bisa saja dihubungkan dengan tasawuf. Yakni kata al-Suffah (orang yang ikut pindah dengan Nabi dari Mekkah ke Madinah) misalnya menggambarkan keadaan orang yang rela mencurahkan jiwa raganya/harta benda semata-mata karena Allah. Mereka rela meninggalkan semuanya di Mekkah untuk hijrah bersama Nabi ke Madinah. Selanjutnya kata Saf (menggambarkan orang yang selalu berada di barisan depan dalam beribadah dan melakukan kebajikan) demikian pula kata Sufi (suci) menggambarkan orang yang selalu memelihara dirinya dari berbuat dosa dan kata Sophos (hikmah) menggambarkan keadaan jiwa yang senantiasa cenderung kepada kebenaran.[2]
Dari segi bahas dapat segera dipahami bahwa tasawuf adalah sikap mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebahagiaan dan selalu bersikap bijaksana, sikap jiwa yang demikian itu pada hakikatnya adalah Ahlak yang mulia.
Adapun pengertian tasawuf dari segi istilah atau pendapat para ahli amat bergantung kepada sudut pandang yang digunakan masing-masing.
Selama ini ada tiga sudut pandang yang digunakan para ahli untuk mendefinisikan tasawuf yakni sudut pandang manusia sebagai mahluk terbatas, manusia seabgai mahluk yang harus berjuang dan manusia sebagai mahluk bertuhan.[3]
Pada intinya tasawuf adalah upaya melatih jiwa dengan berbagai kegiatan yang dapat membebaskan dirinya dari pengaruh kehidupan dunia, sehingga tercermin ahlak yang mulia dan dekat dengan Allah Swt. Inilah esensi atau hakikat tasawuf itu sendiri.
Tasawuf bertujuan untuk memperoleh suatu hubungan khusus langsung dari Tuhan. Hubungan yang dimaksud mempunyai makna dengan penuh kesadaran. Bahwa manusia sedang berada di hadirat Tuhan. Kesadaran tersebut akan menuju kontek komunikasi dan dialog antara ruh manusia dengan Tuhan. Hal ini melalui cara bahwa manusia perlu mengasingkan diri. Keberadaannya yang dekat dengan Tuhan akan berbentuk “Ijtihad” (bersatu dengan Tuhan) demikian menjadi inti persoalan “sufisme” baik pda agama Islam maupun diluarnya.[4]
Dengan demikian nampak jelas bahwa tasawuf sebagai ilmu agama, khusus berkaitan dengan aspek-aspek moral serta tingkah laku yang merupakan substansi Islam. Hakikat tasawuf adalah keadaan lain yang lebih baik dan lebih sempurna, yakni suatu perpindahan dari alam kebendaan kepada alam rohami.
Dalam rangka mensucikan jiwa demi tercapainya kesempurnaan dan kebahagiaan hidup tersebut. Maka diperlukan suatu latihan dari tahap satu ketahap lain yang lebih tinggi dan jalan satu-satunya menurut semua sufi adalah dengan kesucian jiwa dan untuk mencapai tingkat kesempurnaan dan kesucian jiwa itu sendiri memerlukan pendidiakan dan latihan mental yang panjang dan bertingkat.[5]
Beberapa ayat dalam Al-Qur’an mengatakan bahwa manusia dekat sekali pada Tuhan, diantaranya:
Surat al-Baqarah ayat: 186:
#sŒÎ)ur y7s9r’y™ “ÏŠ$t6Ïã ÓÍh_tã ’ÎoTÎ*sù ë=ƒÌs% ( Ü=‹Å_é& nouqôãyŠ Æí#¤$!$# #sŒÎ) Èb$tãyŠ ( (#qç6‹ÉftGó¡uŠù=sù ’Í< (#qãZÏB÷sã‹ø9ur ’Î1 öNßg¯=yès9 šcr߉ä©ötƒ ÇÊÑÏÈ
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.

  1. B.     Pertumbuhan dan Perkembangan Tasawuf

  1. 1.      Periode I Masa Rasulullah SAW. (13 Sebelum H – 11 H)
Awal tasawuf islam terjadi setelah turunnya Al-Qur’an kepada nabi Muhammad SAW. Setelah Muhammad menjadi Rasul Allah, mulailah beliau mengajak manusia membersihkan rohaninya dari kotoran-kotoran nafsu amarah yang tidak sesuai dengan fitrah aslinya. Beliau berdakwah menyeru manusia memperteguh tauhid dan mempertinggi akhlaknya untuk mencapai keridhaan Allah.
Kehidupan Rasulullah sudah cukup menjadi suri tauladan para sufi yang ingin menempuh jalan kebenaran. Rasulullah menempuh hidupnya yang penuh liku-liku itu dengan iman yang mantap dan ketabahan yang bergelora. Ketika perjuangan baru dimulai, tulang punggung perjuanagan dakwahnya patah. Abu Thalib meninggal dan Khadijah wafat pula, padahal beliau sangan butuh bantuan dari kedua orang ini. Rasulullah menerima sgalanya dengan tabah dan tenang.
Kemuadian beliau mencoba pergi ke Thaif. Dan sesampainya di sana, dakwahnya ditolak orang. Dia pulang membawa luka dan derita, sampai kakinya berdarah akibat lemparan batu dari penduduk Thaif yang sudah mengintainya di sepanjang jalan yang ia lewati. Terasa letih dan pedih tubuhnya kena lemparan, dia akan berhenti, tetapi pemuda-pemudi di sana membentak, terus berjalan !. Dia meneruskan perjalanan di tengah-tengah kepungan ummat yang jahil itu. Maka ia terima segalanya ini dengan tabah.
Pada suatu waktu beliau datang ke rumah istrinya Aisyah, ternyata di rumah tidak ada apa-apa. Beliau terima dengan sabar, ia kerjakan puasa sunnah. Beliau kemudian pergi ke masjid dan bertemulah dengan Abu Bakar dan Umar. Beliau bertanya apakah gerangan kalian berdua datang ke masjid? Kedua sahabat taadi menjawab : menghibur lapar, beliau pun mengatakan aku pun keluar untuk menghibur lapar.
Rasulullah SAW. Tidak membenci dunia, tetapi beliau tidak mau terpengaruh oleh urusan dunia. Sahabat-sahabat nabi pernah berhimpun di rumah Utsman bin Mazhun Al-Jumahy para sahanat yang terdiri dari Ali, Abu Bakar, Abdullah bin mas’ut, Abu Zar, Salim Maula, Abi Huzaifah, Abdullah bin Umar, Miqdad bin Aswad, Salman Al-Farisi, Ma’qal bin Muqrin dan tuan rumah. Mereka bermusyawarah untuk berpuasa siang hari, tidak tidur di atar kasur, tidak memakan daging dan lemak, tidak mendekati istri, tidak memakai minyak wangi, akan memakai  wool kasar, akan meninggalkan dunia, akan mengembara di muka bumi. Maka Rasulullah SAW. Berkata : “Sesungguhnya aku tidak menyuruh yang demikian”. Lalu beliau bersabdah :
ان لاءنفسكم علىكم حق, فصو مواوافطروا وقوموا وناموا, فاني اقوم وانام واصوم وافطر, فاكل ا للحم والدسم  واتى النساء. فمن رغب عن سنتى فليس مني. ثم جمع الناس وخطبهم فقال : مابال اقوام حرموا النساء والطعام والطيب وشهوات الدنيا. اماانى لست امركم ان تكونواقسيسين ورهبانا, فانه ليس فى دينى ترك اللحم ولااتخادالصوامع. وان سياحة امتي الصوم ورهبا نيتهم الجهاد. واعبدواالله ولاتشركوابه شيئا, وحجوا واعتمروا واقيمواالصلاة واتواالزكاة وصوموارمصان واستقيموا يستقم لكم, فانماهلك من قبلكم بالتشديد, شددواعلى انفسهم فشددالله عليهم. فاولئك بقاياهم فى الدياروالصوامع.
“Sesungguhnya ada hak kewajibanmu terhadap dirimu, maka puasalah kamu dan berbuka, bangunlah dan beribadat pada malam hari dan tidur, aku berpuasa dan berbuka, aku makan daging dan lemak, aku datangi perempuan-perempuan. Barang siapa yang tidak suka kepada sunnahku itu, maka tidaklah dia termasuk sebagian dari ummatku. Kemudian dihimpunnya orang banyak lalu lalu ia berkhutbah dihadapan mereka, katanya : apakah halnya dengan beberapa kaum, mereka mengharamkan perempuan, makanan, wangi-wangian, tidur dan syahwat dunia ? Ketahuilah bahwa aku tidak menyuruh kamu menjadi pendeta-pendeta dan rahib-rahib. Maka sesungguhnya tidak ada di dalam agamaku meninggalkan makan daging dan meninggalkan perempuan dan tidak pula membuat-buat ibadat. Dan bahwasanya perlawatan ummatku ialah puasa dan rubbaniyyah (kebiasaan) mereka adalah jihad. Sembahlah Allah dan jangan sekutukan sesuatu dengan Dia. Kerjakanlah haji dan umroh, dirikanlah shalat, keluarkan zakat, puasalah di bulan Ramadhan dan tetaplah atas yang demikian, niscaya kamu akan dimantapkan. Sesunggguhnya orang-orang yang dahulu dari pada kamu binasa sebab memberat-beratkan (urusan agama). Mereka berat-beratkan atas diri mereka, lantas diberatkan pula oleh Allah. Maka itulah peninggalan-peninggalan mereka pada gereja dan tempat-tempat peribadatan”.

  1. 2.      Periode II Masa Sahabat (11 H – 40 H)
Sahabat yang mencontoh langsung cara hidup rasul, adalah manusia-manusia yang berakhlak mulia dan membaktikan hidupnya untuk kepentingan agama.
Di waktu Rasul masih hidup, Abu Bakar yang hartawan telah mengorbankan harta bendanya secara keseluruhan untuk kepentingan agama. Pernah Raasul bertanya kepadanya “apalagi yang buat engkau hai Abu Bakar?” Abu Bakar menjawab “cukup bagiku Allah dan Rasul-Nya”. Abu Bakar termasyur dengan kedermawanannya, ketaatan, tawadlu’, wara’ dan mempunyai pribadi yang mulia. Sehingga ia mendapat tempat yang utama di hati Rasulullah.
Umar bin Khattab adalah seorang sahabat yang berbudi tinggi, dia menyediakan malamnya untuk beribadat dan siangnya untuk urusan negara. Meskipun ia seorang pemimpin negara, namun pakaiannya biasa-biasa saja, rendah hati, wara’ dan berbudi luhur.
Pada suatu ketika ia berjalan malam hari untuk melihat keadaan rakyatnya dengan mata kepalanya sendiri.Pada malam itu beliau mendengar sayup-sayup tangisan bayi di sebuah gubuk tua. Lantas beliau dekati gubuk tua. Lantas ia dekati gubuk tua itu dan terlihatlah seorang wanita sedang memasak. Beliau tanyakan mengapa anak itu menangis juga. Wanita itu menjawab bahwa ia sedang kelaparan dan ingin makan, sedang ia sendiri tidak mempunyai makanan dan yang dimasaknya itu hanya batu-batu biasa untuk menenangkan bayinya agar tertidur. Kata wanita itu “Alangkah celakanya khalifah kami”. Setelah mendengar itu, Umar yang terkenal garam terus pergi menuju gudang makanan, diambilnya sekarung gandum dan dipikulnya di atas pundaknya sendiri, kemudian ia sendiri pula yang memasaknya. Setelah masak gandum, si anak pun diberi makan. Kemudian ia berpesan agar wanita itu datang menghadap khalifah besoknya untuk untuk mengadukan nasibnya. Besok harinya datanglah wanita itu menemui khalifah. Setelah bertemu, tenyata laki-laki yang menolongnya malam tadilah yang berhadapan dengan dia.
Usman bin Affan adalah seorang hartawan yang dermawan. Beliau telah memberikan sebagian dari hartanya untuk kepentingan agama. Bila ia berada di rumah, tak pernah lepas Al-Qur’an dari tangannya. Beliau kerap kali mentilawahkan Al-Qur’an dan memahami kandungannya sampai larut malam.
Ali bin Abi Thalib termasyhur dengan tawadlu’nya, beliau tidak malu memakai pakaian yang bertambal-tambal, bahkan ia sendiri pulalah menambalnya. Sekali pernah beliau menjinjing daging dari pasar. Lantas orang bertanya “apakah tuan tidakmalu membawa daging itu ya Amiral mukminin?” beliau menjawab :yang kubawa ini adalah barang halal, apa yang kumalukan terhadapnya!”.
Banyak tercatat di dalam sejarah tentang keutamaan pribadi para sahabat. Mereka meneladan langsung akhlak nabinya. Pribadi-pribadi mereka telah digembleng dan dikaderkan oleh Rasulullah, menjadi manusia-manusia utama yang akan dicontoh dan ditiru oleh ummat yang dibelakang mereka.[6]
  1. C.           Karakteristik Tasawuf pada Masa Rasul dan Sahabat
Pada masa Rasulullah ialah berpegang teguhnya kaum muslimin dengan Al-Qur’an dan Sunnah Nabinya.
Sedangkan pada masa sahabat ialah :
1)      Memegang teguh ajaran kerohanian yang dipetik dari Al-Qur’an.
2)      Meneladani kehidupan Rasulullah SAW. Sepenuhnya.
3)      Zuhud terhadap dunia.
4)      Cinta dan mengharap segera bertemu dengan Allah SWT.
5)      Para sahabat memiliki sifat sabar, tawakkal, wara’, ridho dan sifat-sifat terpuji lainnya yang merupakan cara penghidupan para sahabat.
  1. D.      Gambaran dan Praktek Tasawuf pada Masa Rasul dan Sahabat
Seperti yang diceritakan pada pembahasan sebelumnya. Rasulullah selama hayatnya menjadi tumpuan perhatian masyarakat, karena sifat terpuji terhimpun pada dirinya. Bahkan beliau merupakan lautan budi luhur yang tidak pernah kering-keringnya, kendati diminum oleh semua makhluk yang memerlukan air. Sungguh sangat tepat apabila dikatakan bahwa kehidupan Rasulullah merupakan khazanah daari segala sifat dan amal perbuatan yang baik. Oleh karena itu, semua pola kehidupan Rasulullah menjadi dasar utama bagi para ulama tasawuf. Misalnya :
1)      Rasulullah minimal membaca istighfar 70 kali setiap harinya.
2)      Melaksanakan sholat dua pertiga malam yang tidak kurang dari delapan raka’at setiap harinya.
3)      Dalam melaksanakan sholat tahajjud, beliau tidak lebih dari sebelas raka’at, tetapi setiap sujud lamanya sama dengan ketika sahabat membaca lima puluh ayat Al-Qur’an.
4)      Sholat beliau penuh dengan khusyu’ dan thama’ninah yang sempurna.
Demikianlah contoh ringkasan amalan sholat Rasulullah yang dilakukan secara kontinu. Apabila pada suatu malam beliau berhalangan melakukan sholatnya yang demikian itu, maka beliau segera mengganti dengan dua belas raka’at, hingga kekosongan pada malam itu segera diisi pada besok paginya. Dengan demikian ibadat beliau tidak pernah terganggu.[7]
Dalam hidup kerohanian (tasawuf) para sahabat telah berusaha berbuat sesuai dengan tuntunan Rasulullah. Hidup mereka penuh dengan sifat-sifat kesederhanaan, wara’, tawadhu’ dan zuhud, semata-mata mengharap ridha dari Allah SWT. Berikut beberapa contoh tasawuf yang diambil dari kehidupan para sahabat :
1)      Kedermawanan Abu Bakar Ash-Shiddiq mengorbankan hartanya pada perang Tabuk.
2)      Abu Bakar Ash-Shiddiq pernah hidup dengan sehelai kain saja.
3)      Umar bin Khattab berpidato di hadapan manusia, sedangkan beliau memakai kain dengan dua belas tambalan dan baju empat tambalan dan tidak memiliki kain yang lain.[8]
4)      Umar bin Khattab pernah terlambat datang ke masjid, sehingga terlambat pula melaksanakan sholat fardhu berjama’ah. Karena setiap sholat fardhu biasanya beliaulah yang menjadi imam. Lalu ditanyakan oleh seorang temannya kenapa terlambat datang, jawabnya : “Kain saya sedang dicuci dan tidak ada yang lainnya”.[9]
5)      Dalam kehidupan Usman bin Affan penuh dengan pengabdian setiap waktu, bahkan Kitabullah senantiasa berada di tangannya dan demikian juga sewaktu beliau meninggal dunia ditemukan Kitabullah di antara kedua tangannya.[10]
6)      Ali bin Abi Thalib hidup dengan pola sederhana. Pernah dalam satu bulan hanya memakan tiga buah kurma setiap hari. Di dalam rumahnya hanya terdapat pedang, baju rantai dan sehelai kain, kalau kain itu dijadikan tikar untuk tidur bersama istrinya (Fatimah), tidak cukup untuk dijadikan selimut. Sebaliknya jika dijadikan selimut maka tidak cukup untuk dijadikan tikar untuk tempat tidur bersamanya.
7)      Di dalam rumah sahabat Abu ‘Ubaidah bin Jarrah hanya ada satu pasu dan sepotong jana. Yang pertama untuk tempat makanan dan untuk tempat wudhu saja, sedangkan sepotong kain bulu itu untuk tempat duduk dan tempat tidur saya.[11]
Dari uraian di atas, sudah cukup untuk dijadikan bukti tentang kekayaan dan keikhlasan para sahabat untuk berjuang dan beramal shaleh. Abu Bakar Shiddiq mempergunakan semua hartanya untuk sabilillah. Umar bin Khattab menginfaqkan hartanya untuk sabilillah, Usman bin Affan pernah memikul beban atau perongkosan perang Zaatil ‘Usyraa, begitu juga dengan Ali bin Abi Thalib dan lain-lainnya telah berkorban untuk menegakkan agama Allah.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1)      Tasawuf adalah upaya melatih jiwa dengan berbagai kegiatan yang dapat membebaskan dirinya dari pengaruh kehidupan dunia, sehingga tercermin ahlak yang mulia dan dekat dengan Allah Swt. Inilah esensi atau hakikat tasawuf itu sendiri.
2)      Tasawuf bertujuan untuk memperoleh suatu hubungan khusus langsung dari Tuhan. Hubungan yang dimaksud mempunyai makna dengan penuh kesadaran. Bahwa manusia sedang berada di hadirat Tuhan. Kesadaran tersebut akan menuju kontek komunikasi dan dialog antara ruh manusia dengan Tuhan. Hal ini melalui cara bahwa manusia perlu mengasingkan diri. Keberadaannya yang dekat dengan Tuhan akan berbentuk “Ijtihad” (bersatu dengan Tuhan) demikian menjadi inti persoalan “sufisme” baik pda agama Islam maupun diluarnya.
3)      Dan tentang kehidupan nabi sendir juga terdapat petunjuk yang menggambarkan nya sebagai seorang sufi, nabi Muhammad telah melakukan pengasingan dir ke gua hira’ menjelang datangnya wahyu, dia menjauhi pola hidup kebendaan dimana waktu itu orang arab terbenam di dalamnya, seperti praktek perdagangan yang menggunakan segala cara yang menghalalkan. Selama di gua hira’, yang ia kerjakan hanyalah tafakkur, beribadah dan hidup sebagai seorang yang zahid, beliau hidup sederhana, terkadang mengenakan pakaian tambalan, tidak memakan makanan / minuman kecuali halal dan setiap malam senantiasa beribadah kepada Allah Swt. Sehingga siti aisyah istri beliau bertanya “mengapa engkau berbuat begini ya rasulullah, sedangkan Allah senantiasa mengampuni dosamu, nabi menjawab,” apakah engkau tidak ingin agar aku menjadi hamba yang bersukur kepada Allah.
DAFTAR PUSTAKA

Darajat, Zakiah, Dra. 1982. Pengantar Ilmu Tasawuf. Suamatera Utara: IAIN SUMUT
Ali, Yunasril, Drs. 1987. Pengantar Ilmu Tasawuf. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya
Al-Badir, Moh. 1996. Ilmu dan Persepektif tasawuf Al- Ghazali. Jakarta: Karisma
Hilal, Ibrahim, 2007, Tasawuf antara Agama dan Filsafat, Bandung: Pustaka Hidayah
Nata, Abuddin, 1996, Akhlak tasawuf . Jakarta: Raja Grafindo Persada
SUMBER LAIN
(dikutip pada hari Minggu, Tanggal 09 Oktober 2011, pukul 16.02-20.20 WIB)

[1] Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dan Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1983) hal. 56-57
[2] Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996) hal. 279
[3] Abudin Nata, Op.Cit. hal. 180
[4] Achamd Mustofa, Akhlak Tasawuf (Bandung: Pustaka Setia, 2007) hal. 206
[5] Ahmad Mustofa, Akhlak tasawuf (Bandung: Pustaka Setia, 2007) hal. 208
[6] Pengantar Ilmu Tasawuf oleh DR. Zakiyah Daradjat
[7] Imam Muhyiddin bin Syaraf an-Nawawy : 401
[8] Qomar Kailany : 19
[9] H. Zainal Arifin Abbas :27
[10] Qamar Kailany : 19
[11] H. Zainal Arifin Abbas : 100

Tidak ada komentar:

Posting Komentar